makarya-kolaborasi-book-journey-dan-seni-bagian-2
Makarya adalah sebuah ruang dalam toko buku legendaris Gramedia Matraman | Doc Devi
Art & Culture
Makarya: Kolaborasi, Book Journey, dan Seni [Bagian 2]
Devy Lubis
Sun, 16 Feb 2025

Gaya baru menikmati bacaan diperlukan agar buku fisik tetap bisa bertahan di tengah magnet buku digital yang lebih murah dan mudah dibawa ke mana saja. Bagaimana kemudian menjadi toko buku sebagai ruang aman (safe space) sekaligus ruang bertumbuh.

Semangat kolaborasi inilah yang menjadi dasar keberadaan Makarya dalam toko buku legendaris di Jakarta, Gramedia Matraman. “Saya tertarik dengan gagasan untuk bersama-sama menyebarkan virus kegembiraan, untuk kembali berkunjung ke toko buku,” kata Tomi pada peresmian Makarya, 11 Februari 2025.

Gramedia Matraman, menurutnya, adalah toko buku yang merespons semangat zaman. “Keberadaan toko buku seharusnya tidak melulu transaksional. Pandangan toko buku sebagai minimarket sudah kurang relevan,” jelasnya.

Sebaliknya, kata Tomi, toko buku semestinya menjadi ruang titik temu beragam ide dan gagasan. “Tempat self-healing, sekaligus ruang di mana kita bisa melambat di dunia serbacepat,” tuturnya.

 Ia menyebut pengalaman menjelajah Makarya sebagai ‘browsing experience’. Buku ditata sedemikian rupa. Penempatannya disesuaikan dengan rasa. Dibuatlah program agar buku terasa semakin bernyawa.

“Orang akan merasakan kebaruan tiap kali berkunjung—sekarang, atau esok, bulan depan, pengalamannya akan berbeda.”

 Kopi pun menjadi jembatannya. Pendiri Smiljan (kedai kopi yang berkonsep perpustakaan dan membangun komunitas) Rahmat Indrani menjadi salah satu kolaborator dalam project ini.

Rahmat yang juga seorang arsitek ambil bagian dalam merancang konsep interior Makarya. Toko kecil ini terkesan santai dan nyaman, bernuansa lebih syahdu dengan permainan warna yang lebih teduh. Kontras dengan atmosfer di sekitarnya yang lebih benderang.

Sosok yang akrab disapa Kibo ini pun membawa serta kenikmatan racikan kopi serta kelezatan kudapan Smiljan ke Makarya. Ia berharap merek dapat memberikan pengalaman multisensori kepada semua orang bisa, seiring peradaban yang serbadigital.

“Mereka punya ruang ketika kembali ke dunia nyata; melihat kembali pengalaman-pengalaman yang mereka dapat secara personal dan membuat mereka nyaman,” ungkapnya.

Intinya, kata Kibo, Makarya adalah salah satu wujud upaya mereka merawat literasi. “Kopi sebagai bridging … sebagai tren yang pop … untuk mengajak orang lebih banyak lagi untuk bisa sama-sama merawat dan mencintai literasi.”

Sama seperti di Smiljan lain di Indonesia, Makarya akan menghadirkan pameran seni setiap bulannya. Juga kegiatan-kegiatan lain yang berkaitan dengan dunia literasi dan coffee experience. “Jadi, Makarya tidak hanya mendekatkan kita dengan buku, tapi juga dengan lintasan seni lain seperti seni rupa dan musik,” kata Tomi.***

BACA JUGA : Bagian 1

Share

Pilihan Redaksi

Berita Terpopuler

Berita Terbaru