Tirai panggung terbuka. Cahaya yang semula biru redup, berubah jadi terang keemasan. Minke dan Nyai Ontosoroh nampak duduk di ruang keluarga, sembari membuka surat yang dikirimkan Panji Darman, pengawal Nyai Ontosoroh yang menemani pelayaran Annelies, saat di deportasi ke Amsterdam atas perintah pengadilan kolonial.
Terasa kesedihan bercampur kerinduan dari suara Minke yang bergetar saat membaca surat itu, perihal kondisi Annelies yang semakin melemah. Penonton seketika terhanyut di awal cerita, dibuai cahaya dan musik latar yang pas takarannya.
Begitulah adegan awal “Bunga Penutup Abad” yang kembali dipentaskan tahun ini. Pementasannya kali ini diinisiasi oleh Teater Titimangsa bersama Bakti Budaya Djarum Foundation.
Pementasan berlangsung tiga hari, yakni 29, 30, dan 31 Agustus 2025 di Ciputra Artpreneur, Jakarta Selatan. Pementasan ini menjadi pementasan yang keempat setelah sebelumnya diselenggarakan pada tahun 2016, 2017 dan 2018.
Karakter Bunga Penutup Abad masih diperankan oleh Happy Salma sebagai Nyai Ontosoroh, Reza Rahadian sebagai Minke, Chelsea Islan sebagai Annelies, dan Sajani Arifin sebagai May Marais. Yang baru hanyalah Andrew Trigg yang berperan sebagai Jean Marais. Sebelumnya karakter ini diperankan oleh Lukman Sardi.
Naskah Bunga Penutup Abad diadaptasi dari dua buku pertama Tetralogi Buru karya Pramoedya Ananta Toer, yaitu Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa. Secara umum, pementasan ini bercerita mengenai kehidupan Nyai Ontosoroh dan Minke setelah ditinggal Annelies ke Belanda. Mereka mengkhawatirkan keadaan Aneelies, sembari mengingati kembali sejumlah kejadian saat-saat masih bersama Annelies.
Dibandingkan pementasan sebelumnya, ada kebaruan naskah yang dilakukan oleh penulis naskahnya. Beberapa adegan nampak dipadatkan, dengan berfokus pada adegan-adengan dramatik yang melibatkan ketiga tokohnya; Nyai Ontosoroh, Minke dan Annelies.
Kekuatan cerita ada pada kemampuan sutradara menggabungkan masa lalu dan masa kini. Keadaan Annelies disampaikan melalui surat yang dibacakan Minke, lalu di tengah-tengahnya, disisipkan ingatan Minke pada masa lalu, yang kemudian jadi pengantar untuk berpindah adegan ketika Annelies masih bersama mereka.
Adegan-adegan nostalgia yang dihadirkan adalah adegan kunci yang memang ada di buku Bumi Manusia, seperti awal pertama kali Annelies mengenalkan Minke ke ibunya, Nyai Ontosoroh, pertama kali mereka bercinta dan awal mula Minke mengetahui trauma yang diawali Annelies, hingga polemik dan konflik yang membuat Annelies terusir ke Netherland.
Nostalgia ini yang menghadirkan atmosfir kerinduan di tiap adegan. Kehadiran Jean Marais yang menjadi tempat curhat Minke, juga untuk mempertegas bagaimana Minke begitu rindu-serindunya kepada istrinya itu.
Cinta dan rindu yang membuncah ini dibungkus dengan musik latar dan pencahayaan yang pas. Sutradara memakai pencahayaan yang berbeda ketika Minke dan Nyai Ontosoroh membaca surat, lalu sekejap berubah ketika adegan kembali ke masa lalu.
Belum lagi, yang membedakan pementasan kali ini adalah panggungnya yang berputar. Menjadikan perpindahan di tiap adegan terasa sangat dramatik. Penonton serasa hanyut dalam kesedihan, kerinduan, dan semangat perlawanan yang dikobarkan Nyai Ontosoroh dan Minke.
Kepiawaian aktor utamanya; Happy Salma, Reza Rahadian, dan Chelsea Islan juga menjadikan pementasan ini lebih berkelas dari pementasan sebelumnya.