Sebuah catatan dari Sandeq Race ....
“Mudah-mudahan ini pertanda baik, besok bisa dapat juara satu”, ucap Pak Raopun ketika saya memberinya bendera kecil yang tertulis “Sandeq Race 2010 Juara 1 Lomba Segitiga Ujung Lero”. Walau sandeq-nya bukan pemenang sebagaimana yang tertulis di bendera, saya memberikannya sebagai bentuk pemberi semangat.
Sejak berangkat dari Mamuju sampai Barru, legenda Sandeq Race ini, Arawungang Ratu Pantai, tak pernah mencatat prestasi terbaik.
Lomba segitiga sendiri tidak diadakan di Teluk Parepare sebab anginya tak begitu kencang. Jadi bendera juara 1, 2, dan 3 saya bagi-bagi saja, salah satunya kepada Pak Raopun.
Saya mengangguk setuju. Apa yang saya lakukan diterjemahkan Pak Raopun sebagai sebuah “ussul”, yaitu simbol atau pertanda kejadian baik. Contoh lain dari “ussul”, bila seorang nelayan bertemu wanita hamil saat akan pergi melaut, itu tanda sang nelayan akan mendapat rezeki banyak.
Esoknya, 7 Agustus 2010 di etape Barru – Makassar atau etape terakhir Sandeq Race 2010, dari 42 perahu sandeq, Arawungan Ratu Pantai yang dinakhodai Pak Raopun bersama tujuh pelaut lain berada di urutan 33. Sepertinya, itu prestasi terburuk sandeq Arawungan Ratu Pantai dalam sejarah Sandeq Race yang diikutinya! Kenapa bisa begitu?
Persiapan start etape Polewali - Ujung Lero
Inovasi sandeq
Menurut Horst Liebner, peneliti kemaritiman berkebangsaan Jerman yang juga pionir dan koordinator Sandeq Race, sandeq Arawungan Ratu Pantai adalah sandeq yang pertama kali berbeda desain konstruksi dibanding sandeq pada umumnya (untuk menangkap ikan). Sang pemesan, Pak Raopun, meminta tukang perahu, Tukang Hasanuddin, untuk membuat sandeq yang lebih ramping, panjang dan posisi cadik yang lebih tinggi dengan geladak lebih rendah.
Alhasil, Sandeq Race 2000 sampai Sandeq Race 2008 (tahun 2009 tidak ada Sandeq Race), Arawungan Ratu Pantai menjadi sandeq yang memiliki prestasi paling mengesankan dibanding puluhan sandeq lainnya.
Nama perahu dan nama nakhodanya dikenal di seantero kampung nelayan. Bila ada anak kecil melihat sandeq lomba yang sedang dites di laut, sering menyebut “Ratu, Ratu”, walau sandeq itu bukan Arawungan Ratu Pantai.
Prestasi Arawungan Ratu Pantai jatuh ke titik nadir di Sandeq Race 2010. Jangankan tiga besar, duapuluh besar saja tidak. Dalam klasemen umum yang merupakan hasil penjumlahan dari tujuh etape lomba sejauh 400km dari 29 Juli sampai 7 Agustus 2010, dia berada di urutan 28.
Apa yang dialami Arawungan Ratu Pantai dan perahu berprestasi sekarang ini adalah pengulangan! Perahu sandeq yang masuk sepuluh besar di Sandeq Race 2010 adalah sandeq-sandeq yang dibuat 1-3 tahun terakhir. Artinya, sandeq-sandeq tersebut juga telah dimodifikasi atau mengalami perbaikan sedemikian rupa agar bisa lebih cepat. Adapun Ratu, seakan menjadi kuno.
Sandeq juara satu tahun ini diraih oleh Teluk Mandar, dibuat dua tahun lalu. Adapun juara dua sampai sepuluh semuanya dibuat dalam kurun waktu empat tahun terakhir. Bandingkan dengan Arawungan Ratu Pantai yang dibuat lebih sepuluh tahun lalu.
Bagaimana pun kuat dan intensnya ritual, “ussul”, atau banyaknya mistik yang digunakan pelaut agar bisa menang lomba, tapi bila perahunya lamban, berat, dan strategi yang tak tepat, untuk menang butuh keajaiban.
Di tengah keterpurukannya, harus diingat, Arawungan Ratu Pantai adalah sandeq yang pertama kali mengubah pakem sandeq. Dia menjadi dasar, patokan, contoh bila seorang tukang akan membuat sandeq lomba di masa sekarang.
Peran Sandeq Race
Sandeq Race pertama yang dimotori oleh beberapa orang di Makassar dilaksanakan bulan Agustus 1995 dengan rute Majene - Makassar. Salah satu alasan utama mengapa Sandeq Race perlu dilestarikan karena didalamnya berlangsung proses evolusi perahu bercadik, perahu warisan suku-suku Austronesia ribuan tahun lalu. Uniknya, evolusi itu berlangsung dari tahun ke tahun seiring pelaksanaan Sandeq Race. Ini sedikit banyak berbeda dengan perahu jenis lain di Nusantara. Tak ada perubahan terhadap desain dan konstruksi perahu lain secepat yang terjadi di perahu khas Mandar, sandeq.
Alasan lain, di atas sandeq berlomba juga berlangsung pewarisan ilmu-ilmu navigasi tradisional. Sandeq penangkap ikan yang tersisa di Mandar tidak sampai 40 unit dan pelayarnya pun totalnya paling banter 120 orang. Dalam Sandeq Race, sandeq yang berlayar bertambah dua kali lipat dan pelayar sampai 500 orang!
Dengan kata lain, Sandeq Race signifikan menjadi media pewarisan ilmu-ilmu kemaritiman Nusantara. Bila sandeq yang digunakan menangkap ikan saat ini rusak dan Sandeq Race tak ada lagi, apakah ilmu-ilmu kemaritiman dari nenek moyang kita akan tetap terwariskan ke anak cucu?