tentang-nilai
| ilutrasi Muhammad Hanif/Lionmag
Tentang Nilai
By Jemy Confido
Thu, 18 Aug 2022

“Try not to become a man of success, but rather try to become a man of value.” - Albert Einstein

Dengan apakah harkat dan derajat manusia diukur? Pepatah mengatakan: ”Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang.” Pepatah tersebut jelas menyiratkan kekayaan dan nama besar, itulah paling tidak dua hal yang menjadi ukuran penilaian harkat dan derajat manusia. Benarkah?

Dalam perjalanan hidupnya, umat manusia berusaha meraih atau menghasilkan sesuatu seperti harta kekayaan, kedudukan, kemashuran, ilmu pengetahuan dan maha karya. Semua itu seringkali dijadikan ukuran untuk menilai harkat dan derajat seseorang. Buktinya, berbagai penghargaan selalu diberikan untuk masing-masing kriteria tersebut.

Untuk urusan kekayaan, terdapat organisasi-organisasi atau majalah-majalah yang mengeluarkan daftar orang terkaya di suatu wilayah setiap tahunnya. Salah satunya adalah majalah Forbes yang secara berkala mengeluarkan daftar orang terkaya di suatu negara, di suatu benua hingga di seluruh muka Bumi. Untuk kedudukan pun demikian.

Setiap tahun diberikan begitu banyak penghargaan untuk mengapresiasi CEO terbaik, tokoh paling berpengaruh dan sebagainya. Kemashuran atau ketenaran pun tak kalah heboh. Photo atlit terpopuler, artis terkenal, dan pengusaha ternama seringkali menghiasi sampul berbagai media. Demikian pula untuk urusan ilmu pengetahuan. Sama pula halnya untuk urusan ilmu pengetahuan dan mahakarya.

Namun sayangnya, upaya luhur umat manusia tersebut tidak selalu dilalui dengan mulus. Dalam perjalanan mencapai nilai yang tinggi bagi hidupnya tersebut, kerap kali terjadi pertikaian sengit yang justru bertentangan dengan keagungan dari nilai yang hendak diraih itu sendiri. Demi mendapatkan harta kekayaan, kedudukan, kemashuran, ilmu pengetahuan dan maha karya, manusia bisa melakukan hal-hal yang sesungguhnya tidak sepatutnya atau bahkan tidak manusiawi.

Namun begitulah kehidupan. Manusia seakan dikodratkan untuk berlomba-lomba meraih apa yang bernilai menurut mereka. Mengapa? Karena diyakini, entah dari mana asalnya, bahwa orang-orang yang memiliki sesuatu yang bernilai bisa menapaki kehidupan untuk menuju ke puncak dengan mulus. Bahkan bagi sebagian orang, raihan-raihan nilai tersebut merupakan puncak itu sendiri. Sebaliknya, orang-orang yang tidak memiliki sesuatu yang bernilai akan tertatih-tatih menelusuri liku-liku kehidupan atau bahkan terbenam sama sekali.

Tentu saja keyakinan tersebut tidak sepenuhnya benar. Memiliki sesuatu yang bernilai tinggi bisa saja justru membawa orang yang memilikinya terjerumus bila ia tidak hati-hati menggunakannya. Namun tetap saja kebanyakan orang lebih mempersoalkan bagaimana bisa mendapatkan sesuatu yang bernilai tersebut ketimbang memikirkan bagaimana menggunakannya dengan benar. Bahkan tidak jarang seseorang berusaha mendapatkan sesuatu yang bernilai tersebut dengan menggunakan cara-cara yang picik atau licik.

Tidak sedikit pula orang yang berusaha menjegal orang lain untuk meraih sesuatu yang bernilai tersebut manakala ia sendiri tidak dapat meraihnya. Bahkan ada pula yang tega menghilangkan atau menghancurkan suatu nilai yang telah dicapai orang lain.

Dalam proses kelahiran dan kehancuran nilai tersebut, saya mengidentifikasi terdapat tujuh jenis manusia yang dibedakan menurut peran mereka masing-masing. Ke tujuh peran tersebut adalah:

1. Creator. Peran yang satu ini memberikan sumbangsih yang paling bermakna dalam penciptaan nilai. Para creator menemukan gagasan dan menciptakan impian. Lalu dengan hasrat yang tinggi, mereka menginspirasi orang lain. Selanjutnya, mereka juga terlibat dalam proses pengerjaan untuk mewujudkan impian dan gagasan tersebut. Thomas Edison dan Walt Disney merupakan contoh para creator.

