Tepuk tangan penonton bergema di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta. Selama empat hari, 4–7 September 2025, panggung itu menjadi saksi bagaimana ‘Perempuan Punya Cerita’, musikal produksi EKI Dance Company, menghidupkan kembali semangat yang hampir dua dekade lalu ditorehkan Nia Dinata dalam film berjudul sama.
Pertunjukan yang digarap sutradara muda Ara Ajisiwi ini berhasil mengikat penonton. Dua kisah fiksi sederhana namun begitu dekat dengan kehidupan banyak perempuan Indonesia. Perjuangan menghadapi ketidakadilan, tekanan sosial, hingga upaya bangkit dari keterpurukan.
Bukan sekadar tontonan, musikal ini terasa seperti ruang refleksi bersama.
BACA JUGA : KERINDUAN MINKE YANG MEMBUNCAH
Dua Wajah Kehidupan
Dua tokoh utama, Jami dan Anya, hadir sebagai representasi dua generasi yang berbeda. Namun, keduanya sama-sama memperjuangkan hak untuk bersuara melawan tekanan sosial yang membungkam mereka.
Jami, seorang ibu tunggal, diperankan dengan intensitas emosional yang memukau oleh Ara sendiri. Lelah sekaligus tangguh, ia yang dihimpit tekanan ekonomi, berjuang menyambung hidup. Di sisi lain, ia juga didera rasa khawatir akan masa depan anak perempuannya.
Sementara Anya, gadis remaja yang diperankan Nala Amrytha, menghadapi menghadapi tantangan khas generasinya: perundungan, tekanan sosial, dan kerasnya kompetisi di sekolah, di tengah dunia yang dipenuhi ekspektasi dari media sosial.
Perpaduan keduanya menyuguhkan potret lintas generasi: perempuan yang terus berjuang meski dalam bentuk tekanan yang berbeda.
“’Perempuan Punya Cerita’ bukan sekadar pertunjukan musikal. Ini adalah ruang pertunjukan sekaligus ruang refleksi. Kami ingin menunjukkan bahwa perempuan Indonesia adalah perempuan yang kuat, yang berani memperjuangkan hidup dan harapannya, meski di tengah tekanan lingkungan,” kata Ara.
Musik, Gerak, dan Luka yang Terungkap
Kekuatan musikal ini terletak pada bagaimana musik orisinal, koreografi atraktif, dan tata panggung yang dinamis mampu menggiring emosi penonton. Adegan-adegan penuh energi bergantian dengan momen hening yang meninggalkan ruang untuk merenung.
Salah satu adegan paling membekas adalah ketika Jami melantunkan asa pada anak perempuannya; berharap tidak bernasib sama seperti dirinya. Namun, suaranya seolah tenggelam oleh realita demi realita yang menghantam, dan memaksanya untuk tetap kuat menjalani hidup di masa depan.
Di lain bagian, Anya mengekspresikan kegelisahannya lewat koreografi yang menggambarkan tekanan media sosial—cermin nyata bagi banyak generasi di kursi penonton.
Antara Hiburan dan Refleksi
Selain Ara dan Nala, musikal ini juga dibintangi oleh para pemain muda berbakat yang telah sering tampil dalam pertunjukan musikal seperti Gerry Gerardo, Gabriel Harvianto, Uli Herdi, serta bintang musikal pendatang baru, Tan Hadian.
Produser Alim Sudio mengatakan, sudah menjadi ciri khas musikal EKI menghadirkan fenomena sosial yang relevan bagi masyarakat. “Melalui ‘Perempuan Punya Cerita’, kami menyuguhkan penceritaan yang segar namun bermakna, koreografi yang atraktif, serta visual panggung yang dinamis dan emosional,” tuturnya.
Harapannya, penonton bukan hanya terhibur, tetapi juga terhanyut dalam kisah Jami dan Anya. “Mungkin melihat bayangan diri sendiri, teman, ibu, atau anak perempuan mereka. Dan dari sana, timbul ruang refleksi bersama,” kata Alim.
Menyambung Tradisi Musikal EKI
Ini merupakan produksi musikal kedua EKI Dance Company tahun ini, setelah kesuksesan musikal ‘Lutung Kasarung’ pada Mei 2025 yang tiketnya habis terjual satu bulan sebelum pementasan.
‘Perempuan Punya Cerita’ memperlihatkan konsistensi EKI Dance Company dalam menghadirkan musikal yang bukan hanya memukau secara artistik, tapi juga menyuarakan isu sosial yang relevan.
Empat hari pementasan di TIM terasa singkat, namun meninggalkan gema panjang. ‘Perempuan Punya Cerita’ bukan sekadar musikal—ia adalah perayaan keberanian perempuan untuk menyuarakan luka, merawat harapan, dan menemukan kembali kekuatannya.(*)