festival-asmat-pokman-jejak-fumeripitsy
Festival Asmat | foto Evi Aryati Arbay
Art & Culture
Festival Asmat Pokman & Jejak Fumeripitsy
By Evi Aryati Arbay
Thu, 13 Oct 2022

Jika Orang Modern baru mengenal istilah “MarketPlace” melalui tumbuhnya berbagai flatform digital, masyarakat Asmat justru telah lebih dulu punya tradisional marketplace yang dikemas dalam istilah Pesta Budaya ASMAT, momen ini mampu mempertemukan interaksi budaya dengan urusan ekonomi sekaligus dalam satu spot.  

Saya selalu punya banyak pertanyaan untuk Asmat yang sampai hari ini masih terus saya gali, mulai dari mengapa ukiran Asmat begitu kaya makna? Darimana datangnya keahlian memahat Suku yang sehari-hari tinggal di atas papan, berdiri di lahan rawa gambut penuh lumpur? Ukiran Asmat sangat kaya akan garis dan desain, menjadi “Must items” yang diburu para kolektor seni dunia dan Festival Asmat Pokman menjadi salah satu “Market” utama untuk memburunya, karena disanalah setiap bulan Oktober Minggu kedua menjadi tempat penting bertemunya pemahat dan kolektor. Sungguh pesta yang sangat dinanti tiap generasi Asmat.

Yuk, mengintip perjalanan assignment saya bersama Arbain Rambey untuk Lion Air Group pada February 2022 lalu, yang bisa dibilang perjalanan menengok masyarakat Asmat setelah 2 (dua) tahun pandemi ini bersiap menuju Festival 6-12 Oktober 2022 nanti dan kisah di balik seni ukir Asmat yang mendunia.

JEJAK FUMERIPITSY
Di antara rimba belantara tropis Papua, kita akan menemukan Suku Asmat. Mereka tinggal di pedalaman dan pesisir Kabupaten Asmat, Provinsi Papua. Cerita tentang suku artistik ini bermula pada ratusan bahkan ribuan tahun lalu. Pada awal peradabannya, Suku Asmat percaya bahwa mereka adalah titisan para dewa. Fumeripitsy, nama dewa yang dianggap menjadi cikal bakal jiwa artistik Suku Asmat.

Dikisahkan Sang Dewa turun ke bumi Papua. Kisah tentang Fumeripity memiliki berbagai versi. Kesamaan dari berbagai versi itu adalah bahwa Ia terdampar di pinggir pantai. Awal perjalangannya mengarungi sungai hingga ke muara dengan menggunakan lesung, Fumeripitsy bertemu dengan buaya raksasa. Terjadilah pertarungan, Fumerispitsy berhasil mengalahkannya walaupun dengan luka parah.



Dalam keadaan terluka Fumeripitsy terdampar di pantai tidak sadarkan diri. Namun, nyawanya diselamatkan oleh sekolompok burung ajaib hingga Ia kembali pulih. Merasa kesepian, Fumeripitsy memahat dua patung kayu menyerupai sosoknya dan sebuah alat musik tifa yang ditabuhnya terus menerus. Tiba-tiba patung tersebut bergerak dan hidup, keduanya menari mengikuti suara tifa. Konon kedua patung itulah manusia-manusia pertama di Papua, lalu keturunan merelahlah yang kemudian menjadi Wow-ipits atau Wow iwir, para pemahat Asmat.

Legenda Fumeripitsy inilah yang bisa menjelaskan bahwa patung dan kegiatan memahat memiliki nilai sakral bagi Suku Asmat. Tradisi dan budaya ini berjalan selama ratusan atau bahkan ribuan tahun. Sepantasnya perayaan Festival Asmat Pokman menjadi perayaan bagi para pemahat, penari dan pendayung.

Artikel selanjutnya : Festival Asmat Pokman Jejak Fumeripitsy




Share

Pilihan Redaksi

Berita Terpopuler

Berita Terbaru