2. Improver. Para improver menangkap gagasan dan spirit dari para creator. Lalu mereka mempelajari kelemahan dari gagasan-gagasan tersebut dan kemudian memperbaikinya sehingga memberikan manfaat yang lebih besar. Banyak inovator, konseptor dan pemimpin moderen yang merupakan improver.  

Mereka menangkap spirit dari para pendahulunya, mempelajari kekurangannya, lalu kemudian melakukan perbaikan. Jack Welch, mantan CEO General Electric (GE), merupakan seorang improver. Ia bersedia mengambil gagasan dari mana saja untuk kemudian memperbaikinya dan menerapkannya di GE.

3. Mediator. Peran mediator sangat penting dalam mewujudkan gagasan para creator dan improver. Selain mengkomunikasikan dan menyampaikan gagasan-gagasan tersebut, khususnya kepada pihak-pihak yang tidak terjangkau oleh para creator dan improver, para mediator juga mencurahkan komitmen mereka untuk mewujudkan gagasan-gagasan tersebut. Pandit Jawaharlal Nehru merupakan contoh mediator yang berkomitmen tinggi. 

4. Enabler. Para enabler lebih tidak terlihat peranannya secara langsung, namun tanpa kehadiran para enabler, para creator belum tentu bisa mencapai hasil tertinggi mereka. Kehadiran para enabler telah memberikan kematangan dan kemampuan bagi para creator untuk bisa menemukan gagasan dan impian mereka.

Dengan kesabaran dan kecerdasan yang tinggi, para enabler menemukan cara yang paling tepat untuk membimbing para creator.  Aristoteles dan Anna Sullivan merupakan contoh para enabler hebat.

5. Evaluator. Para evaluator tidak terlibat dalam penciptaan nilai. Mereka memberikan penilaian dan kritik terhadap apa yang dihasilkan. Kehadiran para evaluator memberikan keseimbangan bagi para creator yang tengah melaju dengan gagasan-gagasan mereka. Para juri dan kritikus memainkan peran sebagai evaluator dalam penciptaan nilai.

6. Claimer. Para claimer merupakan orang-orang yang mengakui nilai yang sesungguhnya dihasilkan atau dimiliki oleh orang lain. Tidak peduli spirit dan perjuangan yang telah dilalui oleh para creator, para claimer mengklaim bahwa semua nilai itu merupakan milik mereka.

Para plagiat dan pihak-pihak yang menggugat nilai tanpa dasar yang kuat bisa dikelompokkan sebagai claimer. Khususnya, bila mereka melakukan klaim tersebut tanpa melalui perjuangan yang sesungguhnya.

7. Destructor. Para destructor melakukan penghancuran secara brutal terhadap nilai-nilai yang sudah terbangun dengan baik. Tujuan para destructor bukanlah untuk melakukan perbaikan, tapi semata-mata untuk menutupi ketidakmampuannya dalam mencapai nilai yang setara atau keinginannya untuk menghambat orang lain dalam mencapai nilai-nilai mereka. Para invader dan pengkhianat yang culas merupakan contoh para destructor.

Kita dengan mudah bisa segera mengenali bahwa para creator, improver, mediator dan enabler berperan positif terhadap penciptaan nilai. Sementara itu, evaluator menjadi penyeimbang. Sebaliknya, para claimer dan destructor memainkan peran negatif terhadap penciptaan nilai.

Sejarah membuktikan, para creator, improver, mediator dan enabler telah mengubah dunia dan menjadi orang-orang yang dicintai. Sebaliknya para claimer dan destuctor justru menyusahkan banyak orang dan karenanya dihujat di setiap tempat dan saat. Menilik pada sejarah yang terus berulang tersebut, maka saya ingin mengajak para pembaca untuk merumuskan ulang tentang nilai.

Menurut hemat saya, bukan seberapa besar nilai yang dimiliki seseorang yang dijadikan ukuran harkat dan derajat manusia melainkan seberapa berat perjuangan yang ia lalui dan terlebih lagi, bagaimana ia menggunakan apa yang telah diraihnya tersebut. Semakin berat dan tulus perjuangan yang ia lalui dan semakin ikhlas saat ia menggunakannya, maka semakin tinggilah harkat dan derajat seseorang. Ingin menjadi orang seperti apakah Anda? Semoga Anda membuat keputusan yang tepat untuk hal yang satu ini.

BACA JUGA


Artikel ini pernah dimuat di Majalah Lionmag edisi Desember 2016
Share

Pilihan Redaksi

Berita Terpopuler

Berita Terbaru