sukabumi-1980-demi-tradisi-sunda-yang-kian-bernyawa
Konferensi pers pagelaran tradisi seni 'Sukabumi 1980' di Jakarta, 1 Desember 2023. | DOC. BAKTI BUDAYA DJARUM FOUNDATION
Art & Culture
Sukabumi 1980: Demi Tradisi Sunda yang Kian Bernyawa
Devy Lubis
Tue, 05 Dec 2023
Pergelaran seni ‘SUKABUMI 1980’ menyempurnakan perjalanan kreatif Titimangsa sepanjang 2023. Pertunjukan dalam bingkai tradisi Sunda ini akan dilangsungkan di Selabintana Conference Resort, Sukabumi, Jawa Barat, pada Jumat pekan ini, 8 Desember 2023. Rangkaian acara dimulai pukul 16.00 WIB.

Sukabumi 1980 adalah sebuah rangkaian pagelaran seni tradisi yang berasal dari Sunda. Mengambil latar tempat di Sukabumi, penonton diajak untuk mengingat kembali suasana Sukabumi era 80-an. Ketika itu, pentas seni rakyat marak digelar tengah-tengah masyarakat setempat.

Pergelaran ini menghadirkan seni tari, musik karawitan, dan sinden. Dipandu oleh Merwan Meryaman dan Jeni Aripin, setiap sesi pertunjukan dibawakan oleh seniman asli setempat. Acara ini melibatkan Sanggar Seni Gapura Emas dan Sanggar Gumintang, dan dimeriahkan penampilan spesial oleh Happy Salma, Ariel Tatum, Dewi Gita, Donna Agnesia, dan Kiara Anjar Candrakirana.

Happy Salma selaku produser sekaligus pendiri Titimangsa yang juga akan menampilkan performa terbaik akhir pekan nanti mengakui, Sukabumi memang memiliki ikatan emosional tersendiri bagi dirinya. Di kota ini ia lahir dan tumbuh. Namun, fakta ini bukan alasan utama penyelenggaraan Sukabumi 1980.


Pada era 1980-an, kata Happy, Sukabumi menjadi salah satu kota di Jawa Barat yang akrab dengan kesenian tradisional. Beragam kesenian dan kebudayaan Sunda seperti degung, pencak silat, tari Jaipong, dan berbagai kesenian khas Sunda lainnya dapat ditemukan dalam berbagai kegiatan masyarakat seperti di sekolah, upacara peresmian dan hajatan.

Happy mengenang kemesraan di ruang-ruang kreatif masa itu. Ia menuturkan, setelah berpindah dan bermukim di kota-kota berbeda, kerinduan pada kota yang menjadi akar dari kehidupannya mulai hadir. Ingatan itu melahirkan pertanyaan dalam diri Happy tentang eksistensi tradisi di sana.

“Apakah tradisi masih sangat hidup? Bila dulu sanggar (seni) masih banyak dan terdengar gempitanya, saya ingin memetakan berapa banyak sanggar yang masih aktif saat ini,” tutur Happy yang sebelumnya sukses mementaskan seni tradisi Bali bertajuk Sudamala: Dari Epilog Calonarang di Jakarta.

Berangkat dari kerinduan tersebut, Happy bersama Bakti Budaya Djarum Foundation berkolaborasi dalam menghadirkan kembali Pagelaran Seni Tradisi Sukabumi 1980.

“Kalau biasanya kami menyajikan pertunjukan di panggung teater, kali ini sajiannya berbeda. Seni tradisi Jawa Barat, Sunda, yang dipentaskan langsung di Sukabumi dengan konsep outdoor. Suasana yang dibangun akan membawa kita kembali ke era 80-an,” tutur Billy Gamaliel, Program Manager Bakti Budaya Djarum Foundation.


Ekspresi Seni Priangan Barat

Sukabumi yang berada di tanah Priangan Barat melahirkan berbagai bentuk seni dan budaya yang terawat sebagai penghormatan atas keagungan dan karunia alam semesta. Terhampar kehidupan dengan alam kesejukan di mana kebun-kebun teh dan karet yang masyhur digarap sejak dahulu kala.

Kota ini kemudian tumbuh sebagai peradaban yang maju, ditunjang rel-rel jalan kereta dan stasiun yang menghubungkan kota ke Ibu Kota (Jakarta). Sukabumi pun ikut merawat budayanya dengan melestarikan seni tradisional Sunda.

Kehalusan budi yang terkandung pada nilai-nilai yang terus dipelihara, terhimpun dalam kawih, pupuh, tari, bobodoran, ngibing dan ekspresi seni lainnya. Sukabumi di era 1980 adalah masa jaya segala budaya terangkum dan pernah dirayakan. Di mana peradaban masyarakatnya tercerminkan dalam pola dan perilaku hidup berbangsa dan bernegara.

Berdasarkan kesaksian dari para seniman yang menekuni tradisi dan kebudayaan Sunda, Sukabumi di era 1980-an sangat dekat dan dihargai oleh masyarakat. Di era tersebut, banyak paguron-paguron atau perguruan pencak silat yang kemudian dikreasikan dengan ibingan, estetika gerak tubuh, musik kendang pencak, kempul, terompet, menjadi kreasi Tari Jaipongan yang populer hingga mancanegara.

Namun, sejak tahun 2000-an mulai menurun, karena pengaruh musikalitas luar dengan gaya modern, sehingga gamelan yang lengkap jarang sekali dibawa tampil. Kebanyakan elemen tradisi hanya digunakan sebatas memberikan kesan etnik.


Share

Pilihan Redaksi

Berita Terpopuler

Berita Terbaru