Bissu dan lukisan pra-sejarah di batu-batu Leang leang "berpartisipasi" pada acara G20
Oleh : Andi Batari
Perhelatan G20 di Indonesia bukan melulu soal soal omongan ekonomi dan cuan. Pada agenda internasional ini, ada entitas kecil yang siap nimbrung menampilkan sejarah masa lalu hingga hubungan manusia dengan pencipta-Nya dalam sebuah cerita.
Cerita-cerita ini nantinya akan dikemas dalam sebuah pertunjukkan seni (Art Performance) oleh para seniman muda Indonesia, yang akan ditampilkan pada perhelatan akbar Pertemuan Menteri-Menteri Kebudayaan G20 (G20 Ministerial Meeting on Culture di Kawasan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah pada bulan September nanti.
Cap tangan manusia prasejarah, hingga gambar hewan yang terpajang di dinding bebatuan Leang-leang, Kabupaten Maros, bagi para seniman ini adalah sebuah narasi panjang peradaban manusia. “Pertemuan di sini akan memberikan kesempatan kepada mereka untuk melakukan laboratorium seni, dengan fokus penggalian kembali narasi-narasi sejarah,” kata Direktur Artistik Indonesia Bertutur 2022, Melati Suryordarmo.
Lukisan prasejarah di dinding batu Leang-leang. Foto ANDI BATARI
Bagi Melati, ini juga termasuk soal cerita-cerita kebudayaan yang tumbuh di sekitar situs ini berada, serperti dongeng, mitologi, dan kepercayaan asal yang tumbuh. Narasi-narasi itu kemudian akan rajut oleh para seniman muda Indonesia dalam sebuah pertunjukan.
“Menengok kembali, memahami, dan memaknai, melihat kembali sebenarnya narasi yang ada di dalam sejarah,” ungkapnya.
Beranjak dari goa presejarah Leang-leang, para seniman ini juga melakukan kunjungan ke masyarakat adat bissu di Segeri, Pangkep. Kedatangan seniman muda dan rombongan pengasuh Temu Seni disambut hangat di rumah masyarakat bissu dengan alunan alat musik khas Bugis berupa gendang, gong, pui-pui dan lae-lae serta dalam momen istimewa pemimpin bissu Puang Matoa Bissu Nani bersama sejumlah anggota keluarga mensajikan ritual Ma’giri, sebuah tarian spiritual yang sudah berumur ratusan tahun.
Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Sulawesi Selatan, Andi Syamsu Rijal menyampaikan, “Bissu adalah pewaris dan pejuang pemelihara warisan budaya suku Bugis. Bissu di Sulawesi Selatan dapat ditemui di Kabupaten Pangkep, Bone, Wajo dan Sopeng. Dalam keseharian, Bissu inilah yang mempertahankan pusaka-pusaka adat warisan nenek moyang kita dulu dan keberadaannya termaktub dalam risalah Bugis kuno I La Galigo.”
Lebih jauh Syamsu Rijal menuturkan bahwa dari Ma’giri yang dipersembahkan di awal pertemuan merupakan sebuah ritual permohonan ijin yang mengandung sebuah konsep dunia atas, dunia tengah dan dunia bawah, nilai yang tetap dipertahankan oleh para bissu. Terlepas dari begitu banyak kendala dan tantangan, kekayaan kearifan lokal bagi komunitas bissu selalu menjadi hal utama yang diperjuangkan untuk dilestarikan di tengah kemajuan jaman yang ada.
Komunitas bissu dan masyarakat Sulawesi Selatan berharap perjuangan ini bisa menjadi perjuangan bersama, termasuk para seniman muda yang hadir dalam kunjungan budaya ini. Selahkan untuk mempelajari dan memahami bissu serta sampaikan keberadaan dan kekayaan budayanya kepada siapa saja.
Pemimpin bissu, Puang Matoa Bissu Nani menyampaikan bahwa ritual Ma’giri yang dilaksanakan sebagai sebuah upaya mengusir keburukan atau tolak bala. Bissu menjadi penghubung, menyapa ‘dunia bawah’ dan meminta ‘dunia atas’ untuk memberikan keselamatan, kesehatan dan perlindungan kepada semua yang hadir dalam kesempatan kunjungan budaya bersama peserta Temu Seni Performans ini.
Sejak jaman kerajaan hingga saat ini, bissu dipercaya menjadi pihak yang mengatur sekaligus pelaksana jalannya upacara ritual seperti kelahiran, bayi yang akan menginjakan tanah, pemotongan gigi, sunatan, perkawinan, dan sampai kematian. Masyarakat sekarang memandang bissu sebagai sosok yang patut dihormati mengingat bissu masuk dalam golongan orang-orang yang dapat membantu masyarakat (mengobati, pemecah solusi, penjaga siklus kehidupan) agar terhindar dari kesulitan atau mendapat bencana. Dalam keseharian tidak sedikit bissu yang bekerja sebagai perias pengantin (memiliki salon) sekaligus menjadi pengatur upacara perkawinan.
BACA JUGA Mappalili Ritual Turun Sawah di Segeri