Semesta fiksi dan instalasi Natasha Tontey telah dibuka pada Kamis 14 November 2024. Pameran bertajuk ‘Primate Visions: Macaque Macabre’ yang menghadirkan jejak kreatif perupa Indonesia berdarah Minahasa itu berlangsung di Museum of Modern and Contemporary Art in Nusantara (MACAN), Jakarta, 16 November hingga 6 April 2025.
Ini merupakan pameran tunggal perdana Natasha. Menggambarkan eksplorasi sang seniman terhadap adat budaya tanah leluhurnya. Mempertanyakan esensi hidup berdampingan antara manusia dan makhluk lain di sekitarnya, terutama satwa.
Melalui karya-karya multimedia yang imersif dan berukuran besar, Natasha mencoba menelusuri hubungan antara populasi monyet makaka jambul hitam yang terancam punah dengan tradisi masyarakat adat setempat. Ia merujuk pada merujuk pada keikutsertaannya dalam praktik ritual ‘mawolay’, juga pengamatannya terhadap norma-norma sosial yang berlaku di kampung halamannya, Minahasa, Sulawesi Utara, endemik makaka.
Dalam bahasa Minahasa, monyet makaka jambul hitam disebut ‘yaki’. Ia menjadi bagian dari struktur kehidupan sosial masyarakat setempat, sekaligus hama karena kerap turun ke desa dan mengambil hasil panen warga.
Dari sinilah tradisi ‘mawolay’ bermula. Sebuah ritual yang mengharuskan warga mengenakan kostum serupa makaka untuk mencegah ‘yaki’ menjarah desa. Dan, melalui interpretasi ulang atas tradisi ini, Natasha mengajak penikmat seni memasuki realitas fiktif untuk membangun empati, pemahaman, dan kesabaran antarmakhluk.
“Melalui fiksi spekulatif, saya berupaya menjelajahi dinamika yang saling terkait antara primatologi, ekofeminisme, dan teknologi,” kata Natasha.
Naratologi dan pengalaman imersif dalam pameran ini menyoroti jalinan yang rumit, sekaligus hubungan yang kompleks antara manusia dan ‘yaki’. “Yang mencerminkan interaksi antarspesies yang rumit, serta mendorong setiap kita untuk merenungkan hubungan antara dirinya sendiri dengan dunia non-manusia,” terangnya.
Natasha Tontey meramu setiap karya yang berakar dari tradisi dengan elemen-elemen kekinian. Representasi perkembangan teknologi, serta digitalisasi di semua aspek kehidupan yang turut membentuk pengalaman dan percampuran bahasa dalam keseharian.
Mengapresiasi karya-karya Natasha, kurator pameran dari Audemars Piguet Contemporary Denis Pernet mengatakan sang seniman telah menciptakan sebuah lingkungan yang hidup dan multisensoris. “Yang membawa kita ke dalam sebuah perjalanan transformatif ke dunia fiktif buatan Tontey,” tuturnya.
Denis melanjutkan, “Pameran ini menyingkap kemiripan yang tak terduga antara manusia dan spesies lain, serta membayangkan sebuah masa depan yang lebih kolaboratif, mencerminkan
keyakinan kami bahwa kekuatan kreativitas dapat menghubungkan manusia satu sama lain.”
Pembukaan pameran ini ‘Primate Visions: Macaque Macabre’ menandai rangkaian karya komisi terbaru Audemars Piguet Contemporary yang sedang dipamerkan di seluruh dunia. Karya-karya komisi tersebut di antaranya adalah ‘Lunar Ensemble for Uprising Seas’ (2023) karya Petrit Halilaj dan Álvaro Urbano di Museu d'Art Contemporani de Barcelona (MACBA), serta ‘Becoming Another’ (2021) karya Aleksandra Domanovic di Kunsthalle Wien, Wina, Austria.