larik-sungsang-kaum-primata-jelajah-masyarakat-adat-di-bumi-minahasa
Seniman Indonesia Natasha Tontey. | DOC. MUSEUM MACAN/HO
Art & Culture
Larik Sungsang Kaum Primata: Jelajah Masyarakat Adat di Bumi Minahasa
Devy Lubis
Mon, 02 Sep 2024

Natasha Tontey menggelar pameran tunggal perdananya jelang akhir tahun. Sebuah komisi untuk Audemars Piguet Contemporary. Ekshibisi karya seni ini akan berlangsung di Museum of Modern and Contemporary Art in Nusantara (Museum MACAN), Jakarta, 16 November 2024 – 6 April 2025.

Melalui karya baru yang ekspansif tersebut, ‘Primate Visions: Macaque Macabre’ atau dalam Bahasa Indonesia ‘Larik Sungsang Kaum Primata’, Natasha menjelajahi kesinambungan ilmu primata dan fiksi spekulatif.

Ia menelisik lebih dalam hubungan kompleks antara manusia dan alam. Mempertanyakan cara-cara kebudayaan leluhur dapat diselaraskan dengan pemahaman kita atas dunia modern. Semuanya ia ungkap melalui interaksi yang rumit antara populasi monyet berjambul hitam Sulawesi dan adat tradisi wilayah Minahasa Selatan di Indonesia, tanah kelahirannya.

Audemars Piguet Contemporary telah bekerja sama secara erat dengan sang perupa dan Museum MACAN di bawah koordinasi Venus Lau, untuk mempersiapkan presentasi karya ini di Jakarta.

Natasha Tontey adalah seorang perupa Minahasa yang berbasis di antara Jakarta dan Yogyakarta, Indonesia. Praktik artistiknya sebagian besar menelusuri sejarah dan mitos seputar ‘manufactured fear’ atau ‘ketakutan buatan’, bagaimana perasaan tersebut dibangun, difasilitasi, dan dibangkitkan.

Dalam karyanya, Natasha mengamati pergulatan yang subtil dan personal dari entitas dan makhluk yang terpinggirkan. Menghadirkan berbagai kemungkinan alternatif di masa depan.

Sentuhan Mistik dan Futuristik dalam Instalasi Multidimensi. Dalam ‘Primate Visions: Macaque Macabre’ -- karya terbesarnya hingga saat ini -- Natasha memanfaatkan estetika video game, video musik, fiksi fantasi, dan produksi swakriya untuk menjembatani budaya mistik masyarakat adat dengan budaya anak muda yang futuristik.

Proyeksi dan instalasi multi-layar ini akan menciptakan sebuah lingkungan yang imersif bagi para pengunjung, untuk mengeksplorasi latar dan kostum yang digunakan dalam film.

Dengan menggabungkan instalasi dan video multi-kanal, yang merupakan kali pertama dalam praktiknya, Natasha menciptakan sebuah lingkungan yang fantastis. Ia menawarkan perspektif personal yang baru mengenai pandangan dunia terhadap pelestarian lingkungan dan warisan budaya.

Karya ini menjelajahi pembalikan hubungan kuasa antara makhluk hidup, monyet dan manusia, sebagaimana terlihat dari sudut pandang kebudayaan Minahasa.

Monyet jambul hitam (disebut yaki dalam bahasa Minahasa) dianggap sebagai bagian dari struktur sosial dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat adat sekaligus dianggap hama karena kerap turun ke desa dan mencuri hasil panen. Hubungan ini semakin pelik dengan diakuinya yaki sebagai spesies yang terancam punah, sehingga mendorong organisasi-organisasi internasional untuk menggalakkan pelestariannya.

Eksplorasi Tensi Manusia & Yaki. Dengan demikian karya Natasha mengamati aneka sudut pandang yang bertentangan, menyoroti perbedaan antara perspektif dan praktik.

“Pameran ini adalah upaya untuk membongkar, menyingkap, dan mengeksplorasi ketegangan antara manusia dan yaki, monyet jambul hitam, di Minahasa, yang sering kali kontradiktif dan berpolemik,” ungkapnya melalui keterangan pers.

“Karya ini bekerja dengan dinamika primatologi, ekofeminisme, dan teknologi melalui pendekatan fiksi spekulatif. ‘Primate Visions: Macaque Macabre’ adalah sebuah dunia yang menyenangkan sekaligus mengerikan, penuh dengan keganjilan radikal!” imbuhnya.

Kurator Audemars Piguet Contemporary, Denis Pernet, berbicara tentang ekspansi program kuratorial mereka ke wilayah baru, sekaligus merealisasikan konsep visioner Natasha. ‘Primate Visions: Macaque Macabre’, kata dia, menandai pameran tunggal terbesar Natasha hingga saat ini

“Dan Audemars Piguet Contemporary bangga dapat memberikan dukungan dalam tahapan kariernya yang sangat menarik ini,” tuturnya.

Pernet meyakini, kreativitas membantu siapapun memahami diri mereka sendiri dan dunia dengan cara yang berbeda. “Kami tak sabar untuk mempersembahkan instalasi unik Natasha, yang mengajak kita untuk merenungkan kembali hubungan kita dengan sesama makhluk hidup dan juga lingkungan.”



Share

Pilihan Redaksi

Berita Terpopuler

Berita Terbaru