care-imajinasi-yang-menyentuh-rasa
Seniman Patricia Paccinini dan kurator Tobias Berger di antara ribuan bunga dalam instalasi 'Celestial Fields' di Museum MACAN. | DOC. MUSEUM MACAN| HANDOUT
Art & Culture
CARE: Imajinasi yang Menyentuh Rasa
Devy Lubis
Wed, 29 May 2024
Kesohor akan karya patung hiperealistis yang menggambarkan figur-figur imajiner, terinspirasi dari perpaduan makhluk hidup dan sosok mitologi, perupa asal Australia Patricia Piccinini mengajak publik menyelami bentuk-bentuk kehidupan baru lewat sudut pandang yang dilandasi rasa welas asih dan kepedulian.

Perupa Australia Patricia Piccinini menggelar pameran tunggal perdana bertajuk CARE di Museum Modern and Contemporary Art in Nusantara (MACAN), Jakarta, 23 Mei – 6 Oktober 2024. Pameran yang dikurasi oleh kurator seni Tobias Berger ini menampilkan sepilihan karya Patricia secara komprehensif.

Karya yang dihadirkan berupa lebih dari 40 patung ukuran hidup, tiga instalasi video berukuran masif, sepetak ruangan yang mengembalikan ingatan pada nuansa rumah pedesaan di Indonesia, dan hamparan ‘ladang bunga’ di tengah kegelapan.

Instalasi terakhir ini sangat memukau. Tersusun atas ribuan tangkai bunga yang ditata sedemikian rupa, instalasi berjudul Celestial Field atau Ladang Surgawi (2021) tersebut menyempurnakan rangkaian perjalanan pecinta seni kala menikmati setiap karya.

Sebagian besar patung ukuran hidup merupakan makhluk imajiner baru yang surealis. Terinspirasi dari perpaduan wujud makhluk hidup dan mitologi, chimera. “Ada juga patung yang tidak berwujud chimera, melainkan sosok bocah lelaki (di atas tumpukan kursi yang disusun seperti anak tangga) dalam karya berjudul The Observer (2010),” kata Tobias, menjelaskan.

Karya-karya indah yang sekaligus memunculkan kompleksitas emosi itu menjadi eksplorasi artistik sang perupa. Merefleksikan batas-batas yang kian samar antara yang alami dan artifisial, sekaligus mempertanyakan pemahaman manusia mengenai hubungan dengan dunia sekitar.

Tersirat dari judul yang diangkat, CARE mengeksplorasi tema universal tentang hubungan dan kedekatan emosional yang bisa dirasakan oleh penikmat seni di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Pameran ini menyelami isu-isu global yang penting dan mendesak seputar ekologi, keanekaragaman hayati, dan bioteknologi.

“Melalui pameran ini, kami mengajak pengunjung untuk merenungkan bentuk-bentuk kehidupan imajiner hibrida, menyoroti tantangan yang dihadapi Indonesia terkait spesies-spesies yang terancam punah,” demikian Venus Lau, Direktur Museum MACAN.

Karya pertama The Bond (2016) yang bermakna Ikatan memperlihatkan sosok perempuan menggendong bayi chimera dalam pelukannya. Patricia menjelaskan, karya ini menggambarkan hubungan antara manusia dan makhluk lain di dunia sains dalam perkembangan bioteknologi.

The Cleaner (2019) merepresentasikan penyu yang tak lagi memiliki tempurung alami, melainkan telah digantikan oleh cangkang buatan. Cangkang artifisial ini dilengkapi dua corong penyedot debu yang diasosiasikan sebagai alat penyedot sampah plastik yang mengapung di lautan.

“Karya ini menunjukkan bagaimana kita memecahkan masalah melalui kemajuan teknologi, sementara perubahan iklim terus-menerus mengancam planet ini.”

Karya berukuran masif No Fear of Depths atau Tak Gentar Akan Kedalaman (2019) memperlihatkan gadis perempuan dalam pelukan chimera lumba-lumba — satwa yang beberapa spesiesnya juga tergolong langka.

Empati dan kepedulian kita sebagai manusia juga disentuh melalui karya Kindred atau Kekerabatan (2018). Karya ini memperlihatkan kasih sayang induk orangutan yang merawat anak-anaknya. Di Indonesia, orangutan beserta habitatnya berangsur-angsur menjadi korban kerusakan alam akibat penggundulan hutan.

Safely Together atau Terlindung Bersama (2022) merupakan bagian dari serangkaian karya yang menampilkan makhluk hasil rekayasa genetika sebagai respons terhadap krisis ekologi. Inspirasi dari karya ini adalah trenggiling, spesies terancam punah yang diburu untuk diambil sisiknya. Karya ini mengetengahkan hubungan antara kerapuhan dan teknologi dan keinginan manusia untuk melindungi.

Karya tersebut ‘terlindung’ di tengah Ladang Surgawi (Celestial Field) (2021). Ladang rimbun yang merepresentasikan bentang alam dengan ribuan batang bunga putih yang menghampar di lantai dan menggantung dari langit-langit. Karya ini menyajikan pengalaman estetis kompleks yang mencerminkan keajaiban dan kesengsaraan yang hadir bersama teknologi.

Ada satu karya menarik berjudul La Brava (2021) yang sedikit jauh dari isu lingkungan, tapi masih dekat dengan gagasan tentang hubungan manusia dan perkembangan teknologi. Terinspirasi dari diva musik dunia seperti Joan Sutherland hingga penyanyi soul Tina Turner, karya ini dirupakan makhluk hibrida yang memiliki kuku panjang bercat merah, bulu mata lentik, dan rambut berkilau — simbolisasi kepercayaan diri dan kecantikan.

Tubuhnya terdiri atas bagian depan dan belakang sepatu lari, sosok ini mengungkapkan ketertarikan Patricia pada wujud transmanusia yang futuristik.

Pameran ini juga diperkaya dengan konteks lokal untuk memperdalam relevansi terhadap narasinya. Seperti pada karya The Couple (2018), di mana situasi rumah tangga dari figur yang ditampilkan mencerminkan lingkungan rumah di Indonesia, dengan perabotan dan barang-barang yang biasa ditemukan di rumah tangga lokal.

“Dengan mengintegrasikan elemen-elemen yang mudah dikenali, pameran ini tidak hanya mengangkat tema global, tetapi juga menjalin hubungan yang bermakna dengan budaya dan keseharian Indonesia.”

Selama pameran, museum juga menghadirkan ruang khusus anak dan keluarga untuk mengeksplorasi beragam bahasa cinta dan tindakan kebaikan melalui permainan peran yang interaktif dan penjelajahan ruang. Area yang diberi nama Kindred Kinder ini merefleksikan gagasan Patricia Piccinini mengenai kepedulian sebagai naluri alami yang melampaui batasan antar spesies.

“Kolaborasi yang indah ini memberi ruang pada gagasan bahwa anak-anak berkesempatan membangun dunianya sendiri, seperti yang saya lakukan. Sebuah ‘dunia lain’ tempat kita bisa mengembangkan imajinasi, menggali pengalaman untuk mendorong keingitahuan sekaligus kebaikan, kepedulian, rasa tanggung jawab, dan menerima perbedaan,” kata Patricia.



















Share

Pilihan Redaksi

Berita Terpopuler

Berita Terbaru