dua-kaleqeq-tedong
Datu Luwu XL La Maradang Mackulau Opu Tobau bersama Dewan Adat 12 Kedatuan Luwu dan Pemangku Adat Rangkong, di Salassae Istana Kedatuan Luwu | DOK ISTIMEWA
Art & Culture
Dua "Kaleqeq Tedong"
By Admin
Tue, 26 Jul 2022

Macoa Laleng Tonro Dewan Adat 12 Kedatuan Luwu 


Oleh: Andi Saddakati Arsyad Opu Daeng Padali

Hari Selasa tanggal 31 Mei 2022 jam 10.00, menghadiri undangan dari Dewan Adat Rongkong di Istana Kedatuan Luwu di Palopo. Agenda acara adalah " perdamaian adat " antara Dewan Adat Rongkong dengan  salah seorang peneliti dan penulis jurnal".

Acara tersebut dihadiri Datu Luwu La Maradang Mackulau SH Opu To Bau, Dewan Adat Kedatuan Luwu, Kapolres Palopo, Kajari Palopo dan Dewan Adat Rongkong serta Rombongan beberapa peneliti dari LIPI dan terbuka untuk umum.

Mengapa perdamaian adat ini dilaksanakan di Istana Kedatuan Luwu?

Sebenarnya kedua belah pihak (Dewan Adat Rongkong dan Tim Peneliti) ingin cepat-cepat berdamai, tapi tidak tahu bagaimana cara melakukannya. Mereka menyadari bahwa membawa persoalan ini ke hukum formil hanya membuang2 waktu dan sangat melelahkan. Ujungnya kalah jadi abu menang jadi arang.

Akhirnya mereka sepakat bahwa yang paling cocok untuk memediasi perdamaian adat ini adalah Datu Luwu. Istana Kedatuan Luwu masih dianggap netral dan bisa memayungi seluruh masyarakatnya dan juga orang luar yang datang ke wilayah Luwu. Istana masih dianggap berwibawa untuk menyelesaikan segala persoalan yang timbul didalam wilayahnya. Istana masih diangggap tempat setiap orang atau komunitas untuk maddararing (berkeluh kesah menyampaikan unek2nya). Istana masih dianggap sebagai penyambung lidah orang banyak. Istana sebagai benteng terakhir penjaga moral, etika dan norma-norma adat.



Pemangu Adat suku Rangkong dan para pihak dalam perdamaian  adat dengan peneliti budaya di Salassae Istana Kedatuan Luwu, Palopo, Sulsel. Dok Istimewa

Perdamaian Adat ditandai dengan penyerahan dua "Kalekeq Tedong" dari Tim Peneliti kepada Dewan Adat Rongkong sebagai simbolisasi sanksi adat dua ekor kerbau telah dilaksanakan. Dua ekor kerbau yang diserahkan ke Dewan Adat Rongkong, telah dipotong satu ekor untuk acara perdamaian Adat yang dilaksanakan di Istana Kedatuan Luwu dan dimakan bersama tamu yang hadir, dan satu ekor lagi dipotong di wilayah Adat Rongkong hari Minggu tgl 12 Mei 2022. Sanksi adat ini merupakan upaya untuk menetralisir kegoncangan yang timbul akibat dari suatu perlanggaran adat yang menyebabkan sekelompok masyarakat merasa tersinggung dan dilecehkan eksistensinya.

Dua kalekeq tedong adalah simbol kehati-hatian bahwa setiap orang senantiasa berhati-hati menjaga tingkah laku dan tutur katanya karena boleh jadi tingkah laku kita dan tutur kata yang kita ucapkan menimbulkan kegoncangan sosial dan ketidak harmonisan bagi sekelompok orang atau komunitas tertentu. Bisa saja orang lain merasa tidak nyaman dan tersinggung bahkan merasa dilecehkan. Dengan demikian maka dua kalekeq tedong berfungsi untuk menjaga keseimbangan dan keharmonisan agar tidak terjadi kegoncangan sosial.

Kalekeq tedong adalah ikatan rotan yang dianyam berbentuk bundar dipasang pada hidung kerbau yang sudah ditotok. Kalekeq ini menjadi tempat mengikat ujung tali sehinggga kerbau dapat ditarik kemana saja atau dapat diikat pada sebuah batang kayu sehingga tidak pergi ke mana-mana.

Perdamaian Adat ini merupakan acara/ kegiatan yang sakral, jarang ditemukan dalam kehidupan kita sehari-hari, kecuali pada masyarakat yang masih mempertahankan nilai tradisi leluhurnya.

Perdamadai Adat merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang masih berlaku dan dijumpai pada tradisi masyarakat adat Rongkong. Sanksi adat bisa berupa kerbau satu ekor atau lebih, tergantung dari seberapa berat pelanggaran adat yang dilakukan oleh seseorang. Sanksi adat harus diputuskan melalui musyawarah Dewan Adat Rongkong.

Di akhir prosesi Perdamaian Adat mereka saling bermaaf-maafan dalam suasana haru. Tidak ada kelompok yang merasa dirinya menang dan tidak ada juga kelompok yang merasa dirinya kalah. Fungsinya hanya semata demi mengendalikan kegoncangan sosial yang timbul didalam masyarakat. Itulah manifestasi dari sebuah Perdamaian Adat. Sebuah kearifan lokal yang perlu dilestarikan dan dipertahankan.

Dua kalekeq tedong sebagai simbol  penjaga keseimbangan dan keharmonisan untuk menjaga agar tidak terjadi kegoncangan sosial.

Share

Pilihan Redaksi

Berita Terpopuler

Berita Terbaru