Galeri Nasional Indonesia di Jakarta menjadi tuan rumah pameran bertajuk 'REPATRIASI: Kembalinya Saksi Bisu Peradaban Nusantara'. Pameran ini menandai gelombang baru pemulangan artefak berharga dan benda bersejarah ke Tanah Air.
Pameran REPATRIASI: Kembalinya Saksi Bisu Peradaban Nusantara digelar dalam durasi yang terbilang singkat, yakni 28 November hingga 10 Desember 2023, di Gedung A Galeri Nasional Indonesia. Publik bisa berkunjung setiap hari mulai pukul 10.00 pagi hingga 20.00 WIB.
Sebanyak 152 benda bersejarah ditampilkan pada pameran ini. Sebagian di antaranya merupakan hasil proses repatriasi sebelumnya dan telah menjadi koleksi masterpiece Museum Nasional Indonesia. Antara lain Koleksi Pangeran Diponegoro dan arca fenomenal Prajñaparamita.
“Bila selama ini keindahan Arca Prajñaparamita hanya dapat dipandangi dalam kotak kaca yang terpajang di Lantai 4 Museum Nasional dan tidak boleh difoto, pada pameran kali ini kami membawa Arca Prajñaparamita untuk dapat dilihat secara langsung, dan pengunjung bisa mengambil gambarnya,” ujar Esti Kurnia Sari, edukator Museum Nasional, yang membuka tur Galeri pada Senin sore, 4 Desember 2023.
Selain arca Prajñaparamita yang duduk bersila di alas padma dan peninggalan Diponegoro, sejumlah benda bersejarah yang tiba tahun ini di Indonesia tak kalah jadi sorotan. Empat arca yang sedikit banyak ‘melengkapi’ koleksi Candi Singhasari adalah arca Durga Mahisasuramardini, arca Mahakala, arca Nandiswara, dan arca Ganesha.
Arca-arca dari Candi Singhasari ini dipajang dalam formasi melingkar di section pertama pameran; menyambut pengunjung yang memasuki bagian depan ekshibisi. Pengunjung bisa memanfaatkan kesempatan untuk mengabadikan momen berlatar koleksi hanya di area ini.
Ada pula koleksi Keris Klungkung, kapal mini yang pernah menjadi bagian dari koleksi Museum Nusantara di Delft, Belanda, serta koleksi Pusaka Kerajaan Lombok yang dijarah dari Puri Cakranegara.
Di antara koleksi ‘harta karun’ Lombok tersebut, terdapat aneka mangkuk persembahan, wadah sirih dan wadah tembakau, cawan air suci, kain tradisional, perhiasan yang terbuat dari besi, emas, dan tembaga beserta elemen dekoratif lainnya termasuk batu-batu berharga.
Tak ketinggalan hulu keris yang ditatah dari emas, pahatan gambar hewan mitologi pada panel kayu, patung dan ukiran, juga manuskrip daun lontar, dan sepasang alas kaki berupa selop dengan detil jalinan manik-manik yang menghias permukaan toe cap.
Warisan Budaya yang Pernah ‘Hilang’ dari Narasi Keindonesiaan Kita
Pameran bertajuk REPATRIASI: Kembalinya Saksi Bisu Peradaban Nusantara ini merupakan kolaborasi antara Galeri Nasional Indonesia, Museum Nasional Indonesia, yang berada di bawah naungan Museum dan Cagar Budaya (MCB), dengan Tim Repatriasi Koleksi. Pameran ini memberi publik kesempatan untuk mengakses koleksi benda bersejarah yang telah kembali ke Tanah Air.
Tahun ini, gelombang pertama repatriasi berupa empat (4) arca dari Candi Singhasari diberangkatkan dari Belanda ke Indonesia pada Agustus 2023. Gelombang kedua benda repatriasi diterima pada 9 November 2023, dan gelombang terakhir pada Desember ini.
Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid mengatakan, pengembalian atau repatriasi ini menandai langkah besar dalam upaya peningkatan pelestarian dan pemeliharaan warisan budaya Nusantara.
“Proses repatriasi ini bukan sekadar pemindahan benda secara fisik dari museum di Belanda ke museum di Indonesia. Lebih dari itu, ini merupakan bagian dari upaya membangun kerja sama penelitian antara peneliti kedua negara, sekaligus penanaman dasar bagi kolaborasi produksi pengetahuan dan perluasan wawasan budaya serta sejarah antara dua negara,” kata Hilmar.
Sementara itu, Ahmad Mahendra selaku Plt. Kepala Museum dan Cagar Budaya menjelaskan bahwa pameran ini merupakan wujud keseriusan mereka dalam mempersiapkan pengelolaan benda-benda bersejarah hasil repatriasi.
“Benda-benda bersejarah ini adalah milik Bangsa Indonesia, maka dari itu kami berharap melalui pameran ini, publik bisa menengok warisan budaya yang akhirnya kembali ke Tanah Air, dan mendapat wawasan baru dari benda-benda tersebut,” jelas Mahendra.
Senada, kurator pameran yang juga anggota tim repatriasi Bonnie Triyana mengungkapkan, pameran ini menampilkan tidak hanya benda-benda mati atau artefak kuno, tapi juga menyajikan cerita sejarah dan makna di balik artefak dan benda-benda tersebut.
“Bagaimana perjalanan benda itu dari kawasan Nusantara dan berabad-abad di luar negeri, konteks sejarah dan budaya pada masanya, serta maknanya hari ini untuk generasi kita dan mendatang,” kata dia.