villa-yuliana-persembahan-ratu-buat-sang-putri
Villa Yuliana di Soppeng, Sulawesi Selatan. | Makhfud Sappe
Architecture & Design
Villa Yuliana : Persembahan Ratu Buat Sang Putri
Dody Wiraseto
Tue, 10 May 2022

Kehadiran kolonial Belanda meninggalkan banyak jejak sejarah di berbagai daerah – termasuk di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan. Di sana terdapat bungunan tua bernama Villa Yuliana. Dibalik megahnya villa ini, terselip cerita-cerita misteri.

Banyak cerita masa lalu bahwa kalau orang tidur di dalam villa itu di malam hari maka esok pagi akan di temukan terbaring di luar villa. Tanpa sadar kapan dan siapa yang memindahkan mereka keluar. Jadi Tidak heran bila villa ini dikenal karena keangkerannya, sebelum akhirnya kini berubah fungsi menjadi museum.

Mengubah kesan angker menjadi bernilai wisata ini menjadi program awal pemerintahan Bupati Soppeng, Andi Kaswadi Razak bersama Wakil Bupati, Supriansa yang dikenal dengan tagline Akar Super. Perbaikan dilakukan terutama di tamannya termasuk pohon besar di depan villa yang sudah tidak aman, sewaktu-waktu dahannya bisa jatuh menimpa pengunjung.

“Dulu di depan villa itu ada pohon besar, saya sebagai Wakil Bupati saat itu meminta kepala Dinas Pertamanan Andi Suntung untuk menebangnya,” ungkap Supriansa yang memutuskan mundur dari Wakil Bupati dan menjadi anggota DPR periode 2019-2024.


Villa tersebut dibangun bangsa kolonial mulai tahun 1905, selesai dan diresmikan setahun 1906. Pada saat itu, bertepatan dengan kelahiran Putri Yuliana anak yang ditunggu-tunggu dari Ratu Wilhelmina.

Penamaannya pun merujuk kepada puteri dari sang Ratu Kerajaan Belanda pada masa itu, Wilhelmina Helena Pauline Marie van Orange-Nassau. Namun sayang, sang Puteri bernama lengkap Juliana Louise Marie Wilhelmina van Oranje-Nassau tak kunjung menginjakkan kaki di Bumi Latemmamala.

Kehadiran villa ini juga sebagai simbol penyerahan kekuasaan dari Kerajaan Soppeng kepada Pemerintah Hindia Belanda, yang juga pernah digunakan sebagai kediaman resmi kontrolir Soppeng pada masa pemerintahan Hindia Belanda.

Villa Yuliana dibangun untuk tempat peristirahatan para petinggi Kerajaan Belanda nan berkunjung ke Indonesia, tepatnya di Sulawesi. Hampir sama dengan istana Bogor “Buitnzorg” berperan sebagai tempat istirahat dan persinggahan.

Lokasi villa berhadapan dengan istana raja Soppeng, tetapi lebih tinggi tanahnya. Hal tersebut memiliki arti politik yang diterapkan bangsa kolonial. Mereka menganggap kedudukan Kerajaan Belanda lebih tinggi dari pribumi.

Dahulu Raja Soppeng memiliki kesepakatan dengan kolonial, Belanda boleh masuk Soppeng asal tidak mengganggu keamanan, dan menciptakan kedamaian di Soppeng. Dalam berhubungan dengan Belanda, raja lebih memilih diplomasi dan berdamai, dengan Belanda.

Itulah yang membuat bangsa kolonial berdamai dengan Kerajaan Soppeng dan masyarakat. Belanda pun bisa membangun Villa Yuliana di tengah kota Soppeng saat itu.

Goresan Tangan dari Seorang Tahanan

yuliana

Villa Yuliana dibangun oleh seorang arsitek yang sengaja didatangkan langsung dari Belanda melalui perintah C.A Kroesen, gubernur Sulawesi kala itu. Namun nama arsitek tidak diketahui, Hasrianti dari Balai Arkeologi Sulawesi Selatan, dalam tulisannya berjudul Villa Yuliana: Bangunan Berarsitektur Indis Di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan menjelaskan, arsitek Villa Yuliana adalah seorang tawanan Kerajaan Belanda berkebangsaan Belgia.

