12-prinsip-kepedulian
| ilustrasi M Saleh Hanif/LIONMAG
12 Prinsip Kepedulian
Jemy V Confido
Mon, 19 Sep 2022

Konon, dikisahkan, pada suatu senja di tepi pantai, Xenna berjalan-jalan bersama seorang ratu di tepi pantai. Sang Raja yang dikenal lalim dan kejam tengah terbaring sakit-sakitan menanti ajalnya meskipun aura kekejiannya tidak juga memudar.

Sementara itu, Sang Ratu tengah menulis sebuah kitab kebijaksanaan (book of wisdom) yang diharapkan menjadi tuntunan hidup bagi seluruh rakyatnya. Buku itu berisi keteledanan-keteladanan dan kebaikan-kebaikan yang harus dilakukan oleh seluruh rakyat di kerajaan tersebut.

Terang saja, buku itu ibarat setetes air di tengah padang pasir bagi rakyat yang hidup di bawah kekejaman seorang raja yang lalim. Aneh bin ajaib, Sang Ratu mengumandangkan bahwa penulis book of wisdom adalah suaminya dan bukan dirinya. Menyaksikan keganjilan tersebut, Xenna, sang pendekar, dengan kritis bertanya, “Ratu, Anda yang menulis kitab ini dengan susah payah tetapi kitab ini akan dikenang sebagai karya dari suami Anda.

Apa untungnya bagi Anda?” Sang Ratu dengan senyumnya yang bijak menjawab, “Yang beruntung adalah seluruh rakyat negeri ini karena mendapatkan sebuah kitab yang sangat berharga. Tidak penting siapa yang menulis kitab ini. Yang penting adalah kitab ini dibaca dan diamalkan oleh seluruh rakyat negeri ini.”

Sungguh suatu sikap yang luhur yang telah diperlihatkan oleh Sang Ratu. Suatu sikap yang hanya dimiliki oleh seseorang yang memiliki kepedulian yang tinggi terhadap negerinya.

Beberapa waktu yang lalu, televisi-televisi kita cukup rajin menggelar reality show. Beberapa di antaranya cukup menarik untuk disimak dan bahkan sangat berbobot karena menyentuh nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi. Salah satunya adalah tentang memberikan pertolongan.

Dalam salah satu reality show, diaturlah skenario dimana seseorang yang merupakan aktor dari pembuat reality show tersebut berada dalam kesulitan dan berusaha meminta tolong kepada orang-orang di sekitarnya. Seperti sudah diduga, kebanyakan orang yang dimintai tolong akan menolak dan bahkan menghindar.

Hal ini sangat masuk akal karena setiap orang punya kesibukan dan kepentingan masing-masing tentunya. Belum lagi resiko menjadi korban penipuan atau bahkan tindak kejahatan lainnya. Siapa yang mau mendapat masalah bukan?

Setelah si aktor meminta tolong ke sana kemari dan tidak mendapatkan pertolongan yang dia cari, sang penolong yang dinanti-natikan akhirnya datang juga.

Uniknya, seringkali sang penolong adalah orang yang tidak disangka-sangka. Mereka biasanya adalah orang-orang yang secara ekonomi pas-pasan atau berkekurangan. Bahkan tidak jarang para penolong ini memiliki kekurangan secara fisik jasmaniah meskipun hal tersebut tidak mengurangi kemuliaan hati mereka. Sungguh orang-orang yang memiliki kepedulian yang sangat tinggi.

Dunia ini akan menjadi indah bila dihuni oleh orang-orang yang peduli. Demikian kata Sang Pujangga. Memang benar, ”peduli” adalah sebuah kata yang sudah sangat sering kita dengar dan bahkan kita ucapkan. ”Aku peduli.” Demikian seorang pria berusaha meyakinkan kekasihnya. ”Emang siapa yang peduli?” Seorang anak remaja membalas ledekan temannya. Bahkan para pucuk pimpinan sering juga mendengungkan kepedulian. Tetapi apakah kita sudah benar-benar memahami arti kepedulian? Terlebih lagi, sudahkah kepedulian menjadi karakter kita yang mewarnai kehidupan kita sehari-hari?

