Minangkabau. Kata ini langsung mengisi benak kala ditanya tentang Sumatera Barat. Jika menyambangi Kota Padang, Minangkabau langsung muncul jadi sebutan. Kian lama sebutan tersebut hinggap di pikiran, kian tinggi pula rasa penasaran tentang Minangkabau. Semuanya terjawab kala berada di Museum Adityawarman, Kota Padang.
Semua mafhum Kota Padang memiliki kekayaan kuliner dan bentang alam memikat bernilai jual tinggi. Namun, kota ini juga memiliki objek wisata edukasi yang tidak kalah penting ditelusuri. Semuanya tersaji di Museum Adityawarman, termasuk sejarah budaya Minangkabau yang terkenal dengan sistem matrilineal yang menjadikannya sebagai salah satu suku terbesar di Indonesia.
Matrilineal merupakan sistem yang mengatur kehidupan dan ketertiban dalam masyarakat, terikat dalam suatu jalinan kekerabatan dalam garis ibu. Seorang anak lelaki atau perempuan dalam keluarga merupakan bagian garis keturunan yang dibawa oleh darah ibu mereka. Harta dan tanah diwariskan dari ibu kepada anak perempuan. Sementara keagamaan dan politik menjadi urusan kaum lelaki.
Perkembangan budaya Minangkabau dari dulu hingga kini itu bisa dipelajari di Museum Adityawarman, salah satu museum terpenting yang mengangkat sejarah masyarakat Minangkabau serta peninggalan kebudayaan mereka sejak masa prasejarah hingga era modern.
Adityawarman sebagai nama museum merujuk Raja Minangkabau yang berkuasa pada 1347-1375 M. Tinjauan sejarah menyebutkan Adityawarman merupakan salah satu Raja Minangkabau dari trah bangsawan Kerajaan Majapahit.
Di museum itu pula bisa dikenali pernak-pernik kehidupan masyarakat Minang, langsung dari koleksi yang mereka miliki beserta penjelasan terperinci. Museum yang dibangun pada 1974 dan diresmikan pada 16 Maret 1977 oleh (kala itu) Mendikbud Prof Dr Sjarif Thayeb itu juga berfungsi sebagai pusat pelestarian benda bersejarah, meliputi Cagar Budaya Minangkabau, Cagar Budaya Mentawai, dan secara umum Cagar Budaya Nusantara.
Berdiri di atas lahan seluas 2,6 hektare dengan luas bangunan sekitar 2.855 meter persegi, ciri utama Museum Adityawarman adalah arsitektur rumah bagonjong atau rumah gadang, gaya khas arsitektur tradisional Minangkabau. Bagonjong berbentuk rumah panggung dengan atap meniru bentuk seperti tanduk kerbau bertumpuk. Terdapat tujuh gonjong pada atap museum tersebut. Detail-detail ukiran berwarna merah, kuning, dan hijau menghiasi rumah bagonjong kala dilihat dari depan.
BACA JUGA
Koleksi-koleksi tersebut juga mencakup jenis-jenis perhiasan tradisional, pernak-pernik busana, instrumen musik, replika sajian kuliner khas dalam berbagai upacara adat, serta berbagai perkakas yang digunakan dalam keseharian kehidupan masyarakat tradisional Minangkabau.
Museum Adityawarman memiliki referensi peninggalan sejarah cukup beragam tentang berbagai aspek kebudayaan Minangkabau dan Sumatera Barat. Museum ini memiliki lebih dari 6.000 koleksi peninggalan budaya yang terbagi atas 10 kategori koleksi. Kategorisasi koleksinya adalah Geologika atau Geografika, Biologika, Etnografika, Arkeologika, Historika, Numismatika atau Heraldika, Filologika, Keramologika, Seni Rupa, serta Teknologika
Di Museum Adityawarman itu juga didapati mushaf Al Qur’an tempo dulu serta penjelasan masuknya Agama Islam ke Sumatera Barat. Pada salah satu sudut juga didapati dekorasi pernikahan dengan adat Minangkabau. Tidak ketinggalan pula beberapa peninggalan budaya zaman silam.
Singkat kata, keragaman peninggalan budaya Minangkabau bisa begitu mudah dipelajari dan dicerna di museum yang berlokasi di Jalan Diponegoro No 10 Kelurahan Belakang Tangsi, Kecamatan Padang Barat, Kota Padang.