Tarian mendominasi pertunjukan seni yang ditampilkan di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta, sejak pertengahan Februari hingga akhir Maret ini. Setelah penampilan kelompok tari Padnecwara yang membawakan pertunjukan bertajuk ‘Lelangen Beksan: Kusumaning Rat’, 17 Februari lalu, GIK menghadirkan drama tari bertajuk ‘Nyimas Kawung Anten’ pada Sabtu, 23 Maret 2024.
Dimeriahkan oleh padepokan Jugala Raya, Denada dan juga Dewi Gita, pertunjukan ‘Nyimas Kawung Anten’ menampilkan Jaipongan yang menjadi ciri khas tarian Jawa Barat.
Selama kurang lebih 60 menit, penikmat seni dihibur dengan drama tari yang dikemas dengan gaya Jaipongan. Kisah ‘Nyimas Kawung Anten’ mengangkat penggambaran sosok seorang wanita yang dengan keteguhan dan kesetiaan dalam menghadapi dan menyikapi segala macam dinamika hidup dan kehidupan.
Keteguhan hatinya tercipta karena diwujudkan dengan penuh perjuangan secara nyata pada kehidupan sehari-hari, dengan penuh keyakinan dan kecintaannya terhadap apapun yang sudah menjadi tanggung jawabnya.
Menurut Denada penampilan mereka merupakan salah satu upaya untuk melestarikan tari Jaipongan. “Saya dan Dewi Gita juga memperoleh banyak ilmu baru dari Padepokan Jugala Raya, tentang ragam koreografi dari tari Jaipongan,” ungkapnya.
Penampilan kali ini juga dinilai spesial. “Jika biasanya saya membawakan tarian yang lebih kontemporer, kali ini saya lebih mengangkat nilai tradisi.”
Senada Denada, Dewi Gita memang tidak asing dengan dunia tari. Ia mengungkapkan, tari Jaipongan salah satu tari yang sudah ia pelajari sejak kecil.
Desember lalu, Dewi berkesempatan menarikan tari Jaipongan di Sukabumi bersama Happy Salma dan Ariel Tatum dalam rangkaian event di alam terbuka Sukabumi 1980, kali ini ia kembali diberi kepercayaan untuk kembali menari ke hadapan para penikmat seni di Galeri Indonesia Kaya bersama Denada dan juga Padepokan Jugala Raya.
Hampir setengah abad Padepokan Jugala Raya konsisten mengenalkan, mengajarkan dan menampilkan tari Jaipongan. Padepokan ini didirikan pada 1976 oleh maestro tari Jaipongan Gugum Gumbira (alm) dan istrinya Euis Komariah (alm), penyanyi Cianjuran.
Sepeninggalan keduanya, putri mereka Mira Tejaningrum Gumbira meneruskan upaya pelestarian tari Jaipongan.
“Senang rasanya bisa melestarikan tari Jaipongan dengan ikut menarikannya ke hadapan para penikmat seni yang memenuhi Galeri Indonesia Kaya. Semoga penampilan kami dapat mewarnai akhir pekan para penikmat seni,” kata Dewi Gita.
Menutup akhir pekan pada kuartal pertama 2024, GIK akan mengangkat kebudayaan Aceh dalam pertunjukan bertajuk ‘Tari Aceh dari Masa ke Masa’ bersama maestro tari Marzuki Hasan. Tak sendirian, dalam pertunjukan ini Marzuki Hasan akan berkolaborasi juga dengan Gema Citra Nusantara dan Canang7.
Kolaborasi ini akan membawakan pertunjukan tari yang merupakan bagian perjalanan dedikasi Marzuki Hasan untuk tari Aceh dari masa ke masa, berjudul ‘Likok Meualoen’, 30 Maret nanti.