Kata ”peduli” atau ”kepedulian” memiliki spektrum yang luas. Dua ilustrasi di atas membuktikan kepada kita bahwa ”kepedulian” tidak memandang strata atau kedudukan. ”Kepedulian” bisa dimiliki oleh seorang ratu tetapi juga bisa dimiliki oleh seorang pedagang minyak keliling yang memiliki handycap untuk berjalan.

”Kepedulian” juga merupakan sesuatu yang melimpah sehingga ia bisa hadir dimana saja dan kapan saja dan tidak menjadi berkurang karena kita memberikannya kepada orang lain. Namun disitulah letak kelemahannya. Karena begitu luasnya spektrum ”kepedulian” maka maknanya bisa menjadi kabur tanpa kita sadari. Karena begitu berlimpahnya ”kepedulian” maka kita mengabaikannya dan menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang sudah semestinya (take it for granted).

Karena kedua alasan tersebut di atas, maka ”kepedulian” bisa menjadi sesuatu yang langka dan mungkin saja punah dari hati nurani manusia. Sebelum hal itu benar-benar terjadi, kita perlu melakukan upaya-upaya yang diperlukan untuk melestarikan ”kepedulian”. Salah satunya adalah dengan menggali kembali prinsip-prinsip yang terkandung dalam ”kepedulian”.

Dalam perjalanan menemukan kembali arti ”kepedulian”, saya melakukan pengamatan terhadap orang-orang yang menurut hemat saya telah memperlihatkan sikap peduli. Hasilnya saya mendapatkan dua belas prinsip berikut ini:

  1. PEDULI BERARTI MEMBERI PERHATIAN kepada hal kecil yang mengakibatkan dampak besar (dan bukan memberikan perhatian kepada hal besar tetapi memberikan dampak kecil).

  2. PEDULI BERARTI BERKOMUNIKASI dengan orang yang disayangi meskipun dialog yang dilakukan sepertinya tidak berjalan dengan baik.

  3. PEDULI BERARTI MENGERTI situasi orang yang disayangi meskipun orang tersebut tidak menyadari situasi yang sedang dihadapinya.

  4. PEDULI BERARTI MELAKUKAN TINDAKAN DENGAN SEGERA pada kesempatan pertama dan bukan sekedar berkotbah belaka.

  5. PEDULI BERARTI MEMBERI KENYAMANAN terhadap orang yang disayangi bahkan pada saat-saat yang paling sulit sekalipun.

  6. PEDULI BERARTI PANJANG KASIH DAN SABAR serta memberikan bimbingan kepada orang yang disayangi untuk menemukan dan mencapai tujuannya.

  7. PEDULI BERARTI BERBAGI bahkan untuk hal-hal yang paling berharga sekalipun sesuai kebutuhan orang yang disayangi.

  8. PEDULI BERARTI KOMITMEN JANGKA PANJANG bahkan ketika orang yang disayangi sudah tidak ada lagi.

  9. PEDULI BERARTI MEMAAFKAN bahkan untuk hal yang paling menyakitkan sekalipun demi tujuan yang lebih mulia.

  10. PEDULI BERARTI PERCAYA terhadap orang yang disayangi, terhadap diri sendiri dan terhadap visi bersama.

  11. PEDULI BERARTI MENYUCIKAN diri dari kepentingan pribadi.

  12. PEDULI BERARTI MENCINTAI Cinta harus memilih tetapi sekali keputusan telah dibuat, tidak ada dalih lagi untuk berhenti mencintai.

Bayangkan bila kita menerapkan ke-dua belas prinsip kepedulian tersebut dalam hidup kita. Bayangkan bila hal itu kemudian menginsiprasi orang-orang di sekitar kita untuk juga melakukannya.

Bayangkan bila akhirnya bangsa ini menjadi bangsa yang ulung dalam menerapkan ke-dua belas prinsip kepedulian tersebut. Sungguh sebuah negeri yang indah bukan?

Sebuah negeri yang sudah melangkah ketahap peradaban yang lebih tinggi dalam sejarah umat manusia. Benar kata Sang Pujangga, dunia ini akan menjadi indah bila dihuni oleh orang-orang yang peduli. Semoga kita bisa lebih peduli!

BACA JUGA

Share

Pilihan Redaksi

Berita Terpopuler

Berita Terbaru