Rawon, salah satu kuliner legendaris dari Jawa Timur yang sudah menjadi kuliner yang populer di Indonesia. Tampilan rawon yang berkuah hitam pekat menjadi ciri khasnya membangkitkan rasa penasaran bagi siapa saja yang belum pernah mencicipinya.
Jejak rawon dapat ditelusuri hingga masa Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur. Hidangan ini diyakini berasal dari Desa Taji, yang berada di wilayah Kabupaten Ponorogo. Pada awalnya, rawon merupakan sajian istimewa bagi kaum bangsawan, terlihat dari penggunaan daging sapi—bahan yang tergolong mewah pada periode itu. Namun, seiring berjalannya waktu, rawon menjelma menjadi makanan rakyat dan kini dinikmati berbagai kalangan, baik di warung sederhana, rumah makan populer, hingga restoran hotel berbintang(*)
Artikel ini juga teeing di edisi Desember 2025 inflight magazine : LIONAIRGROUP


Keluak (Pangium edule). Foto Ristiyono, SSI
Kunci utama kelezatan rawon adalah kaloa atau keluak (Pangium edule), biji khas berwarna hitam gelap yang menjadikan kuahnya berwarna pekat dan cita rasa unik—sedikit asam, gurih, serta aroma yang khas. Selain keluak, rawon diperkaya aneka bumbu seperti bawang merah, bawang putih, serai, lengkuas, dan daun jeruk yang memberi aroma wangi. Tambahan kemiri, kunyit, serta jahe semakin menyempurnakan kekayaan rasa dan keseimbangan rempah pada hidangan ini. Rawon biasanya disajikan bersama nasi hangat dilengkapi tauge, krupuk dan telur asin.
Saat ini, rawon menjadi favorit banyak pecinta kuliner dan tidak lagi terbatas hanya di Jawa Timur. Di Jakarta misalnya, rawon dapat ditemukan di berbagai kawasan, mulai dari Blok M, Tebet, hingga restoran khas Jawa Timur di Kelapa Gading. Keberadaan rawon yang tersebar luas membuat siapapun dapat menikmatinya.
Perjalanan rawon dari kuliner kaum bangsawan sampai ke meja makan masyarakat luas menjadi bukti warisan kuliner yang terus terjaga. (*)

