History dalam Her-story. Pameran tunggal ‘The Sea is Barely Wrinkled’ di Museum MACAN, Jakarta, merangkum pemikiran Kei Imazu. Ia memaknai ulang cerita dan fakta yang terbentuk di Sunda Kelapa zaman dulu, yang sekaligus membentuk kehidupan masyarakat Indonesia masa kini -- dengan pesisir utara Jakarta sebagai titik tolak jejak peradaban.
Pada saat bersamaan, penikmat seni tidak hanya dapat menikmati karya-karya unik perupa Jepang yang kini bermukim di Bandung tersebut. Museum MACAN juga menghadirkan pameran baru bertajuk ‘Pointing to the Synchronous Windows’ yang berlangsung hingga 5 Oktober 2025.
Pameran ini menghadirkan karya-karya perupa terkemuka Indonesia dan internasional yang diambil dari koleksi museum. Sebagian karya lama atau yang sudah pernah dipamerkan sebelumnya. Sejumlah karya lainnya baru pertama kali ditampilkan untuk publik.
Dua karya yang terbilang baru ada ‘Biscuit Factory (2023)’ karya seniman Filipina Maria Farrar dan instalasi ‘6050'03.0"S 121006"55.0"E (2022)’ karya Ashley Bickerton. Sementara di antara karya-karya yang pernah dipamerkan, terdapat dua instalasi epik Yayoi Kusama: ‘I Want to Love on the Festival Night (2017)’ dan ‘Infinity Mirrored Room – Brilliance of the Souls (2014)’.
‘Infinity Mirrored Room’ menyita perhatian publik saat ditampilkan kali pertama di Indonesia pada pemeran tunggal ‘Yayoi Kusama: Life is the Heart of A Rainbow’ di Museum MACAN, 12 Mei – 9 September 2018. Kini, karya tersebut dipamerkan bersama karya penting dari koleksi museum, yakni ‘Baroque Egg with Bow (pink/gold) (1994–2006)’ oleh Jeff Koons di area Sculpture Garden Museum MACAN.
‘Pointing to the Synchronous Windows’ menggabungkan dua referensi konseptual yang membingkai dua fokus. “Pointing” atau “menunjuk” diambil dari novel Gabriel García Márquez berjudul ‘One Hundred Years of Solitude (Seratus Tahun Kesunyian, 1967)’, yang menggugah bagaimana tubuh memiliki kemampuan untuk mengungkapkan makna melalui isyarat.
Sementara ‘Synchronous Windows’ merujuk pada seri lukisan jendela karya perupa Robert Delaunay (1885-1941) yang menjalin cahaya dan warna melalui bidang-bidang yang saling tumpang tindih dan susunan ruang yang berlapis. Ini menyiratkan bahwa ruang bukan sekadar sesuatu yang dipersepsikan secara pasif, melainkan dibentuk secara aktif.
Pameran ini mengeksplorasi bagaimana tubuh dan ruang tempat kita hidup bersifat dinamis dan saling terhubung erat. Alih-alih melihatnya sebagai entitas yang statis atau netral, keduanya aktif berkelindan dengan lingkungan sosial, budaya, psikologi, bahasa, kosmologi, dan spasial.
Venus Lau, direktur Museum MACAN, mengatakan, pameran koleksi selalu menjadi favorit di kalangan pengunjung sejak dibukanya Museum MACAN pada 2017. Presentasi koleksi dengan sudut pandang yang segar lewat narasi berbeda, merupakan bagian dari upaya jangka panjang kuratorial mereka untuk meneliti dan menafsirkan ulang koleksi melalui lensa sejarah seni dan sosial yang tercermin di dalamnya, khususnya dalam kaitannya dengan konteks global saat ini.
“Pointing to the Synchronous Windows mengeksplorasi dialog yang kompleks antara seni, masyarakat, dan lingkungan kita. Banyak karya dalam pameran ini akan ditampilkan untuk pertama kalinya kepada publik, menawarkan perspektif baru mengenai hubungan antara tubuh, ruang, dan realitas bertingkat yang kita tempati,” ungkapnya.(*)
___