pusat-spiritual-tokyo
Kuil Sensoji, Asakusa, TOKYO | Dok Makhfud Sappe
Destination
Pusat Spiritual TOKYO
By KALPANA SUNDER
Sun, 10 Aug 2025

Semua bermula ketika dua laki-laki bersaudara sedang memancing di Sungai Sumida. Mereka melemparkan jaring dan menangkap sebuah patung Kannon, dewi belas kasih dalam ajaran Buddha. Ketika mereka mencoba mengembalikannya ke air, patung tersebut terus kembali ke jaring mereka. Seorang orang bijak di desa mereka menyarankan agar patung itu disemayamkan di sebuah kuil. 

Inilah awal mula Kuil Sensoji yang terkenal, dan para peziarah mulai berbondong-bondong mendatangi kuil ajaib ini. Kota kuil ini menjadi pusat Tokyo kuno, yang dulu hanyalah sebuah desa nelayan kecil. Kemudian, samurai yang berkuasa membantu membangun kembali dan memperluas kuil ini.

Saat ini, kawasan sekitar Kuil Sensoji yang ramai dikenal dengan nama Asakusa menawarkan salah satu area paling ikonik di Tokyo—sebuah suasana Jepang masa lampau yang kaya dengan sejarah di tengah dunia modern yang dipenuhi gedung pencakar langit dan papan leklame dari neon. Lebih dari empat puluh juta pengunjung datang ke Asakusa setiap tahun untuk mencari jejak Tokyo kuno. Kawasan ini dulunya juga merupakan distrik hiburan kota. Tempat ini pernah dipenuhi teater kabuki, geisha, wanita penghibur, serta aktor dan seniman. Saat ini, Asakusa adalah pusat spiritual di Tokyo yang menawarkan kepada semua orang melihat seperti apa Tokyo berabad-abad yang lalu.


Jalan-jalan kecil sekitar kompleks Sensoji. Foto Makhfud Sappe

Pengunjung memasuki kawasan ini melalui gerbang tinggi bernama Kaminari Mon atau Gerbang Guntur. Di kedua sisi gerbang terdapat patung besar dewa petir dan dewa angin. Di tengah-tengahnya tergantung lentera raksasa berwarna merah dan hitam yang beratnya mencapai 700 kilogram, terbuat dari bambu dan kertas. Di bagian bawah lentera terdapat ukiran kayu indah berbentuk naga yang dianggap sebagai dewa pelindung.

Lentera ini menyimpan kisah rasa syukur. Lentera ini didonasikan oleh pendiri Perusahaan Panasonic, Matsushita, yang sembuh dari sakit setelah berdoa di kuil ini.

Sepanjang Nakamise Dori, salah satu jalan perbelanjaan tertua di kota, dipenuhi wanita muda mengenakan pakaian tradisional kimono dengan tatanan rambut yang rumit, dan para pria mengenakan yukata. Kios-kios menjual suvenir tradisional dan camilan seperti kipas lipat, cetakan kayu, dan kerupuk nasi senbei hingga ornamen rambut dari tempurung kura-kura serta manneki neko (patung kucing yang melambai untuk menarik pelanggan masuk). Para koki menuangkan adonan ke dalam cetakan berbentuk burung, pagoda, dan lentera, untuk membuat kue berukuran kecil yang diisi dengan pasta kacang merah yang disebut Ningyoyaki. Kami menikmati mochi goreng dengan isi pasta kacang merah yang dilapisi bubuk teh hijau.

BACA JUGA

Asakusa adalah lokasi berbagai festival meriah sepanjang tahun. Sanja Matsuri, di mana kuil portabel diusung oleh para pengikut dan jalan-jalan dipenuhi suasana pesta, Karnaval Samba di bulan Agustus, dan kembang api di tahun baru. Pada hari Hozuki Ichi, kuil menjadi hidup dengan warna dan suara. Menurut pemandu Toshi-san, kunjungan pada hari ini dianggap memiliki nilai yang setara dengan 46.000 kunjungan di hari lain. Di mana-mana ada kios bunga dengan bunga oranye dan lonceng angin.

Gerbang besar kedua yang mengarah ke kuil, bernama Hozomon, memiliki dua patung penjaga yang modelnya diambil dari pegulat sumo. Di dindingnya tergantung dua sandal jerami raksasa (waraji) milik dewa penjaga. Di luar Kuil Sensoji terdapat sebuah guci perunggu besar berisi dupa dan asap. Penduduk setempat menyentuh wajah mereka dengan asap untuk mengusir penyakit, bertepuk tangan, dan berdoa. Di sekitar kuil terdapat jimat-jimat pelindung, gulungan-gulungan, dan bahkan kios yang menjual kaligrafi dengan stempel kuil.


Tradisi bertemu modernitas : Kuil Sensoji, saksi sejaran abad lampau berdiri tidak jauh dari Sky Tree menara tertinggi di Japan. Foto Makhfud Sappe.

Yang paling populer di kalangan penduduk lokal adalah kios besar yang menjual Omikuji, yaitu ramalan khas Jepang yang ditulis pada potongan kertas dan disimpan di tiang bambu. Pengunjung mengguncang sebuah wadah kecil yang berisi batang bernomor dan memilih salah satunya untuk menerima ramalan mereka. Ramalan yang sesuai kemudian diambil dari laci yang bernomor sama di rak terdekat. Jika ramalan tersebut tidak menguntungkan, tradisinya meminta ramalan itu diikatkan di pohon terdekat agar nasib buruk tidak mengikuti mereka pulang.

Di dalam kompleks kuil juga terdapat sebuah kuil Shinto bernama Asakusa Jinja yang selamat dari pengeboman selama Perang Dunia II (yang menghancurkan banyak struktur lain di sini). Di kejauhan berdiri Tokyo Sky Tree yang menjulang ke langit. Dengan tinggi 634 meter, bangunan ini adalah yang tertinggi di negara Jepang saat ini.

Di sekitar Kuil Sensoji, terdapat jalan-jalan sempit yang dipenuhi toko-toko yang menjual kerajinan tradisional, dibuat seperti berabad-abad yang lalu, seperti sisir kayu halus, payung kertas minyak, dan topeng lacquer. Ada juga toko-toko kuno yang menjual kimono, peralatan dapur, dan restoran kayu kecil yang menyajikan mi soba dari buckwheat dan tempura di bilik-bilik kecil di balik tirai noren. Selain itu, terdapat izakaya, yaitu kedai sederhana, dengan ruangan kecil dan tempat duduk rendah.

Saat malam tiba, bangunan-bangunan di Asakusa disinari lampu. Kompleks Sensoji memiliki pencahayaan yang dirancang oleh Motoko Ishii, salah satu desainer pencahayaan terkemuka di Jepang yang menonjolkan warna-warna cerah bangunan ini. Ketika seseorang meninggalkan kawasan ini, terasa jelas bahwa Asakusa telah bertahan dengan keanggunan dan daya tariknya, menjaga tradisi kuno Jepang untuk generasi mendatang. (*)

Artikel ini terbit juga di inflight magazine LIONAIRGROUP (hal. 30-33) : Edisi Agustus-September 2025

Share

Pilihan Redaksi

Berita Terpopuler

Berita Terbaru