yesterday
| ilustrasi M Hanif/LIONMAG
Yesterday
By Jemy Confido
Sat, 27 Aug 2022

If what you have done yesterday still looks big to you, You have not done much today.

- Mikhail Gorbachev -

Yesterday,
All my troubles seemed so far away,
Now it looks as though they’re here to stay,
Oh I believe in yesterday.

Suddenly,
I’m not half the man I used to be,
There’s a shadow hanging over me,
Oh yesterday, came suddenly.

Yesterday,
Love was such an easy game to play,
Now I need a place to hide away,
Oh I believe in yesterday.

Itulah penggalan salah satu lagu karya grup musik legendaris The Beattles dengan judul “Yesterday”.

Lagu balada yang liriknya ditulis oleh Paul McCartney dan John Lennon ini seolah menceritakan perenungan dari seorang maestro cinta yang pernah berjaya pada masanya namun sekarang, seiring perubahan jaman, ia tak berdaya dalam permainan cinta. Kenyataan itu membuat ia ingin kembali ke era keemasannya di masa lalu dan kembali menjalin asmara dengan kekasihnya.  

Masa lalu selalu menarik untuk digelitik. Baik masa lalu yang pahit maupun masa lalu yang manis. Namun sesungguhnya manis pahitnya masa lalu tergantung kepada cara kita menggunakannya untuk menghadapi masa kini dan masa depan.

Ketika kita terlalu larut dalam manisnya masa lalu dan terlena untuk membuat pencapaian masa kini, maka kita sedang menjadikan masa lalu kita sebagai penghambat masa kini dan masa depan. Sebaliknya ketika kita menggunakan pahitnya masa lalu sebagai pelajaran dalam membuat pencapaian masa kini, maka kita sedang menjadikan masa lalu sebagai kunci keberhasilan masa kini dan masa depan.

Saya teringat sebuah situasi yang saya saksikan di salah satu stasiun televisi beberapa belas tahun yang lalu. Saat itu, stasiun TV tersebut tengah menayangkan serial silat “Pendekar Rajawali” dengan tokoh utamanya Yoko yang diperankan oleh Andy Lau. Saat membintangi serial tersebut, Andy Lau sendiri masih orang baru di dunia perfilman. Bahkan serial tersebut merupakan salah satu film pertamanya.

Namun, baru sepuluh tahun kemudian serial tersebut ditayangkan di stasiun televisi swasta tanah air. Hebatnya, meski sudah berumur sepuluh tahun, serial “Pendekar Rajawali” tetap menuai sukses. Begitu berhasilnya tayangan tersebut, sampai-sampai jalanan menjadi sepi manakala serial tersebut mengudara.

Untuk memenuhi animo masyarakat yang begitu besar, akhirnya stasiun TV tersebut mendatangkan Andy Lau ke Indonesia. Dalam salah satu wawancara, Andy Lau mengakui bahwa sebenarnya dia sendiri sudah lupa kalau dia pernah membintangi film laga tersebut. Mengapa Andy Lau sampai lupa? Karena sejak membintangi film “Rajawali Sakti” tersebut, Andy Lau telah membintangi banyak lagi film yang berhasil. Coba kalau film “Pendekar Rajawali” tersebut merupakan satu-satunya film yang ia bintangi sepanjang karirnya, pasti Andy Lau akan ingat sekali kalau ia pernah membintangi film tersebut.

Nah, untuk bisa menciptakan pencapaian-pencapaian baru seperti Andy Lau, maka kita perlu memahami perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan sekitar kita dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan tersebut.

Untuk lebih jelasnya, perkenankan saya menampilkan dua sosok atlit ternama pada masanya yaitu Mike Tyson dan Michael Jordan. Mike Tyson memegang rekor sebagai petinju termuda yang berhasil meraih gelar juara dunia tinju versi WBC. Saat meraih gelar tersebut dengan menaklukkan Trevor Berbick melalui kemenangan TKO di ronde ke-2, Tyson baru berusia 20 tahun 4 bulan dan 22 hari.

