Interpretasi seni lintas zaman terhadap sosok dan jejak perjalanan Diponegoro menjadi tema sentral dalam pameran terbaru Galeri Nasional Indonesia, ‘NYALA: 200 Tahun Perang Diponegoro’. Pameran dibuka pada 22 Juli dan berlangsung hingga 15 September 2025; menandai dua abad meletusnya peristiwa bersejarah Perang Jawa.
Perang Jawa atau Perang Diponegoro dikenal sebagai salah satu momen paling monumental dalam perlawanan anak bangsa terhadap pemerintahan kolonial Belanda pada 1825–1830. Dan, melalui ‘NYALA’, kata kurator Putra Hidayatullah, mereka berupaya mengangkat kembali makna perjuangan Diponegoro melalui perspektif visual, artistik, dan interdisipliner yang relevan dengan situasi hari ini.
Sebanyak 33 karya dari 26 perupa dipamerkan. Demi menelusur kebaruan dan relevansi yang selaras dengan semangat zaman, Putra beserta tim kurator (yang terdiri atas Citra Smara Dewi, Dio Pamola Chandra, dan dirinya) berusaha menggali memori, narasi, dan tafsir yang diterjemahkan para seniman lintas generasi ke dalam karya-karya mereka.
Para perupa memang didatangkan dari generasi berbeda, mulai Raden Saleh yang telah tiada hingga project seni multimedia Arafura. Tak heran, karya yang ditampilkan beragam. Ada lukisan, patung, instalasi, sketsa, hingga seni media (seperti imersif, Augmented Reality (AR), dan video). Juga artefak berupa arsip, naskah, koin, dan buku-buku terkait Perang Diponegoro.
Putra menjelaskan, pameran ini menampilkan sosok Pangeran Diponegoro tidak hanya secara literal, namun juga menelusuri narasi tersembunyi, tokoh-tokoh non-sentral, pengalaman rakyat, suara perempuan, hingga narasi sosiokultural yang terbentuk di sekitar peristiwa Perang Diponegoro dan sosok sang pahlawan.
Ia menyebutnya ‘semangat antikolonial’, yang menjadi salah satu nilai utama dari catatan historis ini. Selain itu, pameran ini berusaha menegaskan bahwa nilai-nilai perlawanan, keberanian, dan keteguhan sikap adalah milik kolektif bangsa dan tetap relevan dalam perjalanan kebudayaan kita hingga hari ini.
“Bahkan mungkin sebelumnya tak pernah terpikir oleh kita siapa saja orang-orang di balik perjuangan mereka—makanan apa yang mereka makan selama peperangan dan siapa yang menyiapkannya,” ujarnya, merujuk salah satu karya instalasi interaktif berjudul ‘NOK SANTRI: Resiliensi Renik (2025)’ yang mengambil inspirasi dari kemungkinan fakta lapangan yang luput dari ingatan zaman.
Pameran ‘NYALA: 200 Tahun Perang Diponegoro’ yang digelar di Gedung A Galeri Nasional Indonesia dapat dinikmati pengunjung setiap hari mulai 22 Juli hingga 15 September 2025, pukul 09.00-19.00 WIB, kecuali hari libur nasional.
Pengunjung dapat mengapresiasi pameran ini dengan melakukan registrasi dan pembelian tiket secara langsung di Galeri Nasional Indonesia maupun melalui aplikasi Traveloka. Harga tiket ini berlaku untuk menikmati seluruh pameran yang sedang berlangsung, termasuk ‘Pameran Tetap Galeri Nasional Indonesia’ dan ‘Pameran Kids Biennale Indonesia 2025: Tumbuh Tanpa Takut’.
Harga Tiket
Galeri Nasional Indonesia, Jakarta
- Rp 25.000 untuk Anak (3-12 tahun)
- Rp 50.000 untuk Dewasa (13-60 tahun)
- Rp 100.000 untuk Warga Negara Asing
- Rp 0 untuk anak usia kurang dari 3 tahun dan dewasa lebih dari 60 tahun