Debur ombak sepanjang perjalanan layaknya atraksi menguji adrenalin. Di tengah laut yang kian berwarna biru pekat, tumbukan badan kapal dengan gelombang laut kadang memaksa air masuk kapal. Kapal melaju semakin cepat, semakin mengombang-ambingkan tubuh. Setelah 45 menit perjalanan dari Pelabuhan Rakyat Sanur, jangkar kapal pun tertambat di Pelabuhan Jungut Batu, Nusa Lembongan.
Pelabuhan tersebut merupakan titik awal memasuki keindahan alam Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan. Vila-vila berdiri tegak di atas tebing karang di sekitar pelabuhan. Beberapa turis langsung asyik merendam kaki mereka di jernih air laut berwarna lembayung biru menuju tosca. Penyedia jasa rental motor berebut pelanggan dari penumpang kapal yang saya naiki.
Secara geografis Nusa Lembongan dan Ceningan didominasi tebing karang. Administratif berada dalam wilayah Kabupaten Klungkung, Bali Tenggara. Berkontur perbukitan, tidak mengherankan jika ia menyimpan beberapa lokasi bagus bagi pengunjung untuk menikmati lansekap pulau ini. Beberapa lokasi bahkan berada di akses jalan utama sehingga langsung menarik fokus mata.
Dari atas bukit, atap-atap rumah berwarna kecoklatan bersanding dengan laut biru tosca. Latar gunung tertinggi di Bali, Gunung Agung, menambah eksotis pulau ini.
Perjalanan langsung berlanjut menuju Nusa Ceningan, pulau kecil yang terletak di antara Nusa Lembongan dan Nusa Penida. Sisa-sisa reruntuhan jembatan masih terlihat jelas, tapi hiruk-pikuk penyeberangan tidak surut. Sebagai ganti, untuk sementara penyeberangan dengan perahu nelayan.
Luas Nusa Ceningan memang hanya 300,6 hektare. Bagian daratannya termasuk kering, sehingga jangan berharap mendapati perkebunan di pulau ini. Untuk mencukupi kebutuhan sembilan bahan pokok (sembako), penduduk di pulau ini harus membawanya dari Pulau Bali Besar. Semua aktivitas transportasi pulau ini bermula dari Jembatan Kuning. Meski jembatan tersebut tinggal cerita, detak keseharian di lokasi ini masih terasa.
Kebun Rumput Laut dan Laguna Eksotis
Berbalik dengan kondisi daratan, perairan Nusa Ceningan merupakan sumber berkah. Tidak hanya sebagai destinasi wisata untuk para pencari keindahan pantai seperti saya, tetapi juga menjadi sumber pencaharian utama masyarakatnya. Pada pulau-pulau kecil di Bali ini terdapat rumput laut langka berjenis Spinosum.
Di Indonesia, rumput laut tersebut hanya terdapat di Nusa Ceningan, Nusa Lembongan, dan Nusa Penida. Tidak mengherankan jika didapati banyak kebun rumput laut di tengah pantai. Dari kejauhan rumput-rumput laut ditanam menjorok ke pantai dengan kedalaman seukuran tinggi lutut orang dewasa.
Sepanjang garis pantai, kebun-kebun rumput laut tampak kehitaman jika dilihat dari daratan yang bersisian dengan tempat tinggal penduduk sekitar. Di atas kebun-kebun ini terdapat perahu kayu untuk membawa rumput laut ke darat, tinggal dijemur di bawah terik matahari, baru kemudian diproses sesuai kebutuhan.
Bisa dibilang Nusa Ceningan memang unik. Seluruh areal perairannya memberikan berkah bagi penduduk. Selain rumput laut, jernih laut juga memberikan kesempatan turis menikmati mengitari pulau dengan perahu. Untuk transportasi darat, mereka bisa memilih bersepeda untuk mengitari pesona pulau ini.
Sekitar 15 menit dari tempat saya menikmati pemandangan kebun rumput laut, terdapat sebuah laguna yang berbatasan langsung dengan Samudra Hindia. Masyarakat lokal menamai laguna itu Blue Lagoon. Biru Samudra Hindia terbawa hingga ke tepi pantai. Airnya benar-benar masih sangat jernih dan biru. Tebaran tebing karang kokoh di sekitarnya menjadi suguhan elok untuk menikmati laguna ini secara keseluruhan.
BACA JUGA :
Dari Blue Lagoon, terdapat Secret Beach, pantai dengan garis pantai yang tidak luas. Di sini lazim dijadikan tempat favorit wisatawan untuk berenang. Terdapat hanya beberapa restoran, namun tiap restoran memiliki sebuah titik untuk memacu adrenalin. Titik tersebut adalah jumping cliff, tempat untuk meloncat dari tebing menuju laut lepas. Terdapat dua pilihan ketinggian, dari sekitar 10 meter hingga sekitar 50 meter. Menguji sekaligus memacu adrenalin ini bisa dilakukan dengan membayar tarif Rp 25 ribu.
Karang dan Atraksi Ombak
Perjalanan berikutnya menuju Devil’s Tears di Nusa Lembongan. Untuk menuju ke sana dari tempat makan siang saya, butuh sekitar 45 menit dengan mengendarai sepeda motor. Lokasinya bersisian dengan Dream Beach, pantai tempat bersantai wisatawan di Nusa Lembongan. Saya memilih menikmati dulu setiap jengkal pantai ini sebelum ke Devil’s Tears.
Dream Beach memiliki kontur tepi landai dengan pasir berkerikil halus. Godaan jernih air lautnya berhasil membuat saya menceburkan diri, merasakan kesegarannya.
Senja di devil's tears. Foto Dody Wiraseto
Matahari makin rendah, senja mendekat. Inilah waktu tepat ke Devil’s Tears untuk menikmati senja penutup hari. Di lokasi ini memang hanya bisa menikmati deburan ombak menghantam tebing karang kokoh. Saking kencangnya, tumbukan itu kadang menghasilkan suara seperti ledakan. Air lantas menetes dari tebing, layaknya air mata (tears) menetes, layaknya sebuah tangisan.
Hantaman ombak juga membuat atraksi semakin beragam. Saat sore ombak sedang kencang-kencangnya menghantam tebing, sehingga menghasilkan cipratan raksasa. Ombak semakin bergemuruh kala menghunjam sela-sela tebing, seturut matahari kian terbenam menghasilkan rona jingga merekah.
Pulau-pulau kecil tersebut memang punya rupa tersendiri. Di balik Pulau Bali Besar yang semakin hiruk-pikuk, pulau-pulau kecil tersebut tetap tenang dengan ragam kegiatan wisata bahari yang menarik. Terlebih menikmati matahari tenggelam hingga langit gelap, diiringi gemuruh ombak, merupakan momen istimewa menutup hari di belantara Samudra Hindia.
BACA JUGA : Mengejar Bunga Ungu
Artikel ini pernah tayang di Majalah Lionmag edisi Januari 2017