srihadi-soedarsono-pesan-dari-bentangan-alam
Pameran Tunggal Bertajuk Srihadi Soedarsono - Man X Universe, di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta. | FOTO RISTIYONO
Art & Culture
Srihadi Soedarsono, Pesan Dari Bentangan Alam
Faisyal Chaniago
Sat, 04 Apr 2020

Di balik estetika suatu karya, ada pergumulan sosial, budaya, bahkan politik. Itulah yang sedang dikedepankan dalam "Srihadi Soedarsono- Man x
Universe".

Lukisan-lukisan bentangan alam (landscape) karya maesto lukis Srihadi Soedarsono dipamerkan dalam pameran tunggal bertajuk Srihadi Soedarsono - Man X Universe, Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, 11 Maret - 9 April 2020. Ada 44 lukisan yang dipajang, secara umum bercerita tentang alam.

Srihadi Soedarsono- Man x Universe menginterpretasikan keindahan landscape Indonesia sebagai semangat spiritual atas rasa kemerdekaan dan kebanggaan berbangsa. Sebab, landscape dalam perspektif Srihadi adalah tema yang lebih dalam - bukan sekadar lukisan pemandangan yang menghipnotis orang lain untuk datang berkunjung.

Seri lukisan bentangan alam merupakan salah satu pendekatan yang sangat dikenal, dan menjadi ciri khas karya-karya Srihadi. Lukisan landscape dalam kontek pameran ini memiliki struktur bentang alam, darat (bumi), langit dan unsur-unsur kritik sosial.

Pameran tungggal ini juga merekam perjalanan arstiktik Srihadi, setidaknya dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir - di mana dia mengadakan pameran tunggal retrospektif di tahun 2012, dan menerbit buku Srihadi dan Seni Rupa Indonesia - ditulis oleh Jim Supangkat.

Kemudian di tahun 2016 mengadakan tunggal sekaligus memamerkan 300 karya dalam rentang waktu 70 tahun berkarir sebagai seniman, disertai menerbitkan buku 70 Tahun Rentang Kembara Roso, ditulis oleh Farda Srihadi dan A. Rikrik Kusmara.

Karya-karya yang dipamerkan, antara lain Horizon - The Golden Harvest (2018), Borobudur Drawing (1948), Borobudur - The Energy of Nature (2017), Mt. Bromo - The Mystical Earth (2017), Papua - The Energy of Golden River (2017). Kemudian, The Mystical Borobudur (2019) dan Jakarta Megapolitan - Patung Pembebasan Banjir (2020).

Dari sekian lukisan yang dipajang, ada sebuah sketsa, yaitu Borobudur yang dibuat tahun 1948. Sketsa Borobudur dilukis saat usia Srihadi baru 17 tahun, dan dalam suasana perang. Ketika itu ia menjadi Tentara Pelajar Balai Penerangan Tentara Divisi IV. Diusia belia itu, dia sudah menunjukkan intuisi dan ketertarikan terhadap nilai-nilai alam, manusia, dan budaya.

Dia menggambarkan candi Borobudur dengan pendekatan landscape melalui garis-garis ekspresif. Gambar Borobudur dalam bentangan alam - hadir melalui garis-garis ekspesif yang khas, kemudian menjadi salah satu objek simbolik utama dalam karya-karyanya hingga kini.

Sketsa Borobudur dipajang di bagian depan - dekat pintu masuk. Sketsa tersebut sengaja ditampilkan bersama karya-karya mutakhir lain, sebagai penanda bahwa sketsa Borobudurlah cikal bakal Srihadi membuat lukisan-lukisan landscape di kemudian hari.

Di balik estetika suatu karya, ada pergumulan sosial, budaya, bahkan politik. Itulah yang sedang dikedepankan dalam "Srihadi Soedarsono- Man x Universe".

"Universe itu catatan tentang ingatan-ingatan, layaknya seseorang yang mengingat memorinya sebelum menulis. Ini cara saya mencatat perjalanan dari kanak-kanak sampai sekarang usia 88 tahun. Bagaimana sawah yang dahulu begitu luas sekarang tidak ada lagi yang seluas itu," ujar Srihadi Soedarsono.

Interprestasi Keindahan Alam

Kurator A. Rikrik Kusmara mengelompokkan 44 karya Srihadi dalam empat rumpun besar. Pertama social critics yang terdiri dari Papua Series, Bandung Series, dan Field of Salt. Kedua dynamic memuat Jatiluwih Series dan Energy of Waves. Ketiga human & nature terdiri dari Mountain Series, Tanah Lot Series, dan Gunung Kawi Series. Dan yang keempat contemplation yang terdiri Horizon Series dan Borobudur Series.

A. Rikrik Kusmara menguraikan, pameran Srihadi Soedarsono- Man x Universe adalah pendekatan baru Srihadi dalam mengekspresikan landscape. Menampilkan metafor dan simbol yang cukup kompleks. Proses artistik tersebut tak lepas dari kondisi sosial politik Indonesia yang tensinya naik sepanjang 2016-2019. Tahun-tahun dimana Srihadi menghasilkan karya untuk pameran ini.

Srihadi melukis landcape layaknya mencatat kejadian-kejadian, dan merekam perubahan-perubahan. Seperti tertuang dalam lukisan Horizon - The Golden Harvert yang memampangkan pemandangan panen pada era 1970-an. Penduduk desa bergotong royong, bergantian memanen padi. Bentangan sawah yang luas, berbatas bukit landai ditemani cakrawala.

Di sisi lain, kata Rikrik Kusmara lukisan Horizon - The Golden Harvert mengingatkan kita pada sebuah kalimat, yakni "hamparan sawah sejauh mata memandang". Kalimat tersebut bercerita tentang bentangan sawah yang luas di bumi Nusantara. Tapi itu dulu, sekarang sudah tidak demikian. Sebab sawah-sawah sudah dipenuhi perumahan, villa-villa mewah dan restoran yang ikut menjual keindahan pemadangan sawah.

Hal serupa juga diceritakan Srihadi, waktu ia kecil sering diajak kakeknya berkeliling melihat pemandangan, dan melihat bentangan sawah yang luas. "Sekarang, sawah di belakang rumah saya sudah dipenuhi rumah-rumah. Fenomena tersebut menjadi paradok bagi negeri yang dijuluki sebagai lumbung padi, dan tambak garam. Tapi kekurangan pada dan garam, hingga harus impor," ujar Srihadi.

Ada beberapa aspek dari karya landscape Srihadi, di antaranya sebuah paradoks, keindahan dalam realita. Lukisan-lukisan ini menurut Rikrik Kusmara, merupakan kepedulian Srihadi terhadap kondisi bangsa. Meskipun tampil dalam susunan yang sangat harmonis, namun sebetulnya terdapat tanggapan terhadap wacana politik pembangunan bangsa - tentang eksploitasi alam dan pembangunan yang tak berkeadilan.

Aspek lain, karya Srihadi seperti momen perenungan diri dengan mengambil aspek manusia, alam dan budaya. Tampak seperti terjadi dialog antara alam, kebudayaan dan manusia. Srihadi ingin menempatkan posisi esensi manusia yang kompleks. Menempatkan aspek sosial budaya dalam renungan siklus bumi dan jagat raya - yang dibungkus halus dalam struktur lapisan visual.

Karya-karya Srihadi secara keseluruhan menggunakan refrensi bentangan alam yang berasal dari hasil proses perenungan mendalam - hingga menghasilkan pengalaman dan karya yang maksimal.


Pernah dimuat di Majalah LIONMAG Edisi April 2020
Share

Pilihan Redaksi

Berita Terpopuler

Berita Terbaru