Kopi bukan cuma minuman yang disajikan atau komoditas pertanian, tapi bermuara ke warung-warung kopi atau kafe dimana berbagai isyu-isyu diperbincangkan.
Seperti kisah “Seribu Satu Malam” atau “Neverending Story” yang tiada habis-habisnya diceritakan, begitu pula materi obrolan umumnya di warung-warung kopi di Indonesia. Semuanya mengobrol, kadang gaduh, tapi seru.
Di Banda Aceh misalnya; para peminum kopi malah terlihat egaliter, wanita hingga mahasiswi juga campur baur. “Di Banda Aceh, banyak persoalan memang diselesaikan di warung kopi, mulai dari bisnis, sosial, hingga politik. Soal kopinya sendiri, saya pikir ini komoditas, sebuah keunikan dan kekayaan kultural tersendiri yang menjadi nilai tambah, bukan hanya potensi kekayaan alam.

Di Banda Aceh, terdapat kawasan yang disebut Ulee Kareng. Di sini, warung-warung kopi seolah berbaris tak beraturan membentuk komunitas besar dan memberikan warna tersendiri yang menarik bagi mosaik kota Banda Aceh. Dari situ, bergulir ribuan cerita. Siapa pun yang pernah datang ke Aceh dapat melihat orang dari berbagai bangsa berkumpul di warung-warung kopi di sepanjang Ulee Kareng.
Kopi Solong tidak hanya menawarkan cita rasa, tetapi juga sejarah. Nama ini diambil dari ayah pemilik, yang pernah bekerja di kawasan Tionghoa Peunayong. Metode penyeduhan mereka unik: kopi robusta khas kebun keluarga dari Takengon dicampur dengan air mendidih lalu disaring kain khusus, diangkat tinggi supaya rasa asamnya berkurang—menjadi pertunjukan tersendiri di kalangan para “sopir kopi”. Harga secangkir kopi hitam masih terjangkau, dan kopi bubuk racikan Solong melegenda hingga dijual dalam kemasan ke seluruh penjuru negeri.

Namun, keunikan budaya ngopi tidak berhenti di Banda Aceh. Di penjuru Nusantara, setiap daerah menorehkan tradisi dan warisan kopinya sendiri. Di Sumatra Utara, kopi Mandailing terkenal, harum, kuat, dan sering menjadi ikon kopi premium dunia. Lampung di Sumatra menyajikan robusta klasik dengan rasa yang seimbang. Jawa punya kopi Temanggung yang legit serta kopi Lampung yang populer di pasar nasional. Tak ketinggalan, Sulawesi mempersembahkan kopi Toraja dengan rasa kompleks dan aroma rempah.
Di Bali, budaya ngopi menemukan identitas penuh warna melalui kopi Kintamani. Tumbuh di tanah vulkanik dataran tinggi, kopi Bali Kintamani menghadirkan nuansa buah-buahan segar pada setiap tegukan. Warga Bali pun menjadikan ngopi sebagai ritual sosial; dari sawah hingga warung di tepi jalan, mempererat jalinan komunitas.
Dari Aceh sampai Bali, warung kopi adalah rumah kedua, ruang bertukar gagasan, merajut persahabatan, hingga menikmati keberagaman rasa kopi Nusantara.
Bukan hanya warung-warung kopi yang semakin banyak, tetapi kafe-kafe dengan suasana cozy juga bermunculan. Di Jakarta, misalnya. Minggu lalu, 22 November 2025, sebuah kafe yang menggabungkan konsep musik dibuka di daerah Kemang, namanya Deheng Hause. Di kafe ini pengunjung bisa ngopi sambil menikmati musik jazz.
“Kami berharap kehadiran Deheng House bisa menjadi alternatif pilihan untuk konser di Jakarta, khususnya kawasan Kemang,” tutur Amelia Mailowa, CEO Deheng House..
Another cup guys!