Tyson juga merupakan orang pertama yang berhasil memegang gelar WBA, WBC dan IBF sekaligus. Yang lebih fenomenal lagi adalah Mike Tyson berhasil menumbangkan para petinju besar termasuk Larry Holmes dan Michael Spink dalam pertarungan yang sangat singkat. Spink bahkan hanya bertahan 91 detik di atas ring.

Namun prestasi yang fantastis tersebut berubah menjadi kisah sedih beberapa tahun kemudian. Karir Tyson mulai memperlihatkan tanda-tanda penurunan sejak ia ditumbangkan pada ronde ke-10 oleh underdog James Buster Douglas pada bulan Februari tahun 1990 di Tokyo. Setelah ia keluar dari penjara karena tuntutan pelecehan seksual, Tyson sempat meraih gelar WBC dari tangan Frank Bruno namun kemudian ia kalah TKO pada ronde 11 oleh Evander Holyfied. Dalam pertarungan ulang, Tyson didiskualifikasi karena menggigit telinga Holyfield.

Setelah dikalahkan Lennox Lewis dalam perebutan gelar WBC, IBF dan IBO pada tahun 2002, Tyson hanya mencatat satu kemenangan mudah atas petinju tidak terkenal Clifford Etienne. Setelah itu, Tyson seolah tidak berdaya dari lawan-lawannya.

Di penghujung karirnya, petinju tidak popular sekelas Danny Williams dan Kevin McBride pun bisa merobohkan Tyson. Apa yang salah? Yang salah adalah Tyson tidak mengubah cara dia bertinju. Ia tetap mengandalkan kekuatan dan stamina padahal seiring bertambahnya usia, ia semakin lemah.

Sekarang marilah kita pelajari Michael Jordan. Jordan berhasil membawa Chicago Bulls meraih gelar NBA tiga kali berturut-turut pada tahun 1991, 1992, dan 1993. Pada tahun 1993 dan 1994, Jordan sempat berhenti menjadi pebasket dan mencoba mengikuti keinginan ayahnya untuk menjadi pemain baseball.

Namun di ajang yang satu ini, Jordan kurang berhasil dan pada tahun 1995, Jordan kembali memperkuat Chicago Bulls. Gagal di tahun pertamanya comeback, Jordan akhirnya bisa kembali memberikan gelar juara tiga kali berturut-turut pada Bulls pada tahun 1996, 1997 dan 1998.

Sepanjang karirnya, Jordan berhasil meraih lima gelar Most Valuable Player (MVP). Pada tahun 1999, Jordan dianugerahi gelar North American Athlete of the 20th Century oleh ESPN. Apa yang dilakukan Jordan? Dia mengubah caranya bermain.

Sebelum sempat mundur dari arena basket, kelebihan Jordan adalah menerobos pertahanan lawan dengan lompatannya yang tinggi sehingga orang menjulukinya “air Jordan”. Namun seiring bertambahnya usia, kecepatan Jordan menurun dan ia lebih mudah dihadang oleh lawan-lawannya.

Menyadari hal tersebut, Jordan mengubah cara dia bermain dengan lebih mengandalkan three-points shoot alias lemparan tiga angka. Selain tembakan tiga angka lebih banyak menuai point, stamina Jordan pun tidak cepat terkuras dan ia juga tidak menghadapi resiko cedera.

Dibandingkan dengan Tyson, kehidupan Jordan setelah karirnya sebagai atlet juga jauh lebih bersinar. Jordan menjadi pengusaha yang sukses dan bisa membeli klub basket Charlotte Bobcats. Sebaliknya, Tyson dinyatakan bangkrut.

Menghadapi semua perubahan yang terjadi di sekitar Anda, Anda memiliki dua pilihan yaitu mengubah cara Anda menghadapi lingkungan Anda atau mempertahankan cara yang pernah membawa Anda berhasil sebelumnya.

Tentunya, Anda tidak mau berdiam diri dan hanya menyanyikan lagu “Yesterday” karya popular dari the Beatles yang memang enak untuk dinyanyikan tetapi sangat tidak enak untuk dialami.

BACA JUGA


Share

Pilihan Redaksi

Berita Terpopuler

Berita Terbaru