ariyah-kehilangan-dan-harapan-dalam-keabadian
| DOC. BAKTI BUDAYA DJARUM FOUNDATION
Art & Culture
Ariyah, Kehilangan dan Harapan dalam Keabadian
Devy Lubis
Fri, 18 Aug 2023
Adaptasi kisah legendaris ‘Si Manis Jembatan Ancol’ menandai produksi terbaru Titimangsa, sebuah wadah yang menjadi ikhtiar kebudayaan artis sekaligus seniman Indonesia Happy Salma. Mereka mengangkat karya sastra ke panggung besar pertunjukan.

Berjudul ‘Ariyah dari Jembatan Ancol’, pertunjukan teater khas Titimangsa ini digelar di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 27-28 Juli 2023.

Cerita dalam pertunjukan dikemas berbeda. Kisah tragis kawin paksa yang menjadi kekhasan karya sastra awal abad ke-20 masih dijadikan tema besar. Namun, sedikit dimodifikasi. Legenda urban yang populer tahun 1900-an ditarik ke masa depan, yakni era modern seperti sekarang.

Laiknya kehidupan di sepanjang zaman, setiap kejadian, konflik, fenomena, dan perasaan masih saling berkaitan. Bahkan, peristiwa yang semestinya jadi sejarah bisa terulang secara berulang—meski ‘aktor’ dan situasinya sangat jauh berbeda.

Kebaikan dan kejahatan ada di mana-mana. Hadir dalam beragam bentuk dan tujuan.


Mak Sabilah meminjam uang pada Juragan Tambas. Ariyah pasang badan sebagai jaminan. Mereka tak mampu membayar. Karim, kekasih Ariyah, hendak membantu melunasi utang. Namun, ia tewas di tangan anak buah sang juragan. Mayatnya tak pernah ditemukan.

Ariyah mencari Karim. Ia berlari ke Ancol, lokasi di mana Karim konon berada. Alih-alih menjemput sang kekasih yang tak diketahui keberadaannya, Ariyah menjemput ajalnya sendiri.

Tak sadar telah tiada, ia gentayangan. Terus mencari Karim. Hingga di suatu masa, ketika ibu muda bernama Yulia ditindas makelar tanah bergaya Tambas, dipaksa melepas rumah peninggalan suaminya, Ariyah mendapati jasad Karim terkubur di sana.


‘Pertemuan’ dengan Karim membuka tabir baru. Bahwa sang ibu, Mak Sabilah, selama ini selalu mendampingi. Hanya saja, Ariyah tak pernah menyadari. Sebab, hanya Karim seorang yang ‘hidup’ dalam jiwanya.

Sosok sentral dalam kisah ini Ariyah diperankan Chelsea Islan. Aktor Gusty Pratama berperan sebagai Karim (dan Yuda di masa depan). Ario Bayu sebagai Juragan Tambas, sementara Mikha Tambayong sebagai Yulia.


Empati, Dendam, Perangkap Takdir? Happy mengatakan, kisah Ariyah dari Jembatan Ancol bila ditafsir lebih lapang tak melulu bicara tentang kisah cinta berbalut horor, meski faktanya Si Manis Jembatan Ancol kesohor sebagai kisah misteri. Pembacaannya terhadap artikel Abdullah Harahap memperkuat kesannya.

“Artikel itu memberi saya perspektif menarik ihwal mitos hantu, yang menurutnya tak bisa dilepaskan dari dendam. Hantu, kata dia, merupakan salah satu bentuk protes atau ekspresi perlawanan mereka yang lemah dan tertindas, yang dibawa hingga ke dunia orang mati,” tulis Happy dalam catatan editorial Ariyah.

Pemaknaan akan kisah Si Manis pun meluas. Happy menyebut relevansinya dengan posisi perempuan modern saat ini, juga wujud perlawanan mereka.


Sutradara Joned Suryatmoko menghadirkannya dalam spirit sisterhood. Pemunculan karakter dua perempuan yang saling menguatkan untuk menuntaskan konflik. Setiap lapisan konflik seperti amarah dan sebaliknya, cinta kasih, memiliki benang merah bernama ketegangan.

“Bila dalam kebanyakan kisah tersebut, kita menjumpai perempuan yang lemah dan terpinggirkan, Ariyah dari Jembatan Ancol menyodorkan hal sebaliknya. Perempuan dalam pertunjukan ini hadir berdaya dengan spirit keperempuanannya,” Joned memaparkan.


Joned mengakui, tak mudah bagi mereka mengalihwahanakan kisah Si Manis ke panggung pertunjukan. Lengkap dengan atmosfer horor dan suasana mencekam.

Karya ini sudah jadi. Bahkan hadir dalam banyak versi. Di sisi lain, tak banyak referensi. Setiap cerita berkembang sesuai imajinasi penulis. Mereka pun ‘merombaknya’ kembali.

“Kerja menafsir dan merekonstruksi cerita dari sebuah legenda yang rujukannya pun tak sepenuhnya kami kuasai, dan karena itu pula kami harus melakukan workshop yang intens dalam waktu berbulan-bulan,” tutur Joned.


Dua dalam Ariyah: Dinamika dan Regenerasi. Pradetya Novitri yang memproduseri pertunjukan ini bersama Happy Salma mengungkapkan, kebutuhan panggung dan artistik dalam prosesnya memunculkan banyak angka dua (2).

Dua tokoh perempuan, Ariyah dan Yulia. Dua periode zaman, di mana Ariyah dan Yulia hidup. Dua lokasi sentral, Paseban dan Ancol. Dua produser, dua sutradara (Joned dan Heliana Sinaga), dua penata artistik, dua penata rias, dan sebagainya.

Demikian pula para aktor yang memerankan dua karakter berbeda, yang harus berubah dalam waktu singkat.

“Saya percaya setiap karya punya keinginannya sendiri. Tugas kami untuk meramunya dan menghadirkan kepada penonton. Semangat regenerasi dan kebaruan ini yang menjadi highlight pertunjukan ini.”


Share

Pilihan Redaksi

Berita Terpopuler

Berita Terbaru