Jakarta, Lionmag.id - Pembangunan bandara baru di Indonesia menjadi momok negatif bagi pemerintah. Walau memiliki citra yang baik, namun pembangunan bandara baru justru dinilai menghamburkan anggara negara.
Sebab setelah dibangun, banyak bandara justru sepi dan tak berpenumpang. Akhirnya maskapai pergi dan tak mau lagi terbang.
Seperti salah satunya Bandara Internasional Kertajati, Jawa Barat. Bukan hanya selama Pandemi Covid-19, bahkan sebelumnya pun bandara ini sepi penumpang walau sudah diberi banyak stimulus.
Kini bandara tersebut direncanakan akan dibuka kembali untuk penerbangan komersil seperti penerbangan umrah. Sejak lama bandara ini dijadikan base penerbangan umrah dan haji dari kawasan Jawa Barat.
Namun selain penerbangan umrah, tak ada satupun maskapai yang mau terbang walau banyak komitmen masuk ke pemerjntah.
Pemerintah, melalui Kemenhub, berupaya mengoptimalkan bandara Kertajati menjadi bandara komersil yang berdaya saing seperti Bandara Internasional Kulon Progo, Yogyakarta, pada Oktober mendatang. Bandara ini akan terhubung dengan tol Cileunyi, Sumedang, Dawuan (Cisumdawu) yang rencananya mulai operasional Oktober 2022.
Selain itu, selama pandemi Covid-19 Plt Dirjen Perhubungan Darat, Nur Isnin mengaku, Bandara Kertajati hanya diizinkan untuk pasok kebutuh logistik di Jawa Barat. Sehingga bandara tersebut tidak benar-benar vakum.
"Alhamdulillah, mulai November Bandara Kertajati akan bersiap melayani penerbangan komersial dan rencananya akan digunakan juga untuk melayani penerbangan umroh,” ujarnya.
Menurut Isnin, kondisi hampir serupa terjadi juga di bandara lainnya, yang tertekan karena pandemi, antara lain di Bandara Ngloram (Blora), Bandara Purbalingga dan Bandara Wiriadinata (Tasikmalaya).
"Sebelum pandemi, di bandara-bandara tersebut sudah ada beberapa penerbangan komersial menuju Bandara Halim Perdanakusuma, dan sebaliknya," tutur Isnin.
Bandara-bandara tersebut, kecuali Kertajati, hanya bisa didarati pesawat propeler, dengan Bandara Halim Perdanakusuma menjadi hub utama. Sehingga, selain terdampak pandemi, ketika ada revitalisasi Bandara Halim pada Maret hingga Agustus 2022, dampaknya kian terasa bagi bandara-bandara tersebut.
“Revitalisasi Bandara Halim ini memiliki dampak yang besar bagi penerbangan ke bandara-bandara yang baru dibangun atau dikembangkan,” ucap Isnin.
Setelah revitalisasi selesai pada awal September 2022, Bandara Halim dibuka kembali untuk penerbangan komersial dan siap untuk menyambut kegiatan internasional Presidensi G20 Indonesia.
“Semoga ini awal yang baik, rute penerbangan dari Halim menuju bandara-bandara disekitarnya dapat kembali dibuka,” kata Isnin.
Seiring dengan pemulihan masa pandemi, menurut Nur Isnin memang perlu waktu untuk kembali pada kondisi sebelum pandemi. Apalagi saat ini jumlah pesawat masih sangat terbatas untuk melayani masyarakat di seluruh Indonesia.
“Dibanding sebelum pandemi, jumlah pesawat kita yang siap beroperasi, tinggal 55% sampai dengan 60 % dari jumlah sebelum pandemi tahun 2019. Semoga sampai akhir tahun sudah ada peningkatan jumlah armada secara signifikan.”
Perlu diketahui juga, bandara seperti halnya infrastruktur transportasi yang lain, tidak bisa langsung melahirkan trafik dan mobilitas dalam jangka waktu pendek.
“Manfaat kehadiran bandara akan terasa ketika dalam jangka menengah dan jangka panjang, pada saat mobilitas masyarakat makin tinggi dan butuh pilihan transportasi yang cepat dan aman,” katanya.
Kendati demikian, Dia yakin bahwa dengan kerja sama dan kolaborasi yang baik antar Kementerian/Lembaga terkait, dan melibatkan pemerintah daerah serta stakeholder penerbangan, upaya pemulihan ini akan berjalan dengan baik.
“Kita terus berusaha melakukan pemulihan agar sektor penerbangan kembali menggeliat, bandara kembali ramai dan banyak rute penerbangan yang dibuka kembali, mari bersama-sama kita wujudkan,” ujarnya.
BERITA TERKAIT :