Wujud arsitektural kolonial Belanda di Indonesia terbilang spesifik, sebagai hasil kompromi arsitektur modern di Belanda dengan iklim tropis basah di Indonesia. Hasrianti dalam tulisannya (Jurnal Walennae, Volume 14/2/2016) menjelaskan, ditinjau dari aspek kronologis, Villa Yuliana dipengaruhi gaya arsitektur kolonial periode ke-dua, yang berkembang pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke20. Pada periode tersebut, bangunan kolonial telah dipengaruhi oleh arsitektur tradisional Indonesia, baik dalam penggunaan bahan maupun gaya bangunan.

Itu terlihat dari bangunan Villa Yuliana bergaya neo klasik, berpadu dengan karakter rumah Bugis dengan neo klasik Eropa. Kompromi dengan kondisi cuaca dan iklim tropis basah, membuat villa dirancang dengan paduan karakter bangunan Bugis. Beberapa elemen dicampur, seperti pada penggunaan atap dari sirap, teras, tiang, hingga lantai yang terbuat dari bambu dan papan kayu.

Secara keseluruhan bangunan, Villa Yuliana berbentuk asimetris yang menjadi antonim dari bentuk simetris. Di mana bentuk simetris pada bangunan dimaksudkan untuk menampilkan kesan formal, berwibawa, dan terutama melambangkan keadilan.

Denah bangunan Villa Yuliana berbentuk asimetris hampir berupa persegi panjang. Pembagian ruang pada lantai I dan lantai II relatif identik, dimana terdapat teras depan (voor galerij), teras belakang (achter galerij), dan ruang utama (central room). Pembagian ruang seperti demikian memiliki kemiripan dengan tipologi denah bangunan bergaya Indische Empire.

Sesuai dengan kesannya, yaitu tidak formal dan tidak berwibawa. Bentuk tersebut disesuaikan dengan fungsi Villa Yuliana sebagai rumah peristirahatan yang bersifat rekreatif.

Secara keseluruhan, bentuk menara Villa Yuliana tampak simetris dan mengingatkan kepada menara yang biasa terdapat pada gereja-gereja abad pertengahan atau gereja-gereja Calvinis di Belanda. Dinding barat menara dihiasi jendela berdaun tiga dengan kepala berpelengkung gaya Gotik (Gothic arch).

Jendela menyatu dengan half-timbered pada dinding menara yang disangga oleh kolom-kolom berpelengkung gaya Roman (Roman Arch). Penggunaan Roman arch, jendela berkepala Gothic arch, dan half-timbered pada gable dan menara menunjukkan ciri arsitektur gaya Victorian Gothic.


Seiring perjalanan waktu, kini Villa Yuliana beralih fungsi menjadi Museum Latemmamala Kabupaten Soppeng. Berbagai koleksi prasejarah juga bisa ditemukan di tempat itu, seperti berbegai fosil binatang dan manusia purba, serta banda-benda peninggalan purbakala. Di sini juga bisa menemukan berbagai koleksi foto-foto yang menempel di dinding – becerita tentang perjalanan daerah Soppeng.

Supriansa mengungkapkan, kedepan villa ini harus tetap dijaga kelesteriannya agar semakin indah sebagai bahan cerita masa lalu untuk anak cucu, terutama orang Soppeng.

“Villa itu juga menjadi bukti sejarah bahwa kita pernah dijajah bangsa Belanda. Di sisi lain, Belanda mempercayai kabupaten Soppeng sebagai daerah yang layak dibangun villa tempat peristirahatan Ratu Welhelmina jika berkunjung ke Indonesia atau ke kabupaten Soppeng,” jelas Supriansa.

(Pernah dimuat di Majalah Lionmag edisi JUNI/JULI 2021)
Share

Pilihan Redaksi

Berita Terpopuler

Berita Terbaru