transparansi-di-jembatan-pelangi
Kampung Warna Jodipan | Foto Paul Zacharia
Travel Idea
Transparansi di Jembatan Pelangi
Paul I Zacharia
Wed, 10 Aug 2022

Sebelumnya dikenal sebagai Kampung Warna-Warni --- Kampung Tridi, kini Kampung Jodipan terus berkembang menjadi, bahkan telah menjadi, Kampung Pelangi. Tampilan segenap kampung ini berkesan ‘’norak’’. Dalam arti, ‘’berani berpenampilan’’ yang menjadikannya kesan utama nan dominan.

Adalah Abah Anton (sapaan akrab Mochamad Anton – Wali Kota Malang, Jawa Timur) yang dianggap  memberikan kesan ‘’suka berekspresi berani’’. Di-support sebuah pabrik cat,  tampilan seluruh Kampung Jodipan pun berangsur kaya warna tajam! Kesan tajam atau ‘’norak’’ dari warna-warni yang dicurahkan pada rumah-rumah kumuh telah menyulap kekumuhan terpoles menjadi lebih ‘’kinclong’’

Kampung Jodipan sempat lekat dengan sebutan Kampung Warna-Warni, lalu berkembang ke ‘’tetangga kampung’’ menjadi Kampung Tridi dengan kesan tiga dimensional.


Melalui program tanggung jawab sosial (CSR)-nya, sebuah perusahaan cat yang mensponsori penciptaan kampung-kampung tersebut, menambah lagi gairah berekspresi seluruh kawasan Jodipan. Kampung yang jauh sebelumnya dicap kuno, bahkan kumuh.

Sebelumnya rumah-rumah di kawasan tersebut dianggap kurang terawat atau terbilas. Namun, kini tidak ditemukan lagi kawasan yang penuh dengan sampah rumah tangga. Bahkan, ada indikasi betapa mental warga di kawasan tersebut telah semakin siap ‘’menghadapi dunia luar’’. Semakin banyak pengunjung maupun tamu ikut nimbrung menikmati suasana ceria karena kaya warna.

Dengan penambahan instalasi atau konstruksi Jembatan Kaca,  Malang semakin siap menyajikan diri sebagai kota perdana yang memiliki jembatan dengan landasan transparan. Terinspirasi banyak lokasi pada banyak kota di dunia, terutama kota di China, Malang layak dianggap meng-copy ide pamungkas: menikmati ketinggian suatu elevasi sambil berekspresi!

Cukup menarik juga. Betapa beberapa pengunjung jembatan kaca itu masih terpengaruh kesan ‘’kehampaan ruangan’’ yang dipijak kaki mereka. Tampak jelas beberapa tamu memilih menginjak sisi tepi jembatan sepanjang 20 meter itu. Secara umum, tampak ada kesan miris untuk berjalan melintasi jembatan ‘’tembus pandang’’ tersebut.

Bersyukur tidak sampai ada pengunjung yang berteriak-teriak seperti di tempat lain. Bahwa tidak ada pengunjung di jembatan Jodipan itu yang ngalem (manja) atau kolokan dengan menganggap diri takut ketinggian.


Rampung melintasi panjang jembatan kaca itu, pengunjung langsung digiring untuk menjalani rute yang sangat berbeda dari rute kedatangan mereka. Cukup intuitif. Betapa pengunjung mampu menikmati seluruh ‘’kawasan yang baru tercetak’’ itu sekarang. Seluruh kesan perumahan lama telah berganti dengan kesan baru dan retro (kuno tapi kekinian).

Kampung Jodipan telah menjadi jujugan terbaru bagi semua pengunjung Kota Malang. Ekspose media berdampak konkret pada perubahan berekspresi melalui warna serta bentuk-bentuk visual dalam grafis yang menambah gairah seluruh kehidupan di sini.

Munculnya penawaran serta kesempatan rehat sejenak sambil minum soft drink telah memberikan kesegaran tersendiri, meluruhkan semua kepenatan yang sebelumnya dirasakan para pengunjung kota ini.

Bonus keramahan, di antaranya memberikan kesempatan pengunjung ‘’mencicipi’’ kehangatan warga setempat dengan dialek gaul Malangan, maka memori di Malang akan terpateri hingga kapan pun....


Artikel ini pernah dimuat di majalah LIONMAG edisi Desember 2017
Share

Pilihan Redaksi

Berita Terpopuler

Berita Terbaru