Seniman ternama Indonesia Eko Nugroho menggelar pameran tunggal bertajuk Cut The Mountain And Let It Fly di Galeri ROH, Jakarta, 16 Juli – 13 Agustus 2023.
Pameran ini meninjau bahasa visual dan tafsir sosio-politik yang dibangun Eko selama lebih dari dua dekade melalui presentasi ambisius karya-karya yang multidisiplin.
Cut The Mountain And Let It Fly menampilkan seri karya patung baru yang beragam, serta sebuah patung monumental yang spesifik dibuat untuk Galeri Orange. Karya-karya ini menghadirkan ruh percakapan kepada karya-karya kertas, bordir, lukisan, dan mural spesifik-situs yang melingkupi bagian utama ruang Galeri ROH.
Karya-karya tersebut sebagian besar dibuat dalam jangka waktu lima tahun terakhir. Melalui eksplorasi beragam bentuk, simbol, media, dan gagasan, Eko banyak berbicara tentang kompleksitas situasi politik dan budaya di negeri ini. Indonesia sebagai negara demokrasi yang terus berkembang, dan di sisi lain menyentuh naluri kita sebagai manusia.
Baca juga: Eko Nugroho dan 12 Patung Monokromatik
Judul pameran Cut The Mountain And Let It Fly mengacu pada karya mural terbesar yang pernah dibuat Eko pada 2009 untuk Biennale de Lyon Ke-10: The Spectacle of the Everyday. Karya mural di Lyon, Prancis, ini menggambarkan lanskap gunung melayang dibelah dua.
Bagi Eko, judul pameran ini memiliki makna tersendiri. “Seperti mencoba menerbangkan gunung, kita potong gunung itu, kemudian kita terbangkan,” ungkap seniman asal Yogyakarta tersebut satu hari sebelum pameran dibuka untuk umum, 15 Juli 2023.
Ia lalu menjelaskan, “Seperti harapan yang luar biasa besar, yang rasanya tidak akan pernah tercapai. Tapi, harapan itu terus dijaga, dan keinginan-keinginan terus menguat. Kita tidak pernah tahu, mungkin (harapan) bisa terwujud atau akan terwujud.”
Di lain pihak, ini dapat dilihat sebagai kritik jenaka tradisi Mooi Indie, gaya visual khas Indonesia yang telah ada sejak zaman kolonial. Pada pameran ini, teks Cut The Mountain And Let It Fly dicetak pada kaos yang dikenakan figur patung lelaki Everyone Building Hope dengan amat realistis. Seolah mengisyaratkan bahwa tradisi itu sudah berlalu.
***