Danau nan luas berair putih kehijauan dan hamparan tanah putih dengan ranting-ranting pohon menjadi sajian utama Kawah Putih, salah satu objek wisata favorit di kawasan Bandung Selatan.
Bosan dengan kawasan Bandung Utara seperti Lembang atau Gunung Tangkuban Parahu, silakan menggeser langkah untuk menjelajahi sejumlah lokasi wisata di kawasan Bandung Selatan, Jawa Barat.
Di Bandung Selatan, salah satu objek wisata yang sangat layak dikunjungi adalah Kawah Putih di kawasan Gunung Patuha, tepatnya di daerah Ciwidey. Kawah Putih pula yang kali ini saya kunjungi bersama sejumlah kawan kala berada di Bandung Selatan.
Jarak menuju lokasi Kawah Putih dari pusat Kota Bandung sekitar 48 km atau sekira 1,5 jam perjalanan. Jika dari Jakarta melewati Tol Cipularang, kendaraan bisa dipacu menuju pintu keluar Tol Kopo, berlanjut ke Soreang, arah selatan Kota Ciwidey. Dari Ciwidey, butuh sekitar 20 hingga 30 menit perjalanan menuju gerbang masuk Objek Wisata Kawah Putih.
Lepas perjalanan, sampailah di gerbang bawah tempat wisata. Di sini tersedia lapangan parkir nan luas dikelilingi penjual makanan dan pernik-pernik seperti baju, topi, dan kacamata. Jika belum sarapan, lebih baik sempatkan dulu sarapan di sini karena di atas tidak ada penjual makanan.
Dari pintu masuk itu pengunjung disarankan menggunakan kendaraan untuk menuju Kawah Putih karena jaraknya cukup jauh —sekitar 5 km atau sekitar 10-15 menit perjalanan berkendara— dan menanjak. Namun, perjalanan tidak membosankan berkat suguhan pemandangan hijau kebun stroberi serta hutan cagar alam dengan pepohonan besar nan rimbun. Mata serasa segar, batin pun tenang.
ONTANG-ANTING
Jalanan menanjak dan berkelok sepanjang sekitar 5 km membawa pengunjung dari pintu gerbang Kawah Putih ke lokasi kawah. Karena ke objek wisata itu kami berangkat dengan bus, jadilah naik menggunakan ontang-anting –seperti mobil angkutan kota (angkot), namun terbuka. Tarif naik ontang-anting hanya Rp 18 ribu per orang, sudah termasuk tiket masuk.
Nama ontang-anting diambil dari bahasa Sunda yang berarti ‘’mondar-mandir’’, sesuai kesehariannya bolak-balik mengantarkan pengunjung. Di atas ontang-anting yang melaju, terasa cukup menegangkan saat menatap jalur nan sempit dan berliku dengan hutan lebat pada kedua sisi. Meski membuat hati deg-degan, kelihaian pengemudi yang begitu paham medan membuat perjalanan pun aman.
PENJAJA MASKER
Saat mengunjunginya, kadar lava belerang Kawah Putih cukup tinggi. Para pengunjung dianjurkan menggunakan masker untuk melindungi paru-paru dari asap belerang.
Para penjual masker pun sudah sibuk menawarkan dagangannya sejak kami tiba di gerbang bawah. Namun, tak cuma di bawah. Tiba di gerbang masuk Kawah Putih, di sepanjang tangga menuju kawah juga banyak ditemui penjual masker.
Selain dianjurkan bermasker, pengunjung juga tidak diperkenankan berenang, mandi, serta makan di areal itu. Kadang terdengar pula pengumuman agar tidak berada terlalu dekat dengan kawah dalam jangka waktu lama.
Jika napas mulai terasa sesak, mual, dan pusing, itu pertanda sudah terlalu banyak menghirup asap beracun dari belerang. Sebaiknya lekas tinggalkan lokasi jika tidak ingin jatuh pingsan.
KAWAH
Hamparan tanah putih di sekeliling danau yang terbentuk akibat letusan Gunung Patuha telah terlihat kala saya menuruni tangga. Meski airnya sangat panas, kawah yang berada pada ketinggian sekitar 2.400 meter di atas permukaan laut ini memiliki hawa sejuk. Kabut yang kadang turun andil melengkapi kecantikan kawah ini.
Cuaca cerah pagi itu menemani selama saya berada di sekitar kawah. Keanggunan Kawah Putih benar-benar bisa dinikmati, mulai dari cantiknya tanah putih yang mengepung danau dan memantulkan sinar matahari, dinding kepundan yang berdiri gagah membentengi kawah, hingga pesona pepohonan kering.
Pepohonan khas puncak gunung berapi yang sebagian besar hanya menyisakan cabang dan ranting itu tetap berdiri tegak, menjadi daya tarik tersendiri serta penanda khas Kawah Putih.
Kawah Putih juga memiliki danau dengan ciri khas serta keunikan tersendiri. Air kawahnya bisa berubah warna, seperti hijau apel dan kebiruan bila cuaca terang terkena pantulan matahari, serta coklat susu. Namun, paling sering terlihat air danau itu berwarna putih kehijauan dengan kabut di atas permukaannya.
MISTIK
Konon sebelum dibuka untuk umum, masyarakat setempat percaya Kawah Putih menyimpan misteri dan dinilai angker. Banyak burung mati saat melintas di atasnya. Namun, kepercayaan mistik itu terpatahkan pada 1837 ketika Dr Franz Wilhelm Junghun menelitinya. Ilmuwan Jerman itu mendapati fakta bahwa burung-burung itu mati akibat semburan lava belerang.
Menilik tingginya kandungan belerang di Kawah Putih, pada zaman Pemerintahan Belanda sempat dibangun pabrik belerang yang dinamai Zwavel Ontgining Kawah Putih. Kala Jepang menduduki Indonesia, namanya diganti menjadi Kawah Putih Kenzanka Gokoya Ciwidey.