rambu-solo-di-toraja-mengantar-jenazah-palayuk-hingga-ke-patane
Deratan lantang-lantang itu dibangun untuk rambu solo' almarhum Johanis Palayuk Tallulebang di sebuah kampung di Kecamatan Kapala Pitu, Toraja Utara. | Foto Makhfud Sappe/LIONMAG
Art & Culture
Rambu Solo’ di Toraja : Mengantar Jenazah Palayuk Hingga ke Patane
By Burhanuddin Bella
Sat, 06 Aug 2022

Matahari mulai condong ke barat. Cahayanya menyinari deretan lantang--bangunan khas Toraja dalam upacara kematian. Meski sinar matahari di atas ubun-ubun, tetapi panasnya tidak terasa menyengat.

Lolai, tempat deratan lantang-lantang itu dibangun, sebuah kampung di Kecamatan Kapala Pitu, Toraja Utara. Letaknya di atas ketinggian 1.300-1.500 dari permukaan laut. Area di kawasan pegunungan ini lebih sering diselimuti kabut, dari petang hingga pagi menjelang. Suhu udara dirasakan sejuk hampir sepanjang hari.

Siang itu, Senin 18 Juli 2022, jenazah Johanis Palayuk Tallulembang yang meninggal September tahun lalu dalam usia 91 tahun mulai diarak dari alang ke lakkean. Dalam upacara rambu solo’, ritual pemakaman berdasar keyakinan aluk todolo di Toraja, memindahkan jenazah dari alang ke lakkean disebut ma’palao atau ma’pasonglo. Momen ini ramai dikunjungi wisatawan.


Ma'badong tarian duka dalam ritual rambu solo' di Toraja. Foto Makhfud Sappe/LIONMAG

Istri Palayuk, Agnes Datu Sarongallo, lebih dulu wafat. Meninggal Agustus 2011 dalam usia 72 tahun, upacara rambu solo’ Agnes Datu Sarungallo digelar akhir tahun yang sama. Usai ritual rambu solo’, ia dikuburkan di patane. Bangunan pemakaman keluarga di Toraja ini menjadi tempat peristirahatan terakhir.

Rambu solo’ adalah upacara adat untuk menghormati dan menghantarkan arwah keluarga yang meninggal menuju alam roh pada peristirahatan terakhir. Upacara ini sering juga dikategorikan penyempurnaan kematian.

Dalam keyakinan aluk todolo, seorang yang telah meninggal belum mendapatkan kesempurnaan sebelum upacara rambu solo’. Jasadnya tetap dianggap hidup, diperlakukan seperti layaknya anggota keluarga yang sedang sakit.


Jenazah dinaikkan ke lakkean. Foto Makhfud Sappe/LIONMAG

Sebelum pesta rambu solo’, jenazah Palayuk disemayamkan di Tongkonan To’ Pao, rumah adat keluarga Tallulembang di Lolai, tempat kelahiran Palayuk pada 5 Mei 1930. Jenazahnya dipindahkan ke alang dua hari sebelum diarak ke lakkean. Alang itu berada di area Tongkonan To’ Pao, di area itu pula digelar upacara rambu solo’.

Lakkean berada di rante, lokasi upacara rambu solo’. Bangunannya lebih tinggi dari bangunan lantang lainnya. Saat dipindahkan ke lakkean, jenazah diletakkan di dalam keranda, diarak mengitari rante.

Di ritual ini, bombongan atau gong berada paling depan, dibunyikan berirama, disusul tombi (bendera) yang disediakan sesuai jumlah kerbau yang disediakan keluarga. Kerbau paling depan jenis balea (parepe) yang dihiasi kain di punggungnya, disusul kerbau belang (tedong bonga), dan lainnya. Di depan keranda yang diusung, dibetangkan puluhan meter kain berwarna merah, menaungi keluarga duka. Semuanya perempuan.


