Aklimatisasi di Dingboche
Hari berikutnya di Dingboche, kami beristirahat sekaligus aklimatisasi. Pagi hari kami isi dengan duduk di ruang makan dan mengobrol. Ada pula yang bermain kartu.
Setelah makan siang kami beranjak ke Cafe 4410, menghabiskan sore sembari menonton film dokumentasi Everest dan film pendakian lainnya.
Di samping kasir ada rak penuh buku tentang Everest, saya baca sekilas buku berjudul “Conquering Everest - do or die mission”, cerita tentang tim Malaysia mendaki ke puncak Everest.
Kafe dipenuhi pengunjung pendaki dari berbagai negara sekaligus beristirahat. Sebahagian lainnya juga melakukan aklimatisasi di sekitar Dingboche.
Pada hari ketujuh, rute kami adalah Dingboche ke Thukla di ketinggian 4.620 mdpl. Jalur pendakian terdapat di belakang desa. Lima belas menit mendaki, Dingboche terlihat di bawah, dikelilingi puncak-puncak bersalju.
Kondisi fisik kami mulai mengalami perobahan, banyak bibir yang pecah-pecah. Bahkan kadang hidung mengeluarkan darah. Kanan-kiri kami adalah puncak bersalju, termasuk pemandangan ke Puncak Makalu, 8.432 mdp. Kami bermalam di Thukla, Kalapatthar Lodge.
Keesokan harinya, pukul 08.30 kami beranjak dari Thukla menyusuri jalur berbatu dan ruang terbuka. Panas matahari dan udara dingin semakin menguras tenaga. Setelah dua jam mendaki, kami sampai di Thukla Pass.
Di sini terdapat semacam memorial park bagi para pendaki dan serpha yang meninggal dunia saat ke puncak Everest. Antara lain ada memorial Babu Chiri, serpha asal Nepal yang telah mencapai puncak Everest sebanyak sepuluh kali. Babu Chiri meninggal pada perjalanan ke puncak Everest yang ke-11 tahun 2001.
Kami berhenti sejenak di sini seraya menunggu rombongan yang tertinggal di belakang. Setelah melewati Thukla Pass, jalur pendakian sudah tidak terlalu banyak menanjak. Bahkan begitu mendekati Lobuche, 4.910 mdpl jalurnya agak menurun dan berbatu. Kami menginap di Oxygen Lodge.
Bersambung ke: Medan panjang dan terbuka antara Lobuche dengan Gorakshep.