Meski menelan biaya hingga ratusan juta rupiah atau lebih, upacara Rambu Solo’ di Tana Toraja terus berlangsung sebagai identitas kebudayaan. Sebenarnya, inilah cermin sikap tolong-menolong, gotong-royong hingga menghormati orang tua.
Akhir Desember tahun lalu (2011) seorang teman dari Reuters mengajak ke Tana Toraja menyaksikan acara adat Rambu Solo. “Ini acara yang terbesar dalam beberapa tahun terakhir, Datu Sarongaloo akan diupacarakan”, demikian promosi teman tadi.
Sebenarnya saya sudah menyaksikan beberapa kali Rambu Solo di Tana Toraja tapi acara unik ini tetap saja selalu menarik untuk dilihat, setiap Rambu Solo berbeda, karena lokasinya yang selalu berubah.
Dari Bandara Hasanuddin, Makassar perjalanan dilanjutkan dengan mobil selama 8-9 jam untuk sampai ke Rantepao. Ada beberapa perusahaan bus yang melayani rute Makassar – Rantepao dengan tarif antara Rp 80.000 – Rp 130.000. Saya melanjutkan perjalanan ke Rantepao malam hari. Bagi yang melakukan perjalanan siang hari bisa menikmati pemandangan pesisir pantai barat Sulawesi Selatan, begitu memasuki daerah Enrekang pemandangan pegunungan sangat menarik.
Mappasilaga tedong atau adu kerbau acara yang ditunggu-tunggu saat pesta Rambu Solo. FOTO MAKHFUD SAPPE
Sesampai Rantepao tidak terlalu banyak yang berubah dari kunjungan saya beberapa tahun lalu, kecuali lalu lintas kendaraan yang tambah padat. Dan sekarang wilayah Tana Toraja sudah terbagi menjadi dua kabupaten, Kabupaten Tana Toraja dan Toraja Utara. Kota Rantepao ini ada di Toraja Utara.Dalam masyarakat Toraja beberapa adat budaya leluhur masih lestari sampai hari ini. Antara lain Rambu Tuka, upacara naik rumah baru dan Rambu Solo, upacara kematian. Dalam kepercayaan Aluk Tudolo, seorang yang meninggal dunia dianggap belum betul betul meninggal dunia jika belum dipestakan, yang meninggal dianggap “sakit”. Jadi mereka tetap disemayamkan dalam rumah dan tetap disediakan rokok atau kopi layaknya masih hidup.
Upacara Rambu Solo ini dimaksudkan untuk mengantar arwah ke alam selanjutnya, Puya, alam arwah dan persembahan persembahan itu adalah bekalnya. Bagi keluarga yang ditinggalkan wajib melaksanakan pesta Rambu Solo sebagai penghormatan terakhir kepada almarhum.
Datu Sarongallo
Ibu Agnes Datu Sarongallo adalah bangsawan terpandang di daerah Siguntu. Sejak bulan Agustus 2011 setelah Ibu Agnes meninggal dunia dalam usia 72 tahun, jasadnya disemayamkan di rumahnya, di Tongkonan Siguntu, beberapa kilometer dari kota Rantepao. Tidak perlu menunggu lama jenazah Ibu Agnes untuk diupacarakan, praktis hanya empat bulan sejak meninggalnya, upacara Rambu Solo siap digelar.
Tidak jarang seseorang yang meninggal dunia jasadnya harus menunggu bertahun tahun kemudian ‘dilepas' dalam upacara Rambu Solo. Acara Rambu Solo ini dimulai hari itu, 25 Desember 2011, rangkaian acara Rambu Solo ini bisa sampai sepekan. “Ini termasuk Rambu Solo Sapurandanan, pesta yang lengkap, bukan hanya kerbau dan babi yang menjadi persembahan tapi juga ada rusa dan kuda.” jelas Endy yang masih keponakan dari Ibu Agnes.
Mengantar ke Lakkiang
Hujan gerimis terus berlangsung saat persiapan acara mengarak jenazah tidak mengurangi khidmat prosesi ini. Setelah kebaktian dan makan siang, jenazah akan diantar ke Lakkiang. Disini jenazah akan menunggu sebelum acara penguburannya. Jenazah dimasukkan kesebuah keranda beratap Tongkonan Toraja selanjutnya diarak, cucu almarhum dengan berbaju putih berbaris didepan jenazah, dan para keluarga berbaris di bawah bentangan kain merah yang disebut lamba-lamba
Jenazah dinaikkan ke Lakkiang FOTO MAKHFUD SAPPE
Iringan panjang lamba-lamba merah mengikuti keranda jenazah yang diarak menuju ke Rante, lokasi tempat Rambu Solo dilaksanakan dan akan disemayamkan di Lakkiang. Ribuan orang menyaksikan prosesi ini, antara lain terlihat Prabowo Subiyakto, beberapa anggota DPR RI dan Gubernur Sulawesi Selatan.
Setelah mayat disemayamkan di Lakkiang, acara penerimaan tamupun dimulai, ini biasa berlangsung beberapa hari. Para rombongan keluarga dari berbagai daerah berdatangan memberikan penghormatan terakhir kepada almarhumah sambil membawa persembahan berupa kerbau dan babi.