voice-against-reason-pameran-terbaru-museum-macan
Instalasi berjudul 'Bisma (2023)' karya perupa Indonesia I Wayan Jana. | DOC. MUSEUM MACAN
Art & Culture
Voice Against Reason: Pameran Terbaru Museum MACAN
Devy Lubis
Fri, 17 Nov 2023
Pameran terbaru Museum MACAN ‘Voice Against Reason’ dibuka untuk publik besok, Sabtu 18 November 2023. Pameran ini akan berlangsung selama lima bulan ke depan, tepatnya hingga 14 April 2024.

Karya terbaik 24 perupa lintas Asia-Pasifik dipamerkan untuk kali pertama. Dari bentangan kain sepanjang lebih dari 1 meter sebagai kanvas bagi perupa Indonesia Jumaadi dan perupa Pakistan Khadim Ali, hingga instalasi mini 7x7 cm koleksi Galih Johar berjudul ‘Ekspektasi’.

Apa makna dari bersuara atau berpendapat? Voice Against Reason menggali pertanyaan ini. Pameran merajut realitas temporer yang rapuh, yang terhubung dengan narasi-narasi pribadi, konteks sejarah, dan tema-tema politik, serta geografi, semua melalui sudut para perupa kontemporer terkemuka.


Direktur Museum MACAN Aaron Seeto mengungkapkan, pameran ini dimulai dari gagasan bahwa perupa membantu kita dalam menyuarakan dan memberi bentuk pada isu-isu dan ide-ide yang terkadang bergolak di bawah permukaan, atau yang mungkin berlawanan dengan arus.

Di masa ini, di mana teknologi terkadang mendorong keseragaman, atau penulisan sejarah yang menyamarkan pengalaman individu dan pribadi yang berbeda, berbicara atau mengungkapkan pendapat adalah hal yang penting agar kita dapat melihat lingkungan sekitar dengan cara yang lebih kritis.

“Selama lebih dari 12 bulan, kami telah bekerja sama dengan para perupa dalam mengembangkan dan mengkomisi sejumlah karya baru yang akan dipamerkan bersamaan dengan karya-karya besar oleh para perupa dari seluruh regional Asia. Voice Against Reason digagas tidak hanya sebagai sebuah pameran, namun sebagai sebuah wadah keterlibatan yang dinamis antara perupa, karya, dan pengunjung,” kata Aaron.


Sisi dinamis itu dipertegas ko-kurator Putra Hidayatullah melalui keterlibatan perupa dari sejumlah negara, seperti Australia, Bangladesh, India, Jepang, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam. “Pameran ini mengajak kita menggali lebih dalam tentang perbatasan, narasi pribadi, sejarah, dan politik yang saling terkait dengan geografi dan lanskap budaya yang beragam.”


Menafsirkan Bayang-bayang. Bertepatan dengan pembukaan pameran, Museum MACAN menghadirkan penampilan perdana dari Sirkus di Tanah Pengasingan: Oyong-oyong Ayang-ayang, pertunjukan wayang terbaru oleh Jumaadi dan The Shadow Factory. Jadwal pertunjukan terbatas pada 18-26 November 2023.

Pertunjukan wayang yang inovatif ini menampilkan ratusan wayang kertas dalam berbagai ukuran dan bentuk. Setiap wayang kertas mewujudkan sebuah potongan peristiwa. Wayang-wayang ini dimainkan secara terampil oleh dua orang pawang bayang-bayang di atas dua mesin overhead projector, diiringi dengan musik eksperimental.

Pertunjukan yang berdurasi 45-60 menit ini mengandung unsur kekerasan dalam sejarah dan cocok untuk segala umur, dengan bimbingan orang tua untuk anak-anak.

Karena keterbatasan kapasitas, pengunjung yang ingin menonton pertunjukan ini diharapkan untuk melakukan reservasi terlebih dahulu di www.museummacan.org/shadowplay.


Membicarakan Ingatan Bersama. Voice Against Reason dilengkapi dengan rangkaian diskusi, program kuliah terbuka, dan program-program publik. Rangkaian acara akan berlangsung sepanjang periode pameran, serta dirancang untuk memperdalam keterlibatan audiens dengan karya seni dan tema-tema yang digagas oleh tim Kuratorial dan Edukasi Museum MACAN, dengan dukungan ko-kuratorial dari Putra Hidayatullah dan Rizki Lazuardi

Sebuah wicara bersama Hyphen–, Kamruzzaman Shadhin, Nadiah Bamadhaj, Natasha Tontey, Sikarnt Skoolisariyaporn, dan Khaled Sabsabi bersama dengan ko-kurator Rizki Lazuardi dan Putra Hidayatullah, digelar Sabtu, 18 November 2023, dari pukul 13:00-15:00 WIB.

Acara bincang-bincang yang akan dibawakan dalam bahasa Inggris ini dibagi dalam dua sesi. Sesi pertama ‘Remnants and Remembrance’ akan membedah praktik artistik yang digunakan untuk menyampaikan memori kolektif. Sesi kedua ‘Future Forecast’ akan berfokus pada eksplorasi pergeseran praktik budaya dan tradisi. Juga peran teknologi dan seni kontemporer dalam prosesnya.


Share

Pilihan Redaksi

Berita Terpopuler

Berita Terbaru