pesta-literasi-2023-menyebar-semangat-baca-hingga-ke-pelosok-negeri
Penulis Ratih Kumala dalam Pesta Literasi Indonesia 2024 di Jakarta. | Dok. Devy Lubis
Art & Culture
Pesta Literasi 2023: Menyebar Semangat Baca Hingga ke Pelosok Negeri
Devy Lubis
Sat, 13 Sep 2025

Untuk pertama kalinya, Pesta Literasi Indonesia yang digelar Gramedia Pustaka Utama tidak berpusat di Jakarta, tetapi tersebar di 12 kota lain di Indonesia. Acara yang bertema ‘Cerita Khatulistiwa’ ini bertujuan mendekatkan akses literasi, menjangkau komunitas lokal, dan menghilangkan kesan Jakarta-sentris dalam dunia perbukuan nasional.

Pesta Literasi berlangsung pada 6 – 28 September 2025, dengan Kebun Raya Bogor (Bogor), Garut, Museum BPK RI di Magelang, Malang, Makassar Creative Hub di Makassar, Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Utara di Kota Manado, Ambon, Jayapura, Andaliman Hall di Medan, Taman Budaya Sumatera Barat di Padang, Riau Creative Hub di Pekanbaru, dan Rumah Radakng di Pontianak sebagai tuan rumah.

Mengapa 12 Kota?

Public Relations Gramedia Rezza Patria Wibowo mengatakan, seleksi awal menjaring lebih dari 20 kota yang memiliki jaringan komunitas literasi yang kuat dan aktif. Namun, setelah berkoordinasi dengan komunitas literasi setempat dan menyesuaikan jadwal serta venue, akhirnya terpilihlah 12 kota yang siap menyelenggarakan acara ini.

“Kami memilih kota-kota yang komunitas literasinya aktif, meski mungkin tidak terkenal secara nasional. Seperti Garut, komunitasnya sangat bersemangat. Atau Padang, yang tingkat keaktifan literasinya tinggi,” ujarnya.

Mengapa Indonesia Timur?

Tahun ini, Pesta Literasi sengaja tidak diadakan di Jakarta. Sebagai gantinya, acara digelar di sejumlah kota di Indonesia Timur seperti Ambon, Manado, Jayapura, dan Makassar. Juga kota-kota lain seperti Padang, Sumatera Barat dan Pontianak, Kalimantan Barat.

“Banyak permintaan agar acara tidak hanya di Jakarta. Kami ingin semangat literasi sampai ke daerah-daerah yang aksesnya masih terbatas,” kata Rezza.

Meski akses buku di wilayah timur masih sulit, banyak pihak mengapresiasi upaya komunitas-komunitas setempat yang terus berjuang dengan cara mereka sendiri --mulai dari menyisihkan waktu, dana, dan tenaga sendiri (selain mengandalkan donatur)—untuk menghidupkan semangat literasi.

“Mereka punya semangat luar biasa, tetapi sering kali kurang terekspos. Inilah saatnya kami berkolaborasi agar usaha mereka lebih terlihat. Bahwa mereka juga berdaya untuk menggerakkan literasi di kota itu,” tambahnya.

Kolaborasi dengan Komunitas Lokal

GPU sebagai penyelenggara tidak bekerja sendiri. Mereka menggandeng komunitas-komunitas baca lokal yang sudah aktif bergerak. Selain menghadirkan penulis nasional, acara ini juga memberi ruang bagi penulis lokal untuk mempresentasikan naskah mereka.

“Kami seperti jemput bola. Penulis dari Bali bisa kami bawa ke Pekanbaru, dan sebaliknya. Ini tentang memberi kesempatan dan eksposur,” jelasnya.

Kesadaran terhadap Isu-isu Lokal

Tema ‘Cerita Khatulistiwa’ dipilih untuk menggali sekaligus menyebarkan cerita-cerita dari berbagai daerah di Indonesia yang sering kali tidak terdengar di tingkat nasional. Misalnya, isu belis dan ‘tradisi’ kawin tangkap di Nusa Tenggara yang diangkat oleh Dian Purnomo dalam bukunya ‘Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam’.

“Literasi tidak lepas dari cerita-cerita yang belum terangkat. Kami ingin menunjukkan bahwa Indonesia yang berada di garis Khatulistiwa punya banyak cerita, punya banyak penulis. Cerita bisa muncul dari berbagai tempat. Menggali cerita dari sana, berbagi cerita ke sana,” tegasnya.

Ia melanjutkan, “Bagaimana isu lokal itu penting … tidak semua tahu atau menyadarinya. Termasuk bagaimana cerita komunitas-komunitas itu bisa survive … itu sebetulnya yang enggak keangkat.”

Peran Influencer dan Media Sosial

Untuk menarik minat generasi muda yang juga aktif bergerak di ranah digital, GPU turut menggandeng influencer buku seperti Ann Daisy, Olive Hateem, Shafa Aulia, dan Wahyu Novianto.

“Kami ingin menunjukkan bahwa membaca buku itu tidak ketinggalan zaman. Bisa di-upload di Instagram, bisa dikomentari, dan bisa jadi bagian dari gaya hidup,” ungkapnya.

Harapan ke Depan

Ke depan, GPU berencana terus memperluas jangkauan Pesta Literasi, termasuk kemungkinan merajut cerita-cerita anak negeri dengan perspektif yang lebih beragam dan mendalam.

“Kalau itu dilakukan, pasti dengan penelitian yang matang. Data primer dan sekunder harus diverifikasi. Tujuannya, agar cerita-cerita lokal tidak hilang dan dapat dinikmati oleh generasi mendatang,” pungkasnya.

Dengan semangat ini, Pesta Literasi tidak hanya sekadar acara, tetapi juga sebuah gerakan untuk memastikan bahwa literasi benar-benar menjangkau masyarakat dan merata di seluruh Indonesia.

Tertarik mengikuti Pesta Literasi di kotamu? Cek jadwal dan lokasinya di akun Instagram Pesta Literasi Indonesia @pestaliterasi.id!


Share
Sample Banner 1

Pilihan Redaksi

Berita Terpopuler

Berita Terbaru