somewhere-elsewhere-nowhere-dialog-tentang-perjumpaan
Karya Isabel dan Alfredo Aquilizan dipamerkan di Museum MACAN, Jakarta, hingga 8 Oktober 2023. | DOC. MUSEUM MACAN
Art & Culture
Somewhere, Elsewhere, Nowhere: Dialog tentang Perjumpaan
Devy Lubis
Mon, 04 Sep 2023

Pameran survei ‘Somewhere, Elsewhere, Nowhere’ oleh perupa Isabel dan Alfredo Aquilizan berlangsung di Museum MACAN – Jakarta hingga 8 Oktober 2023. Menampilkan karya berskala besar dan ekspansif, pameran ini menarik perhatian karena material yang digunakan terbilang sederhana dan mudah ditemukan di sekitar kita.

Dua seniman Filipina Isabel dan Alfredo Aquilizan menggelar pameran di Museum MACAN, Jakarta, 24 Juni–8 Oktober 2023. Instalasi skala besar ditampilkan, termasuk patung dan seni gambar. Pameran bertajuk Somewhere, Elsewhere, Nowhere ini menandai dua dekade praktik kolaboratif pasangan perupa tersebut.

Isabel dan Alfredo Aquilizan adalah suami istri, sekaligus rekanan artistik. Mereka dikenal lewat perspektif unik. Keduanya memanfaatkan barang-barang yang mudah ditemukan di rumah atau lingkungan sekitar kita.



Kotak kardus, sandal jepit, sikat gigi, dan selimut. Benda-benda ini sering digunakan dalam keseharian. Juga dibawa atau dipakai ketika bepergian. Namun, di tangan mereka, medium sederhana itu justru membangkitkan ide-ide mengenai individu, identitas, dan sejarah. Betapa tiga hal tersebut terbentuk melalui perjalanan dan migrasi. Begitu pun sebaliknya.

Alfredo menuturkan, rangkaian karya mereka terinspirasi dari pengalaman bekerja di berbagai tempat, dan dengan beragam komunitas dari seluruh dunia, termasuk Indonesia. Kolaborasi pun berperan besar dalam sejarah perjalanan keduanya, menjadi sumber inspirasi sekaligus pengaruh penting dalam pengembangan praktik berkesenian sebagai perupa.



“Karena Somewhere, Elsewhere, Nowhere adalah tentang keterlibatan, kami sangat ingin melihat makna dari setiap karya berkembang dan berlipat ganda seiring perjalanan karya-karya tersebut ke berbagai tempat,” paparnya.

Banyak karya dalam pameran ini dibuat dengan tangan, baik melalui proses lokakarya ataupun dikerjakan dengan bantuan para artisan. Contohnya, pisau pada karya Belok Kiri Jalan Terus (Left Wing Project) (2017–2018) dibuat oleh pandai besi di Yogyakarta dan Filipina. Juga kain piña untuk karya See/Through (Series 1) (2021) yang jalin apik oleh perajin tenun asal Aklan dan perajin sulam asal Lumban di Filipina.



Kain piña adalah kain yang ditenun dari serat daun nanas. Buah ini dikenalkan bangsa Spanyol selama masa pendudukan di Filipina, kemudian ditanam di seluruh penjuru Asia Tenggara dan Asia Pasifik. Jadi, dapat dikatakan, material ini secara langsung berkaitan dengan penjajahan, perkebunan, dan perburuhan.

Karya ini mengilustrasikan komitmen mendalam kedua perupa terhadap karya, sejarah, dan keilmuan oleh tangan-tangan terampil para artisan. “Kami sangat senang dapat membagikan karya-karya dari 20 tahun praktik kolaboratif kami di Museum MACAN, Jakarta,” jelas Isabel.



Museum juga menghadirkan karya baru Isabel dan Alfredo. Sebuah karya berbentuk sayap pesawat berukuran asli. Karya ini tampak seperti rangka. Tersusun atas 92 sangkar burung yang ditata laiknya puzzle. Ditampilkan bersama suara rekaman kicauan burung yang memenuhi ruangan.

Karya yang berjudul Caged (2023) tersebut terinspirasi dari proyek residensi di Yogyakarta, tempat mereka membaur dengan masyarakat lokal termasuk para artisan. “Melalui karya ini, kami menghadirkan rasa terkungkung dan kerinduan. Caged (2023) juga berbicara tentang kehadiran dan ketiadaan, di mana pahatannya berbentuk seperti sayap yang sedang terbang,” kata mereka.



Direktur Museum MACAN Aaron Seeto sangat mengapresiasi pameran ini. Apalagi, Indonesia secara khusus memiliki peran penting bagi Isabel dan Alfredo Aquilizan.

“Mereka telah membangun relasi yang kuat dengan beragam perupa dan skena artistik di Yogyakarta selama bertahun-tahun,” ujarnya merujuk sejumlah perupa Tanah Air yang juga disebut oleh Alfredo antara lain Agus Suwage, Tisna Sanjaya, dan Heri Dono.


Aaron yakin bahwa setiap material pembentuk karya seperti sendal jepit dan sikat gigi (mungkin dimiliki oleh setiap orang), juga instalasi yang dibuat dari kardus yang mendeskripsikan padatnya kondisi kehidupan perkotaan, akan menggugah imajinasi pecinta seni di Indonesia.

“Kami berharap pameran ini bisa membawa semua orang merefleksikan kembali kisah pribadi mereka, mungkin tentang transmigrasi, ataupun tentang perjalanan sehari-hari dan kisah-kisah kecil dari perjumpaan kita dengan orang lain.”


Share

Pilihan Redaksi

Berita Terpopuler

Berita Terbaru