Manifestasi unsur bumi, udara, dan air berpadu sempurna dalam peragaan busana bertajuk Basundari: Kala di Wedari. Peragaan di Ballroom Hotel Intercontinental Pondok Indah, Jakarta, 30 September 2022, menghadirkan kolaborasi apik antara perancang busana Indonesia Ayu Dyah Andari dan sahabatnya, pegiat batik Cirebon Sally Giovani.
Rangkaian event tersebut merupakan wujud jernih eksistensi Batik Trusmi (dengan sosok Sally di balik layar) sekaligus bentuk nyata Ayu Dyah Andari sebagai perancang busana yang secara konsisten menggelar karya-karyanya di hadapan publik.
Tak cukup sampai di sini, mengusung gagasan Woman Supports Woman, mereka turut menggandeng perempuan-perempuan kreatif untuk berdaya dalam pergelaran kali ini.
Airyn Tanu dari Passion Jewelry dipercaya untuk mengkreasikan aksesori menggunakan precious stone. Tiyasa untuk tas berbahan wastra Indonesia yang kali ini menggunakan batik mega mendung asal Cirebon, dengan ciri handle yang terbuat dari kulit lizard. Rajoet untuk tas daur ulang berbahan plastik dengan temali macrame.
"Basundari bermakna bumi. Nama ini merepresentasikan perempuan tangguh yang menguasai darat, udara, laut,” ungkap Ayu Dyan Andari dalam konferensi pers sebelum peragaan.
Unsur darat atau bumi terwakili oleh bunga mawar yang menjadi elemen khas dalam tiap rancangan Ayu Dyah Andari. Udara termanifestasikan dalam motif mega mendung Batik Trusmi. Laut diterjemahkan menjadi aksesori yang diciptakan khusus oleh Passion Jewelry untuk koleksi Basundari seperti anting, cincin, gelang, kalung dan bros dengan nama Gems of Katulistiwa.
Sally sendiri menyiapkan lebih dari 3.000 lembar batik untuk koleksi perhelatan ini. Ia menjelaskan, adalah tanggung jawabnya menghidupkan serta menjaga batik untuk tetap menjadi bagian dari keseharian masyarakat dan identitas bangsa Indonesia.
“Bekerja sama dengan jenama Ayu Dyah Andari adalah bentuk tanggung jawab kami agar batik tetap lestari. Kolaborasi ini melahirkan desain batik semakin mengagumkan, mulai dari baju sehari-hari hingga resmi,” paparnya.
Jalinan Mawar, Mega Mendung, dan Kawung. Sally memperkenalkan Batik Trusmi kepada Ayu. Mulai dari filosofi, cara produksi hingga kendala yang dihadapi. Keduanya sering berdiskusi panjang hingga akhirnya menetapkan batik tulis dan cap motif mega mendung dan kawung untuk dipakai dalam koleksi.
Begitu pula ketika menentukan besar kecil ukuran motif batik yang muncul dalam sepotong busana, atau memilih palet warna yang merentang lebar mulai dari warna lembut seperti krem, coklat muda, gading, baby pink, khaki, hingga warna kuat seperti hijau limau, fuchsia, kuning, ungu, hijau daun, pink terang, kuning, hitam, putih, merah, ungu, oranye, biru.
Baik Ayu maupun Sally, terjun langsung secara total dan mendalam mengurus semua hal. Mulai dari menentukan motif mawar dan mega mendung sebagai corak utama koleksi untuk mewakili masing-masing karakter hingga urusan menjamu tamu.
“Kita akan melihat palet warna yang berbeda di setiap rancangan. Karena setiap lembar batik yang dikerjakan minimal lima orang memancarkan warna masing-masing. Warna alami yang ‘keluar’ bergantung pada cuaca saat batik dikerjakan,” ungkap Sally.
Pada desain, jika ditelisik dengan cermat, motif mawar selalu tampil berdampingan dengan mega mendung baik di atas bahan batik maupun bahan lain yang diproduksi sendiri seperti brokat, tule, dan lace. Padanan kedua karakter itu dapat dilihat dalam detail koleksi ready-to-wear maupun busana high fashion dalam satu look.
Mempertemukan Tren dan Tradisi. Untuk kaum muda koleksi busana siap pakai muncul dalam satu tone warna seperti celana dengan blus longgar berwarna kuning, hijau, pink, atau biru, dst. Menjadi lebih atraktif karena batik berbahan katun digabungkan dengan tekstur dan bahan yang berbeda, misalnya jeans.
Ada pula pautan dua warna seperti pink dengan hijau dalam bahan yang ringan seperti tule dengan kaos.
Koleksi Basundari juga memanfaatkan buangan sisa bahan menjadi bentuk baru demi menerapkan zero waste. Sisa bahan bermotif mega mendung dijahitkan di atas bahan kaku seperti katun dan duchesse untuk mempercantik tampilan.
Sementara rancangan bervolume diciptakan dengan gaya tumpuk dan disiasati dengan pemakaian tekstil yang ringan, seperti sifon, satin, tule, untuk memudahkan gerak dalam gaya berlapis-lapis. Pada tiap lapisan terlihat bordiran motif mega mendung dan mawar.
“Koleksi Basundari mengadaptasi busana dengan perkembangan mode universal. Mempertemukan tren dengan tradisi untuk menggubah gaya baru dan berbeda. Misalnya pada busana muslim tidak lagi hanya bentuk lurus dan panjang seperti tunik, abaya, atau gamis,” jelas Ayu Dyah Andari, yang sangat detail dalam mengerjakan karya-karyanya.
Gaya baru terlihat dalam warna yang sedang digemari dunia mode universal ke dalam rancangan busana seperti fuchsia, hijau lime, ungu.
Tatahan 3-Dimensi Lewat Patchwork. Sedangkan gaya berbeda tersurat pada unsur dalam kreasi, seperti hiasan ornamen mawar dan mega mendung bersalin rupa dalam tiga dimensi lahir dari potongan patchwork yang disematkan di punggung pada kebaya, atau di sekujur rompi yang mempermanis gaun panjang.
Setiap perempuan yang selalu memberi perhatian khusus pada gaya berpakaian, akan menemukan tampilan tercantiknya lewat koleksi Basundari.
Lebih dari enam puluh set busana dipersembahkan secara total. Tiga puluh set busana didedikasikan sebagai koleksi, dan 40 lainnya diciptakan bagi 40 muse. Di antaranya Marsha Aruan, Sahila Hisyam, Asila Maisa, El Rumi, Rizky Nazar, Rizkina Nazar, Moza Wahyu, Hans Vigoro, Nesa Aqilla, Vira Soto, Tiqasya, dan Indah Nada Puspita.
Ada pula Hamidah Rachmayanti, Irvan Farhad, Jess Amalia, Cut Meyriska, Roger Danuarta, Sandrinna Skornicki, Dewi Bamsoet, Indah Suryadharma Ali, Rizky Ananda Musa, Sarah Sofyan, Chintami Atmanagara, Eddies Adelia, Anissa Trihapsari, Fenita Arie, Marini Zumarnis, Aulia Sarah, serta Ussy Sulistiawaty.