gelombang-kedua-cokelat-di-indonesia
Areal Pusat Penelitian Kopi dan Kakao di Jember, Jawa Timur | Foto: Dody Wiraseto
Culinary
Gelombang Kedua Cokelat di Indonesia
Dody Wiraseto
Wed, 14 Dec 2022

Dalam satu sajian cokelat baik itu dalam bentuk minuman atau batangan, telah melalui proses perjalanan yang panjang. Produk yang dihasilkan dari olahan buah kakao ini awalnya dipetik oleh petani, diolah dari biji lalu ke pasta kemudian menjadi bubuk. Diambil dari berbagai lokasi penghasil kokoa terbaik hingga sampai ke tangan konsumen. 

Dari proses awal hingga jadi sebuah komoditi siap pakai, kuantitas dan kualitas kakao di Indonesia pun penuh tantangan. Sampai akhirnya kini menempatkan Indonesia sebagai salah satu penghasil kakao terbesar dunia. 

Melansir WorldAtlas, Indonesia merupakan negara penghasil kakao terbesar ketiga di dunia dengan produksi mencapai 659,7 ribu ton pada 2020. Indonesia juga merupakan satu-satunya dari lima besar negara penghasil kakao yang tidak terletak di Afrika, melainkan di Asia Tenggara. 

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sejumlah provinsi di Sulawesi menjadi produsen kakao terbesar secara nasional pada 2020. Sulawesi Tengah merupakan provinsi di Indonesia yang memproduksi kakao terbanyak, yakni 128,2 ribu ton.


Petani kakao di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember.

Kehadiran kakao di Indonesia sendiri tidak terlepas dari peran bangsa Eropa di bumi nusantara. Ucu Sumirat, Kepala Bagian Usaha Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia mengungkapkan, pada 1930, kakao mulai masuk dan dikenal di Indonesia sebanyak 20 varietas. 

ARTIKEL TERKAIT:

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia sendiri memiliki peran dalam perkembangan kakao di Indonesia. Di sini, dari sekitar 160 hektar areanya didominasi oleh tanaman kakao dan merupakan kebun percontohan. Produksinya mulai dari benih hingga alat-alat pengolahan kokoa hingga menjadi cokelat. 

Menariknya, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao yang berada di Jember, Jawa Timur ini juga dijadikan sebagai salah satu destinasi wisata berbasis agrowisata. Di sini tidak hanya bisa melihat kebun kakao yang luas, tetapi juga mengenal lebih dekat proses demi proses kakao hingga menjadi cokelat. Alat-alat produksinya pun terbilang lengkap untuk membuka wawasan wisatawan terhadap cokelat.


Wisatawan sedang membeli oleh-oleh cokelat di Pusat Penelitian Kopi dan Kokoa Jember.

Cokelat memang belum sepopuler kopi, meski cokelat punya kekayaan rasa layaknya secangkir kopi. Jika dalam dunia kopi, saat ini penikmat kopi sudah paham dan tahu cita rasa kopi yang diinginkan, cokelat dipandang baru memasuki periode di mana orang baru sadar bahwa cokelat punya karakter rasa yang berbeda atau disebut gelombang kedua. 

“Saat ini kakao, sudah masuk gelombang kedua, sebagai indikatornya sudah banyak orang yang mulai memperhatikan kualitas kakao, keunikan dan karakter rasa yang dihasilkan,” ujar Ucu. Meningkatnya perhatian terhadap kualitas rasa dan karakter biji kakao ini pun tidak terlepas dari peran Pusat Penelitian Kopi dan Kakao yang sudah ada sejak 1911 ini.  

“Kami memfasilitasi daerah penghasil kakao untuk ikut lomba, dari situ ada yang jadi juara dan 3 daerah yang pernah jadi juara, Sikka, Jembrana, Berau,” ujar Ucu. Dari keberhasilannya menyabet beragam juara di level dunia ini, kini kakao pun semakin mendapat perhatian lebih. 

BACA JUGA:

Share

Pilihan Redaksi

Berita Terpopuler

Berita Terbaru