Menyelami ‘kebahagiaan hakiki’ melalui Pameran Tunggal Joko Kisworo yang digelar di Gedung B Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, pada 22 Juli-19 Agustus 2022.
“Buat saya, katarsis ini adalah sebuah kerja kesenian yang sudah menjadi kodrat, bukan hanya berusaha menjadi atau menjadikan sesuatu. Jadi, praktik katarsis ini natural, berjalan apa adanya, dan yang terpenting adalah membahagiakan jiwa saya,” ungkap Joko Kisworo.
Pameran Tunggal Joko Kisworo “Begja: Bahagia Melalui Katarsis” digelar di Gedung B Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, pada 22 Juli-19 Agustus 2022. Pameran dikuratori oleh Chryshnanda Dwilaksana dan Aisul Yanto.
Tema “Begja: Bahagia Melalui Katarsis”, menurut Aisul Yanto, merupakan sebuah penggalian ketertarikan Joko Kisworo terhadap sebuah ajaran atau aliran filsafat yang dibawa oleh seorang filsuf Jawa, Ki Ageng Suryomentaram. Ia seorang bangsawan yang keluar dari tembok istana dan menjalani hidup seperti rakyat pada umumnya dengan bekerja sebagai pedagang ikat pinggang, penggali sumur, dan petani di daerah Bringin, Salatiga.
Ki Ageng Suryomentaram menggali kebahagiaan hidup yang hakiki. Kebahagiaan hidup inilah yang juga disuguhkan Joko Kisworo melalui karya-karyanya dalam pameran kali ini.
Pameran ini menampilkan belasan ribu seri kumpulan karya pada kertas berukuran 8 x 11 cm; seri karya berukuran besar 6 x 3 m dengan media akrilik pada kanvas; serta seri 70 karya yang dikerjakan menggunakan material akrilik dan tinta cina pada kertas berukuran 13,5 x 36,5 cm yang menjadi bagian dari 2.400-an karya yang bisa diselamatkan dari musibah banjir Jakarta tahun 2015.
Karya-karya dalam pameran ini merupakan buah perenungan, pemikiran, pengalaman, dan perasaan Joko Kisworo. Pameran ini adalah bagian dari proses bagaimana Joko Kisworo menjalani kehidupan.
Menurut Chryshnanda Dwilaksana, Joko Kisworo dalam berkarya seakan "byuk, srat sret, bat bet katarsis jiwa". Karya cerianya dilakukan dengan sepenuh hati dan melepaskan beban bagai menyiram air "byuk" dengan goresan kuat dan mencampur warna ala "srat sret” dan “bat bet".
“Ekspresi karya menjadi cuilan atau refleksi jiwa, dan dalam karya terkandung makna jiwa. Mengingatkan kita pada pelukis Jackson Pollock, Anselm Kiefer, Francis Bacon, Nashar, dan sebagainya, pelukis pelukis jiwa merdeka,” kata Chryshnanda.
“Pameran ini menjadi presentasi Galeri Nasional Indonesia dalam memberikan kesempatan kepada para perupa yang memiliki potensi dengan ragam gaya dan tema yang diusung. Tema ‘Begja: Bahagia Melalui Katarsis’ menjadi suatu hal yang layak dipresentasikan kepada publik di Galeri Nasional Indonesia,” kata Kepala Galeri Nasional Indonesia, Pustanto.