Seorang anak Papua berumur 8 tahun terbaring lemah, tatapannya pasrah, badannya tertutup foto hasil rontgen. Foto dengan judul Harapan yang dibuat oleh Adi Chandra terpilih memenangkan medali emas Kategori Hitam Putih di Salon Foto Indonesia ke-40 di Bali.
Sekawanan merpati terbang riuh diantara biksu dan penjual dengan latar belakang pagoda, kejelian Mario Blanco, sang pemotret yang sabar menunggu momen yang pas membuat juri sepakat memilih foto dengan judul Feeding Pigeons sebagai pemenang medali emas untuk kategori softcopy traveling.
Di jalanan Havana, Harjanto Sumawan berhasil “membingkai” kehidupan masyarakat setempat melalui jendela mobil berwarna menyolok. Kuba adalah dua era masa yang beriring. Mobil tua era tahun 60-an, latar bangungan tinggi dan dua orang tua “terbingkai” jendela mobil pas mewakili kehidupan Kuba. Foto dengan Cuban Life. berhasil mendapat poin tertinggi untuk kategori cetak warna.
Sedangkan konsep pantulan cermin Fahmy Ifny Afryan, berhasil mendapatkan medali emas untuk kategori Softcopy Street Photography. Foto berjudul Terpantul Dilangit Biru, mampu menarik perhatian juri dengan kreativitas dan pesan “tersembunyi” dari balik fotonya.
Salon Foto Indonesia (SFI) 2019 ke-40 menghasilkan karya-karya foto bermutu tinggi merepresentasikan betapa ketatnya kompetisi ajang tahunan dari FPSI ini. SFI ke-40 membagi menjadi 4 kategori yakni, Cetak Warna, Cetak Monokrom, Softcopy Travel Photography dan Softcopy Street Fotografi. Pada acara puncaknya di Bali, 7-9 September 2019 lalu, diumumkan pemenang-pemenang yang berhasil meraih medali di berbagai kategori dan pemenang Best club FPSI 2019 yang diraih oleh Perkumpulan Fotogrefaer Bali (PFB).
“Ini salon yang ke-40 FPSI sejak berdiri tahun 1973. Diharapkan kegiatan tahunan ini bisa meninggatkan kemampuan fotografi para anggota klub yang ada dalam FPSI” jelas Johny Hendarta, Ketum FPSI Periode 2018-2021.
Anom Manik Agung, Ketua Juri Cetak Warna bahkan mengungkapkan sebagi seorang juri, ia memiliki kriteria atau parameter untuk menilai bagus tidaknya setiap karya foto yang masuk ke meja penjurian. Ia punya alasan kuat mengapa karya Harjanto Sumawan yang berjudul Cuban Life mampu meraih medali emas di Kategori Cetak Warna.
Foto yang menampilkan aktivitas seorang kakek dan nenek dengan framing jendela mobil berwarna kuning ini selain bagus secara teknis, juga memiliki ketajaman yang baik dengan ruang tajam, kontras dan pencahayaan dan aspek visual/estetika lainnya. Karya fotografi yang mampu mengimplementasikan aspek-aspek visual/estetika itu dengan baik akan tampak stand out, jelas Anom Manik Agung.
Pada kategori Cetak Monokrom juga menghasilkan sebuah karya foto menarik. Sebuah foto yang menampilkan seorang anak laki-laki terbaring di rumah sakit yang diabadikan oleh Adi Chandra ini menjadi peraih medali emas untuk kategori ini. Foto berjudul Harapan ini mampu mencuri perhatian juri yang diketuai oleh Nofria Doni Fitri, M. Sn, AFPSI.
Moment ini ditangkap dengan sangat baik oleh fotografernya. Pada foto ini pemotret mampu menangkap inner part refleksi perasaan dari subyek. Fotografer cukup cerdik dengan menampilkan bagian dada yang ditutupi hasil rontgen sekaligus merefleksikan sakit yang diderita anak muda kulit hitam ini. Foto ini dikemas dalam komposisi yang sederhana sehingga tidak ada unsur yang mengganggu konsentrasi pandang pada subyek utama.
Sebagai foto cetak monokrom tonal pada foto ini cukup lengkap. Gelap-terang yang muncul dengan side light pada wajah dikombinasikan dengan garis-garis draperi kain seprei putih dan selimut gelap di bawah bantalnya. Tonal menengah, terang dan gelap pada foto rontgen memperkuat foto ini memberikan lapisan-lapisan tone dengan baik. Bagi saya foto yang baik tidak perlu ‘rumit’.
Di kategori Softcopy Street Photography, karya foto Fahmy Ifny Afryan, yang mengambil konsep pantulan dari cermin ini mampu menarik perhatian para juri untuk kategori ini. “street photography justru pesan kreatif atau pesan “tersembunyi” dari foto yang dicari terlebih dahulu. Foto street yang baik adalah foto yang mempresentasikan sesuatu, bukan sekedar merepresentasikan (merekam) sesuatu. Baru kemudian dilihatlah sisi teknisnya, apakah ekposurenya terkontrol, apakah komposisinya cukup menarik dan seterusnya.” jelas Gatot Subroto, Ketua Juri Kategori Street fotography
“Proses penjurian bagian ini yang paling membahagiakan menurut saya, beradu pendapat tetapi juga sekaligus belajar melihat alasan kekuatan gambar dari sudut persepsi yang lain. Menggairahkan,” lanjut Gathot.
Di kategori terakhir yakni Softcopy Travel Photography, foto pemenang Gold Medal Kategori Travel Photography karya Mario Blanco asal Bali yang berjudul “Feeding Pigeons”, memperlihatkan seorang biksu yang sedang memberi makan biji jagung pada sekumpulan burung merpati mampu menarik perhatian dr.I.B.P. Andi Sucirta, A.FPSI**, EFIAP yang menjadi juri di kategori ini.
Sense of place terlihat dari bagunan kuil, karakter orang, aktivitas dan juga pakaian yang umum ditemui di daerah Myanmar. Pada foto “Feeding Pigeons”, fotografer jeli mengatur komposisi, persfektif diagonal kearah background kuil, juga rekaman momen yang tepat membuat foto aktifitas yang kerap kita lihat ini menjadi tampil beda dan “wow”. Momen yang dipilih fotografer terencana, semuanya buah dari pengamatan yang cermat. Fotografer menunggu saat yang tepat ketika biksu melempar biji jangung, guna mengambarkan tindakan dan rasa welas asih sesama makhluk hidup.” ungkap Andi Sucitra.
Salon Foto Indonesia yang ke-40 berhasil menjadi salon dengan jumlah foto yang masuk terbanyak, yakni 4528 foto dari 425 peserta dari 23 provinsi di Indonesia. Pada malam Awarding SFI ke-40, 7 September 2019, Ketua Panitia SFI 40, Kadek Wigunantara Eka Putra, menghaturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mensukseskan acara tahunan SFI ini.
Artikel ini pernah dimuat di : Inflight magazine BATIK AIR edisi October 2019
