DOKTER yang menjadi tokoh kita kali ini dalam banyak hal sangat menyenangkan. Ia amat gemar membaca dan banyak tahu tentang hal di luar profesinya. Kalau ia bercerita tentang sesuatu, caranya sangat menarik, mengandung daya pukau yang sangat memikat sampai ujung cerita. Sesungguhnya ia berbakat sekali untuk menjadi penulis cerpen. Cerita-ceritanya menarik bukan hanya lantaran teknik atau cara penyuguhannya yang memukau, tetapi juga karena keragaman isi ceritanya. Jika umpama ia bercerita tentang film, maka Anda akan dibuatnya kaget: film-film produksi tahun-tahun tiga puluhan sampai tahun delapan puluhan, judul-judulnya dihafal di luar kepala. Yang dimaksud, tentu saja film-film yang bagus yang pernah ramai diperbincangkan oleh kaum kritisi film. Begitu pula nama-nama bintang, sutradara, penulis cerita dan skenario, dihafal mati. Demikian pula nama-nama asing itu diucapkannya dengan lafal yang sangat meyakinkan. Pada saat ia bercerita seperti ini, orang lantas kurang percaya kalau dia itu sesungguhnya dokter.
BACA SAMBIL NGOPI : Secangkir Seribu Cerita
Anda ingin bertanya tentang apa? Tanyakan saja kepadanya, jawabannya pasti meyakinkan. Tanya soal kimono, dasi, mantra- mantra Bugis, novel, sejarah perebutan kekuasaan di negara-negara Amerika Latin, sandiwara, atau barangkali Anda ingin tahu tentang kuda Arab, masakan Cina, obat kuat, kera dan kura-kura, semua itu dapat ia terangkan panjang lebar secara amat "profesional". Bagaimana sampai ia tahu semua itu, itulah pertanyaan yang sukar dijawab.
Sebagai dokter, ia buka praktik saban sore, kecuali hari libur. Waktu paginya sampai siang digunakannya mengajar. Menurut kalangan mahasiswa, ia salah seorang dosen yang sangat disenangi. Lagi-lagi, bukan hanya lantaran kemampuannya memberi kuliah, tetapi terutama karena kesanggupannya "melacak" hal terbaru yang sedang tumbuh dan mulai berkembang di dalam disiplin ilmu yang digumulinya. Ia selalu tampil tidak hanya dengan wajah yang cerah, tetapi juga dengan bahan kuliah yang menyentuh serta mengorek "ingin tahu" mahasiswa.
Terus terang, sungguh mati, saya kagum sekali pada dokter ini. Pertanyaan yang selalu muncul dan menggoda di benak saya adalah bagaimana cara menyisihkan dan menggunakan waktunya yang sangat padat itu, untuk membaca buku-buku yang tentu saja banyak dan macam-macam itu? Pertanyaan itu belum pernah terjawab. Makin tak terjawab pertanyaan itu, makin menyeruak rasa kagum saya kepadanya.
*****
HAMPIR setiap malam minggu, dokter yang amat sibuk ini dapat juga dijumpai di nite club. Ia sebuah nama yang teramat penting bagi segenap hostess yang bekerja di sana. Ia selalu mampu membangkitkan rasa harga diri hostess yang dibookingnya. Ia tak pernah memperlihatkan sikap acuh tak acuh. Penampilannya senantiasa hangat, tetapi sopan. Selain itu, ia tak pernah lupa memberi tip di saat pamitan. Rasanya wajib juga Anda ketahui bahwa di kalangan pengunjung tetap nite club itu, dokter kita ini dikenal sebagai pedansa yang sangat mempesonakan. Jika ia turun melantai dengan irama cha cha cha, tango, rumba, samba atau walz, maka sebagian besar pengunjung lebih suka tinggal duduk di kursi menyaksikan dia mempertunjukkan kebolehannya. Ia selalu menjadi tontonan gratis yang mengasyikkan. Orang-orang dibuatnya tak pernah jemu. Kapan dan di mana pula ia belajar dansa sehingga mencapai tingkat "profesional" seperti itu, juga tidak ada yang tahu. Saya makin mengaguminya.
*****
DOKTER kita yang sangat luar biasa ini sukses pula membawa diri ke lingkungan pergaulan yang sangat luas. Ia akrab dengan para penguasa dan pengusaha, wartawan maupun seniman. Ia selalu sanggup mencairkan kebekuan yang terjadi kapan dan di mana pun. Ia menduduki tempat yang begitu istimewa sehingga ketakhadirannya selalu dipertanyakan orang. Tidak jarang terjadi, acara pertemuan terpaksa ditunda karena menunggu kehadirannya. Memang terasa mustahil untuk menemukan orang yang mempunyai cadangan bahan bergudang-gudang seperti dia.
*****
PADA suatu hari libur, dokter ini menjemput saya di rumah. Ia minta ditemani keluar kota. Saya dengan senang hati memenuhi pintanya. Kesempatan bersama dia merupakan waktu yang amat berharga, seperti membaca buku atau menonton film yang bermutu. Dalam perjalanan santai ini, ia bercerita mulai tentang apa yang dimaksud dengan teori relativitasnya Einstein, nasib dan hari depan bangsa-bangsa yang bermukim di belahan selatan bumi ini, sampai bagaimana upaya bangsa Indonesia membudayakan "norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera". Saya, yang juga dikenal oleh teman-teman sebagai tukang cerita, mati kutu tidak berkutik. Dalam benak saya lagi-lagi muncul berbagai pertanyaan, tiba-tiba sebuah mobil pickup colt menyerobot ke depan lewat sisi kiri mobil kami dan menabrak seorang pejalan kaki. Korban ini menggelepar di pinggir jalan, sementara colt lari terus. Peristiwa itu begitu mendadak sehingga saya dalam keadaan gugup melengking berteriak: "Stop, stop, Dokter. Kita harus tolong korban itu!"
Alangkah terperanjatnya saya, ketika menyadari mobil yang dikemudikan oleh pemiliknya sendiri, si dokter sahabatku itu, tidak berhenti, malah makin tancap gas saja. Keterperanjatan saya makin menjadi-jadi ketika sempat mendengar dari mulutnya keluar bunyi siulan entah lagu apa, sambil mengucapkan: "Tenang, tenang saja, Bung. Kalau korban itu belum tiba ajalnya, akan ada dokter lain yang bakal menyelamatkan jiwanya. Si korban maupun si penabrak lari, kedua-duanya bukan urusan kita!"
Haah, sungguh tak masuk akal jika kata-kata seperti itu keluar dari mulut seorang dokter. Lalu tiba-tiba kekaguman saya kepadanya selama ini menyusut dan berubah menjadi semacam kekecewaan. Saya merasa terkecoh dengan sisi tertentu kepribadiannya, sedangkan sisinya yang lain ternyata masih asing bagi saya.*****
BACA JUGA :
* Tulisan ini bagian dari buku kumpulan tulisan Arsal Alhabsi "WARTAWAN KOBOI', dimuat di Harian Fajar tahun 1994-1996 dalam Kolom : Bacaan Sekolom Sambil Minum Kopi.