petik-laut-ritual-dengan-tuan-rumah-bergilir
Diantar puluhan perahu hias, sesajen dibawa ke tengah laut untuk dilarung | Foto Makhfud Sappe/LIONMAG
Art & Culture
PETIK LAUT : Ritual dengan Tuan Rumah Bergilir
Makhfud Sappe
Mon, 17 Oct 2022
Di kawasan Banyuwangi, Jawa Timur, para nelayan menggelar ritual mengucap rasa syukur dan tola bala melalui 'Petik Laut'. Biaya upacara ini ditanggung si ‘pemetik’ alias tuan rumah yang berbeda setiap tahun.

Matahari baru saja merekah di ufuk timur saat saya dan beberapa teman penghobi fotografi tiba di Pantai Muncar, sekitar 35 km dari Banyuwangi. Inilah kawasan pesisir paling timur di Pulau Jawa.

Setiap bulan Syura, biasanya tanggal 15 pada penanggalan Jawa, para nelayan di kawasan Muncar menggelar ritual bernama Petik Laut. Pada intinya, ritual  ini adalah memohon berkah rezeki dan keselamatan sekaligus rasa syukur atas rezeki yang telah diterima. Bagi masyarakat Muncar, Petik Laut adalah ritual penting. Inilah pestanya para nelayan. Tidak heran jika ritual ini selalu mereka sambut dengan penuh antusias. 

Perahu-perahu yang menyemarakkan Petik Laut dihias meriah. Bendera Merah Putih, aneka bendera warna-warni, hingga berbagai umbul-umbul sponsor memenuhi perahu. Bahkan, ada pula pemilik perahu yang memasang foto istri atau anak-anaknya dalam ukuran besar.

Proses Petik Laut diawali dengan persiapan sesajen atau  gitek pada hari sebelumnya oleh sesepuh nelayan. Sesajen berupa hasil bumi, tumpeng, ayam, dan kepala kambing. Semuanya dimasukkan dalam perahu kecil yang sudah dihias.


Doss Photolympic 2024

Setiap tahun secara bergiliran satu orang menjadi tuan rumah ritual ini. Pada Petik Laut tahun ini (2013), Haji Salim terpilih sebagai yang 'metik'. Maka ia pula yang menanggung segala biaya upacara ritual.

"Lebih tiga puluh juta rupiah biasanya di Petik Laut ini," kata Haji Salim kepada kami soal biaya yang dikeluarkan.

Menjelang siang, sesajen atau  gitek  diarak ke pantai. Masyarakat berdiri di sepanjang jalan menyaksikan perjalanan sesajen. Begitu sesajen lewat, mereka mengikutinya dari belakang. Arak-arakan semakin panjang. Drum band ikut memeriahkan arak-arakan ini. Begitu pula penampilan  talent  dari Banyuwangi Ethnic Carnaval.

BACA JUGA :

Enam penari gandrung menyambut sesajen setibanya di Pantai Muncar. Setelah dibacakan doa, pejabat setempat lantas menyelipkan pancing emas di kepala kambing. Kemudian sesajen diarak ke perahu yang sudah disiapkan.

Ritual Petik Laut wajib menghadirkan dua penari gandrung yang masih perawan untuk mendampingi sesajen. Para penari ini diseleksi ketat dan hanya boleh sekali mendampingi sesajen. Pada Petik Laut tahun berikutnya, penari gandrungnya harus yang berbeda.

Diantar puluhan perahu hias, sesajen kemudian dibawa ke tengah laut untuk dilarung. Bising suara gamelan dan gending terdengar melalui pengeras suara, bercampur dengan raung mesin-mesin disel perahu yang memecah ombak. Kibaran bendera pada puluhan perahu menambah suasana semakin semarak.

Di laut yang tenang, dekat Tanjung Sembulungan, seluruh perahu berhenti. Dipimpin sesepuh dan yang 'metik',  perahu kecil yang dipenuhi sesajen pelan-pelan diturunkan (dilarung) ke laut. Teriakan syukur bergema begitu sesaji jatuh tercebur mengoyak muka laut dan dalam sekejap ditelan gelombang.

Sejumlah orang melompat, mencebur ke laut, mengejar sesaji yang dipercaya penuh berkah. Para nelayan pun kemudian menyiram badan perahu dan alat tangkapnya dengan air laut yang dilewati sesaji. Air laut ini dipercaya sebagai pembersih malapetaka saat melaut nantinya.

Selesai melarung sesajen, arak-arakan perahu kembali ke pantai. Para nelayan bersuka cita dan penuh semangat telah melakukan ritual tolak bala dan ucapan syukur atas rezeki yang didapat dari laut.

Setelah ritual, pikiran mereka pun sudah tertuju ke bulan Syura tahun depan. Saat ritual Petik Laut digelar lagi dengan 'pemetik' yang berbeda. (*)


* Artikel ini sudah tayang di Majalah LIONMAG edisi Januari 2013


BACA JUGA : Rekah Pantai Pulau Merah Banyuwangi




Share

Pilihan Redaksi

Berita Terpopuler

Berita Terbaru