Pameran lukisan flora bertajuk ‘Botanical Art: Evoking the Beauty of Science’ digelar di Gedung D, Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, 7 Juli - 8 Agustus 2022
Perkumpulan seniman botani pertama di Indonesia, Indonesian Society of Botanical Artists (IDSBA), memamerkan keindahan flora Nusantara yang dituangkan ke dalam karya seni rupa melalui ekshibisi bertajuk ‘Botanical Art: Evoking the Beauty of Science’ di Gedung D, Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, 7 Juli - 8 Agustus 2022.
Ini merupakan seri ketiga pameran seni botani Ragam Flora Indonesia (RFI) yang kali pertama digelar di Kebun Raya Bogor, menyusul kemudian di Yogyakarta.
Gelaran karya seni botani di Galeri Nasional Indonesia ini merupakan kesempatan unik dan penting bagi masyarakat luas untuk dapat menikmati suguhan sekaligus arsip ilmiah estetik yang memberikan ruang bagi penikmat seni untuk mengagumi keindahan seni lukis botani.
“Sekaligus mendapatkan informasi atau pengetahuan tentang tetumbuhan dengan jarak sangat dekat dan detail-detail yang akurat,” ungkap Kepala Galeri Nasional Indonesia Pustanto.
Melalui pameran ini publik diharap menemukan pengalaman baru yang mematahkan stereotipe bahwa hal-hal berkaitan dengan sains itu kaku, dingin, dan tak indah. Khalayak dapat menjadi saksi seni rupa bersinergi dengan sains secara apik. “Para seniman peserta telah bekerja dengan penuh perhitungan, ketelitian, ketekunan, dan pertimbangan keilmuan tanpa meninggalkan kaidah estetika berkarya seni,” imbuhnya.
Dalam pameran Ragam Flora Indonesia (RFI) 3 tahun ini terdapat 58 karya seni dan ilustrasi botani terkurasi, dengan subjek tetumbuhan asli Indonesia oleh 37 seniman Indonesia dan mancanegara.
Dari sudut pandang seni rupa, Sudjud Dartanto, kurator pameran sekaligus kurator Galeri Nasional Indonesia menjelaskan, "Pameran ini menjadi bagian penting dalam khazanah seni rupa di Indonesia yang akan mengubah perspektif kita dalam memandang relasi koeksistensial antarmakhluk hidup.”
Dari kacamata ilmu pengetahuan, botaniwan Destario Metusala mengakui bahwa seni botani telah sejak lama berperan penting dalam khazanah ilmu pengetahuan, khususnya ilmu botani. Terlebih di masa lampau saat akses teknologi kamera masih sangat terbatas. Bahkan, saat teknologi kamera masa kini yang sudah sangat mumpuni sekalipun, untuk beberapa kasus, ilustrasi botani masih sangat diandalkan.
Lebih lanjut, Rio mengamati bahwa seni botani telah berevolusi menjadi salah satu pendekatan aktualisasi diri dari berbagai kalangan, tanpa monopoli oleh komunitas dengan latar belakang keilmuan tertentu. Ia meyakini, ini merupakan evolusi positif yang membahagiakan.
“Melalui pendalaman seni botani, maka cepat atau lambat, para partisipan akan berinteraksi dan terkoneksi dengan berbagai jenis tumbuhan. Dari situlah biasanya akan tumbuh apresiasi terhadap keunikan dan keindahan seluk-beluk dunia tumbuhan,” harapnya.
Peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ini juga percaya, munculnya berbagai karya seni botani modern dengan sentuhan-sentuhan baru yang segar dan kreatif tentu berdampak sangat positif, terutama dalam dunia edukasi dan konservasi tumbuhan. Termasuk, menjadi penggugah minat dan pemantik antusiasme bagi generasi pelajar untuk lebih mudah memahami ilmu pengetahuan, khususnya botani.
“Selain itu, seni botani juga merupakan media kampanye yang atraktif dalam memperkenalkan figur-figur tumbuhan langka kepada kalangan awam. Sudah saatnya seni botani menjadi milik semua orang, serta menjadi salah satu bentuk interaksi tulus antara manusia dengan tumbuhan di sekitarnya.”
Eksotisme Widuri, Sulaman Cengkih, dan Cerita Pala. Khalayak diajak untuk mengapresiasi kekayaan ragam flora nusantara, baik tumbuhan langka, terancam punah, endemik, bersejarah, hingga yang sehari-hari dekat tapi tak dikenal.
Misalnya, seniman Eunike Nugroho menampilkan lukisan cat air dari Gloriosa superba L. atau kembang sungsang, tumbuhan liar Indonesia yang dimuliakan di Eropa hingga Australia sebagai bunga potong dan tanaman hias. Spesies ini juga dibudidayakan sebagai tanaman obat di beberapa negara di Asia Selatan dan Afrika, sementara di sini ia diabaikan bahkan dibabat dari habitatnya.
Seniman Dianne Sutherland menemukan subjek karyanya, Calotropis gigantea (L.) W.T. Alton, di semak-semak liar tak terurus di pesisir Gili Trawangan. Lewat studi sketsa yang ditekuni bertahun-tahun, dia melukis tumbuhan liar indah yang dipanggil Widuri—seperti judul lagu yang dinyanyikan Bob Tutupoly—di kediamannya di Inggris khusus untuk pameran ini.
Ada juga lukisan tumbuhan pala hutan, Myristica fatua Houtt, karya seniman Ananda Firman Syarif dan sulaman tangan Ria Paramita dengan subjek cengkih, Syzygium aromaticum (L.) Merr. & L.M.Perry, yang mengingatkan kita bagaimana tumbuhan rempah-rempah turut serta membentuk nasib dan sejarah bangsa Indonesia.