Dokter Felicitas Tallulebang, putri sulung almarhum Johanis Palayuk Tallulebang dalam ritual rambu solo'. Foto Makhfud Sappe/LIONMAG


Cucu almarhum, Andi Seto Ghadista Asapa bersama istri Andi Nurhilda Daramata Asiah (kiri) dan Andi Debbi Yudhista Asapa. Foto Makhfud Sappe/LIONMAG

Masyarakat aktif melibatkan diri dalam prosesi pemindahan jenazah dari alang ke lakkean. Mereka bergotong royong, bahu membahu, tak hanya saat ritual ma’pasonglo, tetapi sejak persiapan hingga pesta adat usai. Wisatawan domestik dan mencanegara antusias menyaksikan seluruh rangkaian prosesi rambu solo’.

Sejak jenazah dipindahkan dari alang ke lakkean, dilakukan penyembelihan kerbau dan babi. Pada upacara rambu solo’, puluhan kerbau dan babi disembelih. Jenis kerbau pun beragam, seberagam harganya. Tertinggi kerbau belang jenis saleko. Harganya bisa setara sepuluh kerbau jenis lainnya.

Berbeda dengan di daerah lain, penyembelihan kerbau dalam upacara rambu solo’ dilakukan dengan menebas leher kerbau. Kerbau yang disembelih dalam posisi berdiri, tidak dibaringkan. Porsesi ini namanya ma’ tinggoro, sang algojo disebut pa’tinggoro. Penyembelihan dilakukan di rante, di tengah deretan lantang.

Seorang tertua adat menyatakan, menjadi seorang pa’tinggoro hanya membutuhkan nyali, punya keberanian melakukan penyembelihan. Tak ada ilmu khusus, yang penting pisau atau parang tajam. Ketrampilan kian terasa bila lebih sering mengambil peran ma’tinggoro.


Mappasilaga tedong salah satu ritual dalam rambu solo' yang paling ditunggu-tunggu. Foto Makhfud Sappe/LIONMAG

Kerbau-kerbau yang akan disembelih lebih dulu diadu. Adu kerbau (ma’pasilaga tedong) dilakukan di lapangan terbuka. Bergantian kerbau yang akan diadu digiring ke tengah lapangan. Tiap kerbau aduan diberi nama, tertulis di badan kerbau. Kerap kerbau beradu sekitar setengah jam, membuat penonton yang menyaksikan diliputi ketegangan. Namun, tidak jarang hanya berlangsung singkat.

Malam hari warga dan keluarga menyajikan tarian duka, ma’badong. Puluhan orang membentuk lingkaran, kelingking terpaut satu sama lain. Tarian tanpa musik, orang yang ikut ma’badong melantunkan syair-syair pujian kepada orang yang meninggal. Beberapa wisatawan mancanegara ikut di dalam lingkaran, mengikuti gerakan penari lainnya.

BACA JUGA

Mabadong Tarian Duka Ritual Rambu Solo'
Rambu Solo' Mengantarkan Arwah ke Nirwana

E-mag LIONMAG edisi agustus-september-2022


Sehari setelah jenazah berada di lakkean digelar acara allo katongkonan. Tamu datang melayat, memberi penghormatan terakhir kepada almarhum. Rombongan tamu disampaikan melalui pengeras suara. Melalui pengeras suara juga diinformasikan sumbangan kerabat untuk upacara ini, baik berupa kerbau maupun babi.

Rombongan tamu disambut secara adat. Tamu diantar oleh pa’randing (penari perang) menuju lantang yang sudah disiapkan. Para pa’randing membawa perisai, pedang, dan sejumlah ornamen. Perisai terbuat dari kulit kerbau—konon menyimbolkan kekayaan karena hanya orang kaya yang memiliki kerbau sendiri. Saat tamu dijamu, di tengah rante digelar ma’badong.

Akhir dari rangkaian upacara rambu solo’ pemakaman almarhum Johanis Palayuk Tallulembang dilakukan pada 23 Juli 2022. Jenazah ayah mantan anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra, dr Felicitas Tallulembang dan anggota DPRD Sulawesi Selatan, Firmina Tallulembang, ini diantar ke tempat peristirahatan terakhir di Patane Nonongan Siguntu’, beberapa kilometer dari lokasi rambu solo’. (*)

TERKAIT  : Rambu Solo' Pemakaman Palayuk Tallulembang 11-23 Juli 2022
 

Share

Pilihan Redaksi

Berita Terpopuler

Berita Terbaru