Ini dongeng tiga dara. Bukankah selalu saja tentang mereka, sebab siapa yang tak kenal cerita rumah, keluarga, kita. Tapi ini juga dongeng yang tak kau minta, tentang yang tak terlihat, tak terdengar, terlupa.
Pada tahun 1991, Hajjah Victoria binti Haji Tjek Sun meramal ketiga cucunya: satu cucu berkelana, satu menjaga, dan satu lagi menjadi pengantin.
Ketika salah seorang berkhianat, dara yang tersisa terperangkap dan menoleh ke belakang, menelusuri dapur berisi kuali- kuali raksasa dan sumur terlarang di Rumah Victoria (kata orang jalan menuju rumah Nenek tak berujung), berhadapan dengan rahasia dan mimpi-mimpi yang macet di tengah jalan.
Saat perjalanan dan kitab suci tidak lagi memberi perlindungan, dara yang lain hadir. Ia tak diundang dan menuntut penjelasan.
Malam Seribu Jahanam adalah novel kedua dari Intan Paramaditha. Mengolah kisah-kisah Islami dan mitos nusantara, novel ini merupakan dongeng gelap tentang sesal, malu, dan hantu—sebuah renungan tentang praktik beragama, retakan dan reruntuhan kelas menengah, serta rapuhnya persaudaraan.
Judul: Malam Seribu Jahanam Penulis: Intan Paramaditha Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama Tebal: 362 halaman Harga: Rp118.000,- Terbit: 17 Juni 2023
Penulis sekaligus akademisi Intan Paramaditha bersama Penerbit Gramedia Pustaka Utama meluncurkan novel terbaru berjudul Malam Seribu Jahanam pada Sabtu, 8 Juli 2023, di Cemara 6 Galeri, Menteng, Jakarta Pusat.
Selain diskusi bersama penulis yang dipandu oleh Dewi Kharisma Michellia, pengunjung disuguhi berbagai rangkaian acara menarik. Mulai dari pembacaan cuplikan novel oleh Intan Paramaditha sendiri serta aktivis dan sutradara Anggun Pradesha, sesi tanda tangan buku oleh penulis, dan door prize.
Sebagai seorang penulis, Intan Paramaditha dikenal akan karya-karyanya yang mengangkat topik feminisme dan isu-isu sosial politik dalam balutan sastra gotik. Lewat kisah-kisah yang ia jalin dalam bentuk dongeng bernuansa horor, Intan mendekonstruksi pandangan dan karakter perempuan Indonesia di lingkup keluarga dan masyarakat, dalam konteks nasional dan global.
Novel Malam Seribu Jahanam dibuka dengan tragedi bom bunuh diri yang melibatkan satu keluarga. Sejak awal, Intan telah “membuat kontrak” dengan pembaca, bahwa novel ini akan menampilkan isu kekerasan, radikalisme berbasis agama, dan masalah keluarga khas Indonesia.
Cerita pun mengalir tentang tiga saudara yang diramal oleh nenek mereka untuk menjadi: Pengelana, Penjaga, dan Pengantin. Lewat cerita tiga kakak beradik ini, pembaca diajak untuk memeriksa kembali arti keluarga, persaudaraan, relasi kuasa, dan kelas dominan di struktur sosial dalam konteks kontribusinya terhadap budaya kekerasan.
Berbeda dari karya-karya Intan sebelumnya, Sihir Perempuan dan Gentayangan, nuansa horor dalam Malam Seribu Jahanam dihadirkan dengan lebih subtil dan mampu membangkitkan kecemasan.
“Horor merupakan ketakutan akan ketidaktahuan, dan sering kali kita takut akan hal-hal yang tidak kita ketahui tentang apa yang apa di dalam diri kita sendiri,” ujar Intan.