haruskah-titel-haji-atau-hajjah-di-depan-nama-atau-cukup-jadi-kenangan-dalam-ibadah-haji
| Dok Istimewa
Haruskah Titel Haji atau Hajjah di Depan Nama, atau Cukup Jadi Kenangan dalam Ibadah Haji?
By Dr.wahyudi Muchsin SH, M.Kes.
Mon, 26 May 2025

Di masa depan, dunia akan semakin terhubung, pemahaman agama semakin mendalam, dan spiritualitas kian didekati dengan kesadaran, bukan sekadar simbol. Dalam konteks ini, muncul pertanyaan yang semakin sering dibicarakan: apakah titel "Haji" atau "Hajjah" masih perlu disematkan di depan nama seseorang, atau cukup dijadikan memori pribadi atas perjalanan spiritual yang agung?

Titel "Haji" telah lama menjadi kebanggaan. Di berbagai negara, termasuk Indonesia, penyematan gelar ini dianggap sebagai bentuk penghormatan atas pencapaian ibadah rukun Islam kelima. Bahkan di masyarakat tertentu, gelar ini bisa meningkatkan status sosial. Namun, di era mendatang — di mana kesadaran kolektif tentang makna sejati ibadah semakin menguat — pemaknaan gelar ini juga mulai berubah.

Ibadah haji sejatinya adalah perjalanan batin. Ia menuntut keikhlasan, kesabaran, dan ketundukan total kepada Tuhan. Maka, pertanyaannya: apakah benar bahwa pengalaman suci ini perlu dipublikasikan lewat gelar di depan nama? Apakah itu tidak berisiko menggeser niat ibadah menjadi ajang prestise sosial?

Bayangkan di masa depan, ketika seseorang yang telah menunaikan haji memilih untuk tidak menambahkan titel apa pun di namanya. Ia tidak dikenal sebagai "Haji Ahmad" atau "Hajjah Siti", melainkan tetap dengan nama asli. Namun dalam kesehariannya, ia menampilkan akhlak haji: rendah hati, jujur, dermawan, dan penyabar. Bukankah itu jauh lebih kuat dampaknya?

Gelar “Haji” tentu tidak salah jika digunakan. Ia bisa menjadi pengingat bagi diri sendiri dan motivasi bagi orang lain. Namun yang perlu digarisbawahi adalah: jangan sampai simbol mengalahkan esensi. Di masa depan yang semakin sadar, masyarakat mungkin akan lebih menghormati mereka yang tidak menyebut dirinya haji, tetapi menunjukkan sikap dan perilaku yang mencerminkan hasil dari perjalanan spiritual tersebut.

Akhirnya, pilihan ada di tangan masing-masing. Namun dalam dunia yang semakin matang secara spiritual, mungkin akan lebih bermakna jika haji menjadi kenangan batin yang hidup dalam perbuatan — bukan sekadar gelar di depan nama.


Share

Pilihan Redaksi

Berita Terpopuler

Berita Terbaru