safari-sungai-bersejarah-di-jantung-borneo
Batik Air baru-baru ini membuka rute baru ke Pangkalan Bun dari dua titik keberangkatan, yakni Jakarta-Pangkalan Bun dan Surabaya-Pangkalan Bun. | Foto: Dody Wiraseto/LIONMAG
Destination
Safari Sungai Bersejarah di Jantung Borneo
Dody Wiraseto
Sun, 10 Mar 2024

Kapal kelotok berjalan pelan di tengah arus Sungai Sekonyer yang tenang berwarna coklat. Di tepian sungai, perahu-perahu kecil tertambat di bawah pohon Nipah. Di atas perahu, penduduk sekitar sungai menggantungkan hidup dengan memancing udang. Aktivitas mereka menjadi pemandangan jamak, sepanjang saya menyusuri sungai bersejarah ini.

Dibalik alurnya yang berkelok-kelok dan menenangkan, sungai ini ternyata memiliki cerita sejarah kepahlawanan pada zaman penjajahan Belanda. Nama Sekonyer yang tidak biasa ternyata diambil dari nama kapal Belanda Lonen Konyer. Kapal ini karam karena ditembak meriam oleh para penjuang yang bersembunyi di rimbunan pohon nipah. Peristiwa itu terjadi di tahun 1948 ketika Tentara Belanda kembali berusaha menjajah dan menggempur basis- basis gerilyawan Indonesia.

Sejak itu, sungai yang awalnya bernama Sungai Buaya ini diganti menjadi Sungai Sekonyer oleh masyarakat. Sungai ini semakin dikenal luas oleh dunia seiring menjadi satu-satunya akses untuk menuju Taman Nasional Tanjung Puting, destinasi wisata populer yang sepanjang 2017 lalu kedatangan 24.693 wisatawan. Dari total wisatawan tersebut, mayoritas dari wisatawan mancanegara yakni 14.933 sedangkan wisatawan nusantara sebanyak 9.760.

Berwisata ke Sungai Sekonyer pun semakin mudah. Batik Air baru-baru ini membuka rute baru ke Pangkalan Bun dari dua titik keberangkatan, yakni Jakarta-Pangkalan Bun dan Surabaya-Pangkalan Bun.


Menyusuri Sungai Sekonyer dengan kapal kelotok memang menjadi pilihan utama saya. Masuk ke belantara hutan dengan beragam hewan liar masih terjaga seakan menawarkan pengalaman yang berbeda. Fasilitas yang diberi kapal kelotok pun termasuk lengkap. Di bagian belakang dek kapal, terdapat ruang makan terbuka yang membuat makan siang menjadi tidak biasa.

“Periode terbaik untuk menyusuri Sungai Sekonyer itu sebenarnya dari Mei sampai Oktober. Momennya saat musim kemarau karena peluang untuk melihat hewan-hewan liar lebih besar. Tapi kekurangannya di periode tersebut biasanya banyak orang,” ujar Yomie Kamale, Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI), Kalimantan Tengah yang turut menemani saya sepanjang menyusuri sungai.

Wisata susur sungai ini tidak hanya berfokus melihat Orang Utan di camp-camp taman nasional. Tetapi lingkupnya lebih luas mulai dari pengamatan beragam hewan-hewan di sepanjang Sungai Sekonyer, trekking siang dan malam, kamping kadang canoeing hingga adopsi pohon. Bahkan kadang-kadang banyak juga wisatawan mancanegara yang sengaja bersandar di tepian pohon nipah sembari melihat burung dan kunang-kunang yang kerap datang saat malam hari.

Karena kapal kelotok menjadi salah satu komponen utama, tidak heran kapal ini didesain senyaman mungkin. Ruang luas dan tempat tidur dilengkapi dengan kelambu demi memberikan waktu istirahat maksimal untuk wisatawan. Biasanya penyedia jasa kapal kelotok memberikan pilihan kelas kelotok mulai dari Ekonomi yang mampu menampung 4-5 orang, Standar 6-7 orang, ekonomi premium 10 orang.


Sungai Sekonyer dan Taman Nasional Tanjung Puting memang menjadi kombinasi tepat. Tanjung Puting pun sudah lama dikenal sebagai salah satu pusat konservasi Orang Utan. “Tanjung Puting merupakan kota Orang Utan dunia karena studi pertama Orang Utan di sini 1971. Populasi terbanyak dunia,” ujar Yomie.

Lokasinya pun harus menyusuri anak Sungai Sekonyer yakni Sungai Simpang Kanan. Memasuki sungai ini warna air langsung berubah dari coklat menjadi warna seperti teh yang pekat. Selain Orang Utan jenis primata lainnya yang mendiami yakni kera ekor panjang, bekantan, beruk, lutung, kelasi atau monyet merah. Selain itu ada pula hewan nocturnal yakni Kukang dan Tarsius. Sedangkan untuk jenis burungnya, yang paling sering terlihat adalah burung Kingfisher, atau biasa disebut burung Raja Udang.

Memasuki Sungai Simpang Kanan suasana semakin hening. Di anak sungai yang hanya selebar dua setengah kapal kelotok besar membawa saya seakan menyusuri Sungai Amazon seperti yang saya lihat di film-film luar negeri. Di sisi kanan kirinya terdapat bakau dan juga pohon tinggi yang menjadi rumah bagi bekantan. Setelah sekitar 2 jam menyusuri Sungai Simpang Kanan, saya tiba di Camp Leakey. Di sini tempat wisatawan biasanya melihat Orang Utan.


Orangutan di Camp Leakey Taman Nasional Tanjung Puting. (Foto: Valentino Luis)

Camp Leakey adalah tempat tepat untuk melihat proses feeding Orang Utan. Untuk melihat proses feeding hanya bisa dari pukul 14:00-16:00. Setelah puas melihat Orang Utan langsung di habitatnya, perjalan saya lanjutkan menuju Pondok Ambung. Di sinilah kapal kelotok saya bersandar dan bermalam. Selama perjalanan menuju Pondok Ambung, bekantan-bekantan kembali ke pohon di tepian sungai untuk beristirahat setelah seharian mencari makan. Mereka berkelompok di puncak-puncak pohon.

Kapal kelotok saya bersandar di dermaga sederhana terbuat dari kayu ulin yang masih banyak didapat di sepanjang Sungai Sekonyer. Aktivitas selanjutnya adalah trekking malam hari untuk melihat hewan-hewan nocturnal. Asa saya untuk melihat Tarsius semakin tinggi setelah pemandu trekking menunjukan foto hewan ini. “Selain Tarsius adapula Tarantula, Leopard Planthopper, burung tempulu, semut pemakan daging, burung hantu dan kalajengking,” ujar Evawi, pemandu saya sepanjang perjalanan.

Sayangnya saya tidak beruntung menemukan Tarsius yang saya harapkan malam ini. Malam semakin larut, dan galaksi bimasakti terekam jelas lewat kamera digital saya. Momen yang menjadi penutup wisata susur Sungai Sekonyer yang semakin mendunia.



Share

Pilihan Redaksi

Berita Terpopuler

Berita Terbaru